Translate

Minggu, 16 Juni 2024

πŸ’₯ SANG BUDDHA BUKAN TUHAN, MENGAPA KITA MEMUJANYA? πŸ’₯

 


πŸ‘‰ Kita memuja Sang Buddah bukan supaya keinginan kita terpenuhi atau supaya cita-cita kita pasti tercapai. Terpenuhinya keinginan atau tercapainya cita-cita kita itu kita sendiri kreator atau penciptanya. Akan terealisasi jika kondisinya sudah tepat (mendukung).

Kita memuja Sang Buddha bisa diidentikkan seperti kita hormat kepada seorang guru yang berjalan memasuki ruangan dan kita berdiri, atau ketika lagu kebangsaan dinyanyikan kita bersikap hormat (cinta tanah air). Semua ini adalah sikap hormat atau pemujaan yang menandakan rasa kagum kita untuk seseorang atau benda tertentu. Ini adalah tipe pemujaan yang dilakukan Buddhis. 

Sebuah Buddha ruppang dengan senyum yang penuh welas asih mengingatkan kita untuk berusaha mengembangkan kedamaian dan cinta kasih didalam diri kita. Wewangian dupa mengingatkan kita pada pengaruh kebajikan yang menyebar, lilin yang menyala mengingatkan kita pada cahaya pengetahuan, dan bunga yang segera layu dan mati mengingatkan kita pada ketidakkekalan. 

Ketika kita membungkukkan tubuh, itu adalah pernyataan rasa terima kasih kita kepada Sang Buddha atas ajarannya yang telah secara lengkap dan sempurna dibabarkan kepada kita, dan juga bisa diartikan sebagai janji kita akan meneladani sifat-sifat luhur Sang Buddha dengan mempelajari dan mempraktikkan Dhamma ajarannya secara baik, benar dan bersungguh-sungguh. Semua itu yang dilakukan adalah cara dan arti dari pemujaan Buddhis dalam upaya melapangkan jalan dan mempercepat pengikisan Kilesa menuju kelenyapannya dan merealisasi Nibbana ☝.

Senin, 10 Juni 2024

πŸ’₯MARAH, SERAKAH dan BANGGAπŸ‘†

Kebanyakan kita memiliki pandangan salah tentang identitas diri karena tidak berkesadaran. Biasanya kita menggenggam erat kemarahan, keserakahan dan kebanggaan. Dalam kondisi demikian kita telah menjadi budak dari kekotoran batin kita. Kemarahan, keserakahan, dan kebanggaan sebenarnya bukanlah milik kita. Kalau kita sedang marah artinya saat itu kita memiliki kemarahan, namun kita tidak bisa menunjukkannya kemarahan itu adanya dimana. Sebagaimana sebuah biji mangga, biji tersebut adalah potensi untuk bisa tumbuh menjadi pohon dan menghasilkan buah yang banyak jika ada kondisi yang tepat, yang mendukung. Kondisi tersebut adalah : tanah, air, dan sinar matahari.

Dimulai sejak awal kehidupan ini didalam rahim ibu, pada tahap kehamilan, kotoran-kotoran batin berupa kemarahan, keserakahan, dan kebanggaan itu ada bersama dengan kita. Tetapi hanya dalam bentuk potensi saja. Jika kita melihat obyek yang tidak diinginkan, kemarahan yang kita tidak tahu dimana, muncul ke permukaan pikiran kita, dan kita menjadi marah dan bahkan marah-marah. Sebagai potensi, kemarahan itu tersembunyi. Itulah sebabnya kita tidak bisa melihatnya. Kita tidak bisa menyentuhnya. Kita juga tidak bisa memperlihatkan kepada siapapun, hanya saat kondisinya matang, pada saat itu kemarahan muncul saat kita tidak memiliki kesadaran. Kemarahan bekerja sesuai dengan cirinya. Potensi kemarahan dapat menjadi marah bahkan marah besar, dan pada saat itu kita salah berpikir, kita tahunya ‘Sedang marah’, sehingga kita menjadi budak dari kekotoran batin kita yang berupa Kemarahan.


Dengan cara yang sama untuk keserakahan, ketika kita melihat obyek yang sangat indah dan menarik, keserakahan muncul ke permukaan pikiran kita. Keserakahan menjalankan fungsinya sesuai dengan cirinya, yaitu hasrat, keinginan, kemelekatan, ingin memiliki, dan dengan tidak bijaksana berpikir : ‘Saya ingin itu’. Kita lagi-lagi menjadi seorang budak. Kita menjadi budak dari kekotoran batin kita yang berupa Keserakahan.


