Translate

Senin, 01 April 2019

Mari mempertanyakan

Banyak orang meyakini bahwa Tuhan itu digambarkan sebagai dzat yang maha kuasa, maha pencipta, mengatur segalanya, punya hajat, punya kehendak dan lain sebagainya. Sehingga dalam hal ini Tuhan atau dzat yang diaksud seolah-olah merupakan suatu pribadi atau entitas.
1.      Tuhan yang difahami sebagai dzat itu adalah maha kuasa.
OK, sebab yang maha kuasa itu ada, yaitu hukum alam. Manusia tidak bisa luput dari hukum alam. Tidak bisa menegosiasi atau menawar kemahakuasaan (ketentuan) hukum alam.
2.      Tuhan yang difahami sebagai dzat itu adalah maha pencipta.
Apakah yang dimaksud dengan maha pencipta disini? Alam semesta ini tidak diciptakan, terjadinya melalui proses yang sangat lama, dan umurnya sebelum berkondisi seperti sekarang ini sudah sangat lama sekali, saking lamanya sudah tidak diketahui lagi kapan proses terjadinya alam semesta ini dimulai. Alam semesta itu diciptakan atau terjadinya melalui proses itu sebenarnya tidak penting buat manusia, kecuali sebagai pengetahuan umum belaka.
Sekarang ini sudah tidak ada lagi yang diciptakan. Semua yang ada, yang terjadi adalah karena ada sebabnya. Yaitu sesuai atau menuruti ketentuan hukum alam sebab-akibat. Ada sebab yang menciptakan (menjadikan) akibat. Akibat tidak mungkin ada kalau tidak ada sebabnya.
3.      Tuhan yang difahami sebagai dzat itu adalah mengatur segalanya.
Sebenarnya semua yang terjadi adalah menuruti hukum alam. Tidak ada yang mengatur. Bumi dan planet-planet lain itu berotasi secara otomatis di garis edarnya masing-masing adalah sesuai dengan hukum alam. Bayangan bulan “yang terjadi” dalam air, adalah sesuai atau karena hukum alam, bukan karena diatur oleh Tuhan. Tangan kita yang menyentuh api terasa panas, atau kalau kita mencelupkan tangan kita kedalam air maka tangan kita akan basah, itu adalah karena hukum alamnya begitu, bukan karena diatur oleh Tuhan.
4.      Tuhan yang difahami sebagai dzat itu mempunyai hajat atau punya kehendak.
Hajatnya adalah menciptakan alam semesta, memasukkan manusia jahat kedalam api neraka jika kelak dia / mereka mati, dan lain sebagainya. Yang benar adalah, alam semesta ini terjadi melalui proses sebab-akibat, bukan diciptakan. Manusia masuk neraka disebabkan oleh perbuatan jahatnya yang mengakibatkan penderitaan masuk neraka, adalah sesuai dengan hukum alam sebab-akibat atau hukum tabur-tuai atau hukum karma.
Dalam menjalani kehidupannya, yang paling penting bagi manusia itu adalah berupaya hidup suci. Supaya bisa mencapai Keabadian Bahagia Non Inderawi. Sebelum berhasil merealisasi hidup suci, tahapannya adalah hidup dengan baik (berperilaku baik), tidak serakah, tidak membenci & tidak dungu terlebih dahulu, dengan cara mempraktekkan dengan baik dan benar “Jalam Mulia Berunsur Delapan” agar bisa merealisasi hidup suci. Bukan dengan cara menyembah & memohon, cara ini hanya akan bermanfaat jika bisa membuat yang bersangkutan menjadi lebih baik perilakunya.

