Translate

Selasa, 30 Oktober 2018

Alam Dewa.




Sebelum diuraikan tentang Alam Dewa (Alam Surga), terlebih dahulu akan diuraikan sekilas tentang Kammabhumi, Apayabhumi dan Kammasugatibhumi.
Kammabhumi adalah alam kehidupan dimana makhluk-makhluk yang ada di dalamnya adalah makhluk-makhluk yang sangat terikat dengan pancaindera, selalu ingin memuaskan nafsu-nafsu inderawinya.
Kammabhumi terdiri dari Apayabhumi dan Kammasugatibhumi.
Apayabhumi adalah alam kehidupan yang menyedihkan, makhluk-makhluk yang ada di dalamnya mengalami penderitaan. Apayabhumi terdiri dari 4 Alam Kemerosotan, yaitu :
1.      Alam Neraka
2.      Alam Setan
3.      Alam Iblis
4.      Alam Binatang.
Kammasugatibhumi adalah alam bahagia, dimana makhluk-makhluk yang ada di dalamnya masih terbelenggu oleh pancaindera, yang terus-menerus menikmati kesenangan inderawi.
Kammasugatibhumi terdiri dari Alam Manusia dan enam Alam Dewa.
Alam Manusia adalah campuran dari rasa sakit dan kebahagiaan, merupakan level pertama dari alam bahagia. Di Alam Manusia, seseorang benar-benar bisa mengenali sifat atau hakekat sejati alam semesta dan alam kehidupan.
Enam Alam Dewa atau enam tingkat Alam Surga itu adalah :
1.            Alam Dewa Catumaharajika (Catumaharajika-bhumi),
2.            Alam Dewa Tavatimsa (Tavatimsa-bhumi),
3.            Alam Dewa Yama (Yama-bhumi),
4.            Alam Dewa Tusita (Tusita-bhumi),
5.            Alam Dewa Nimmanarati (Nimmanarati-bhumi),
6.            Alam Dewa Paranimmitavasavatti (Paranimmitavasavatti-bhumi).
Makhluk dewa dewi di alam surga ini tidak mampu mengenali bahwa hakekat hidup ini adalah penderitaan, mereka lebih suka menikmati kesenangan demi kesenangan daripada untuk mencapai “yang mutlak”, merealisasi atau mencapai Nibbana. Makhluk surgawi di alam ini tidak kekal. Mereka akan mati karena salah satu dari empat sebab, yaitu : usianya telah genap, buah kebajikannya telah habis, terlena dalam kenikmatan hingga lupa makan, murka atau irihati. Oleh karena kondisi alam seperti yang sudah diuraikan diatas, maka para Buddha selalu dilahirkan sebagai manusia karena bisa mengenali sifat atau hakekat sejati alam semesta dan alam kehidupannya.

Senin, 22 Oktober 2018

Hukum Karma & Doa.


Biar mereka itu Profesor, Doktor atau PhD sekalipun, banyak yang memahami bahwa, semuanya Tuhan yang mengatur. Kalau semua Tuhan yang mengatur, mengapa kita harus berusaha, harus belajar, harus bekerja keras dan lain sebagainya?. Bukankah Tuhan sudah mengatur semuanya? Maka dari itu, banyak orang yang hobby nya berdoa, sehingga mengurangi waktu bekerja untuk menghasilkan sesuatu. Pemahaman tentang “semuanya Tuhan yang mengatur” tersebut diatas lumayan menyesatkan. Berdoa & berharap agar terwujud hasil & kondisi yang menyenangkan itu manusiawi & baik-baik saja, akan tetapi akan lebih baik jika dilakukan sesudah kita mengerjakan sesuatu untuk mencapai hasil yang dimaksud, agar menjadi jelas & logis. Contoh doanya adalah sebagai berikut : “Semoga dengan kebajikan & pekerjaan yang telah saya lakukan sampai dengan saat ini, akan membuahkan kebahagiaan & hasil yang baik, dalam bentuk terhindar dari kemalangan, penderitaan & kegagalan. Semoga semua makhluk berbahagia”.
Jika doa dikabulkan Tuhan, kira-kira pertimbangan apakah sehingga Tuhan mengabulkan doa? Karena tidak mungkin Tuhan mengabulkan doa tanpa pertimbangan, atau tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan (adil), hanya acak (random) belaka. Alasan “adil” itu, yang mana berlaku untuk semuanya (equal threatment), hanya bisa terjadi jika memenuhi hukum sebab & akibat. Jika ada sebabnya maka akan berakibat. Oleh karena itu, di alam semesta ini sistem nya sudah ada, hukum-hukum yang berlaku untuk alam semesta sudah ada. Tuhan tidak perlu lagi sibuk sibuk mengurus alam semesta. Semuanya berjalan secara otomatis. Manusia tinggal menggali, mempelajari untuk mengetahui secara persis hukum-hukum yang ada tersebut. Pendahulu-pendahulu kita sudah banyak yang melakukan penggalian tersebut. Guru agung manusia & dewa sudah menemukan hukum-hukum yang benar, yang berlaku di alam semesta, dan telah mengetahui (membuktikan) semua rahasia alam semesta ini dengan sebenar-benarnya. Kita manusia tinggal mengindahkan saja yang sudah dibabarkan oleh Guru Agung. Dan yang paling penting, yang seyogyanya kita sikapi dengan baik & benar adalah, berlakunya hukum universal alam semesta, yaitu hukum karma, hukum sebab-akibat atau hukum tabur-tuai. Namun demikian, boleh saja kita tidak meyakini atau tidak mempercayai semua yang sudah ditemukan, sudah digali atau sudah dibuktikan oleh Guru Agung. Semua sebab-sebab yang telah kita buat akan menghasilkan akibat-akibat yang akan kita terima di kemudian masa.