Pada saat mengamati pikiran, kita perlu melihat penyebab munculnya kemarahan, keserakahan, dan kebanggaan. Sebetulnya kondisi tersebut disebabkan oleh obyek-obyek yang tidak menyenangkan, oleh obyek-obyek yang menggiurkan, oleh obyek-obyek keberhasilan, dan adanya pikiran negatif terhadapnya, adanya nafsu rendah, adanya kesombongan, yang menjadikan kita marah, serakah, dan bangga.


Kemarahan, keserakahan, dan kebanggaan hanya menjalankan fungsinya. Kita bisa tidak melakukannya. Oleh sebab itu jika kita tidak terlibat dengan potensi kemarahan, keserakahan, dan kebanggaan maka potensi tersebut tidak akan menjadi semakin kuat!


Disebabkan pengamatan setiap hari, dari pagi hingga malam, kita akan memahami kekotoran batin mana yang kuat pada diri kita, yang disebabkan kamma masa lampau kita yang mungkin mempengaruhi kita dengan begitu kuat. Mereka yang terbiasa marah besar, ini disebabkan oleh watak pemarah yang sudah mereka pupuk di masa lampau. Begitu pula dengan keserakahan dan kebanggaan. Kemarahan, keserakahan dan kebanggan dapat dikatakan sebagai inti dari kekotoran batin, yang lainnya merupakan turunan dari ketiga hal tersebut, misalnya keisengan suka membunuh makhluk hidup, mencuri, berbuat asusila, berbohong dan mabuk-mabukan.


Kita bisa menyadari kekotoran batin sebagai kekotoran batin, diri sendiri sebagai diri sendiri, kita bisa memisahkannya pada saat itu. Pada saat itulah kita menjadi mengerti bahwa "tidak ada diri" (Anatta).

Jadi sekalipun anda mengerti, tetapi jika anda tidak berkesadaran, lupa dengan pandangan benar tentang "diri", "aku", "milikku" maka anda akan memegang erat kemarahan, keserakahan dan kebanggaan, sehingga kotoran-kotoran batin tersebut menjadi milik anda.

Jika anda mengamati berulang kali dengan penuh kesadaran, mengamati setiap saat, maka tidak ada alasan bagi anda untuk menolak adanya potensi kemarahan, keserakahan, dan kebanggaan, anda dapat memerimanya, setiap saat anda melihat bahwa mereka bersama dengan anda. Anda sadar kekotoran batin sebagai kekotoran batin, diri sendiri sebagai diri sendiri. Anda bisa memisahkannya pada saat itu. Pada saat itulah anda berkembang! Pada saat itulah anda tahu bagaimana hidup damai.

πŸ’₯ PRAKTIK DHAMMA SEHARI-HARI πŸ’₯

 

πŸ˜‡πŸ’₯ Terlahirkan dan hidup sebagai manusia itu sangatlah sulit. Terlahir sebagai manusia itu merupakan favorit, atau menjadi idaman buat yang tahu. Mengapa? Karena manusia sangat mudah berbuat baik, beda dengan makhluk2 yang hidup di 30 alam kehidupan lainnya. Akan tetapi manusia bahkan mudah berbuat buruk dibanding berbuat kebajikan. Nah inilah bahayanya. Mudah berbuat buruk itu benar kalau : batin, pikiran atau kualitas spiritual orang tsb. menengah kebawah. Orang yang kualitas spiritualnya menengah keatas justru merasa sangat tidak mudah untuk berbuat buruk.

Manusia lebih mudah berbuat baik dibanding makhluk lain. Binatang tidak mempunyai akal atau pikiran yang sempurna. Dalam melakukan sesuatu binatang lebih banyak menggunakan instink-nya karena akalnya sangat terbatas - sehingga sangat sulit berbuat kebajikan. Binatang butuh makan dan minum karena lapar dan haus, tapi binatang tidak bisa menyediakan makanan untuk dirinya sendiri dan anak2nya. Hanya bisa mengambil atau mencuri makanan dari tempat lain, atau bergantung kepada manusia. Binatang buas selalu berbuat jahat karena lapar. Mereka harus menyerang dan membunuh binatang lain dan kemudian memakannya untuk mempertahankan hidupnya.