Jumat, 29 Maret 2019

Kematian


Hasil gambar untuk orang mati👉 Berpikir tentang kematian, banyak orang yang menganggap itu tabu, atau bahkan mengerikan. Maka jika terlintas di pikiran tentang kematian, agar segera dilupakan. Begitu seramnya kematian bagi orang yang tidak menghendakinya, tetapi pasti akan terjadi pada dirinya.
👉 Berpikir tentang kematian, dan berharap akan kematian, sehingga membuat orang mengambil jalan pintas melakukan perbuatan tidak terpuji *bunuh diri* adalah cara berpikir yang salah, patut ditabukan.
👉 Berpikir tentang kematian, sebagai sarana untuk perenungan, untuk menumbuhkan kesadaran akan kematian adalah hal yang patut dimaklumi. Bukan mengharapkan secepatnya kematian datang, tetapi penyadaran diri, akan terjadinya kematian.
👉 Sadar akan datangnya kematian, bisa memaksimalkan waktu dalam hidup ini, untuk berbuat banyak kebaikan, guna hidup mengarah pada tujuan terbebas dari penderitaan, adalah manfaat dari perenungan tentang kematian.
(disunting & diedit dari tulisan Bhante Saddhaviro)

Selasa, 26 Maret 2019

Samsara (b)


Sering kali orang mengatakan bahwa kita tidak bisa memilih akan dilahirkan sebagai suku bangsa apa, atau dilahirkan di benua mana. Hal tersebut adalah karena Hukum Karma, Hukum Sebab-Akibat atau Hukum Tabur-Tuai yang bekerja dan terjadi atas diri kita. Sebagai “manusia biasa” kita tidak bisa mengetahui sesuatu sebelum sesuatu tersebut terjadi. Kondisi kelahiran yang terjadi tersebut tadi, kita sendirilah penyebab atau creator nya. Bukan takdir Tuhan. Sebab kalau Tuhan yang menentukan, maka Tuhan tidak akan bisa adil.
Kenapa kita adalah creator nya? Karena sebelumnya kita pernah hidup, entah sebagai makhluk apa, dan dari alam mana. Bisa dari alam manusia juga. Setelah mati, “kesadaran kita” yang tidak ikut mati langsung menjelma masuk ke dalam janin “ibu yang sesuai”, janin yang terjadi setelah ada pembuahan sel telur ibu kita oleh calon ayah kita.
Kenapa kita harus hidup (dilahirkan) berulang-ulang? Karena kita masih mempunyai penyebab untuk dilahirkan, yaitu karma buruk kita. Orang tidak akan terlahir kembali ketika sudah tidak mempunyai karma buruk. Sudah menjadi Arahat. Arahat adalah seseorang, yang dalam hal ini adalah Bhikkhu atau Bhikkhuni sebagai praktisi Dhamma yang telah berhasil meraih tingkat kesucian yang sempurna. Seorang Arahat setelah meninggal berarti padam, padam selamanya, tidak akan hidup (terlahir) kembali, karena penyebab kelahirannya yaitu kekotoran batin (kilesa) sudah dihancurkan, sudah berhasil dilenyapkan. Telah padam itu artinya telah berhasil meraih kebahagiaan hakiki kekal selamanya, berhasil mencapai Nibbana. Pada akhirnya nanti semua makhluk akan berhasil meraih kondisi tersebut, meski harus melalui waktu yang tak terhingga lamanya, tergantung dari bagaimana perjuangan masing-masing dalam membersihkan (melenyapkan) kekotoran batinnya. 
Katakanlah “kebahagiaan hakiki kekal selamanya” itu pantas untuk diraih oleh semua orang (semua makhluk), adalah karena sebanding dengan perjuangan atau yang dirasakan / dideritanya selama mengarungi samudera “Samsara”. Samudera Samsara adalah banyaknya kehidupan yang dialami. Bisa tak terhingga banyaknya & tak terhingga lamanya. Yaitu mengalami kehidupan & kematian yang berulang-ulang, yang tak terhingga banyaknya, menjadi makhluk berbagai-rupa di berbagai alam kehidupan yang ada. Alam kehidupan itu meliputi alam-alam penderitaan dan alam-alam kebahagiaan. Lamanya waktu yang diperlukan untuk mencapai Nibbana adalah tergantung dari perilaku masing-msing dalam kehidupannya, yang dilakukannya selama ini seperti apa, termasuk selalu melakukan meditasi sebagai jalan pintas mencapai Nibbana atau tidak.