Makhluk lain, yang hidup di alam penderitaan tidak bisa berbuat kebajikan karena setiap saat mereka didera oleh siksaan, mereka baru bisa leluasa berbuat baik jika mereka kemudian terlahir sebagai manusia. Dengan alasan inilah maka terlahir sebagai manusia itu merupakan pilihan utama atau favorit. Makhluk di empat Alam Apaya harus menghabiskan buah karma buruknya dulu sebelum bisa terlahirkan kembali di alam lain sesuai karma  lain yang buahnya siap dipanen. Serupa dengan alam penderitaan, begitu juga makhluk2 yang hidup di alam bahagia terutama di Alam Brahma, mereka tidak mempunyai banyak kesempatan untuk berbuat kebajikan karena selalu atau terlena menikmati buah2 karma baik yang sangat banyak melimpah ruah.

Karena kita sangat beruntung dapat mengenal Dhamma, karena hidup sebagai manusia ini sangat sulit, maka marilah kita gemar belajar Dhamma sekaligus mempraktekannya dengan baik, benar, serius, dan berkesinambungan secara rutin.

Nah bagaimanakah caranya mempraktikkan Dhamma secara praktis dan mudah terutama bagi para perumah tangga dan anggota rumah tangga? Selain menjaga Sila dan Berdana baik itu dana tenaga, pikiran, pengetahuan atau materi, yang dilakukan dengan senang hati tanpa kebencian dengan niat melepas. Yaitu setiap melakukan / mengerjakan sesuatu hendaknya selalu disertati dengan Sati (perhatian penuh / fokus), baik ketika sedang bekerja, sedang belajar bagi pelajar dan mahasiswa, sedang makan, sedang mandi dlsb. Dengan Sati, perhatian kita tidak ke-mana2, tidak memikirkan masa lalu yang mengecewakan maupun yang menyenangkan karena itu mem-buang2 waktu dan dapat memupuk Kilesa (pengotor batin). Demikian juga kita tidak perlu menguatirkan keadaan kita di masa depan karena masa depan itu tergantung dari apa yang kita kerjakan saat ini. Dengan menyertakan Sati kita terhindar dari keinginan berbuat buruk.

Karena Kilesa, karena tidak ada Sati, maka perbuatan seseorang bisa menjadi sangat buruk sekali. Perang Rusia - Ukraina dan juga perang di jalur Gaza semua itu disebabkan pengaruh Kilesa, karena pemimpin2 negara yang memiliki pandangan salah dan kebodohan batin. Presiden Putin, Zelensky, PM Netanyahu, dan pemimpin Palestina / Hamas itu orang2 yang tidak memiliki Pandangan Benar, batinnya bodoh. Coba bayangkan apabila presiden Putin, Zelensky, PM Netanyahu, dan pemimpin Palestina / Hamas itu mengerti Dhamma, besar kemungkinan perang yang menyebabkan terbunuhnya ratusan ribu orang secara konyol dan hancurnya gedung2, pabrik, infrastrukur dll. yang bernilai ratusan trilyun itu tidak akan terjadi. Karena ada jalan damai, ada solusi, ada PBB, dan juga ada Indonesia yang memiliki politik Bebas & Aktif, tidak berpihak ke salah satu Blok, yang mengutamakan perdamaian dunia dan pastinya ada Dhamma yang menjadi pegangan para bijaksana.

Seandainya ada jendela surga dan jendela neraka dimana manusia bisa melihat keadaan di dalam Surga dan Neraka itu seperti apa. Hampir dapat dipastikan dunia ini akan damai. Karena manusia bisa melihat kondisi Neraka Avici (neraka paling mengerikan) dimana para penghuninya ditusuk besi panas membara dari segala arah secara terus-menerus.

Jadi marilah kita sebagai manusia yang mengenal Dhamma jangan sia2-kan hidup ini dengan belajar dan mempraktikkan ajaran Dhamma, ajaran Guru Agung kita secara baik, secara praktis yang sudah disebutkan diatas yaitu dengan menyertakan Sati dalam setiap kegiatan yang kita lakukan. Praktek ini merupakan salah satu praktik meditasi disamping meditasi lain yang juga kita lakukan. Kita manfaatkan waktu sebaik2nya terutama bagi para perumah tangga, yang tidak memiliki waktu luang banyak πŸ’₯πŸ˜‡.