Minggu, 21 Oktober 2018

Hukum Karma.

Keselamatan itu bukan dari Tuhan yang personal. Melainkan dari diri sendiri, yang piawai menyikapi dengan baik dan benar berlakunya hukum universal alam semesta. Perbuatan baik yang kita tabur dan kita rawat dengan baik, kelak jika kondisi yang mendukung telah tiba, baik di kehidupan saat ini, atau di alam-alam (kehidupan) berikutnya setelah kita mati, akan membuahkan kebahagiaan yang lebat (banyak). Demikian pula sebaliknya. Aku adalah pemilik karma ku sendiri, pewaris karma ku sendiri, terlahir dari karma ku sendiri, berhubungan dengan karma ku sendiri, terlindung oleh karma ku sendiri. Apapun karma yang kuperbuat, baik atau buruk, itulah yang akan ku warisi.

Kamis, 18 Oktober 2018

Memberi.



Kita bisa memberi tanpa harap kembali.
Mengapa?
Karena memberi itu menyenangkan.

Rabu, 17 Oktober 2018

Kegelapan Batin.

Bukan hanya kebencian dan keserakahan yang silih berganti mempengaruhi manusia, tetapi sumber keserakahan dan kebencian itu sendiri menampakkan dirinya dengan amat jelas menguasai banyak orang. Sumber itu adalah kegelapan batin.
Tidak ada lagi cahaya terang dalam berpikir, berkata, dan berbuat.
Kegelapan batin membuat manusia tidak bisa lagi membedakan antara yang baik dan berguna, juga antara yang jahat dan merugikan.
Kegelapan batin membutakan banyak orang dari kebajikan, kemudian menganggap kejahatan sebagai kelaziman.
Dalam kebutaan batin, maka nafsu mendapat kenikmatan materi yang lebih banyak dan mudah, sekalipun diraih dengan perbuatan yang sangat merugikan, bahkan menghancurkan yang lain menjadi obsesinya.
Fenomena tentang tidak sadarnya seseorang melakukan tindak kejahatan, sehingga tidak ada rasa bersalah, bahkan sebaliknya ia menjadi bangga, dan puas dengan keberhasilannya, itu benar-benar sangat memprihatinkan.
Kegelapan batin yang sangat hebat, yang mengakibatkan tidak ada lagi secercah sinar pencerahan, akan menghantui kehidupan ini.
Kegelapan batin itu tidak hanya membuat jiwa seseorang menjadi gelap, tetapi juga menimbulkan keonaran dalam keluarga, kericuhan di dalam masyarakat, kekerasan, kekejaman, pelecehan hukum, dan juga pembunuhan.
Kegelapan batin yang bersekutu dengan kekuasaan, senjata, bahkan teknologi, akan menghancurkan tatanan dunia, peradaban, serta kemanusiaan.
Bahkan seringkali dengan memakai dalih membela kebenaran, menegakkan keadilan, membangun demokrasi, menjaga hak azasi, ataupun mencintai agama, kegelapan batin itu mendorong tindak kekerasan, karena seolah-olah mendapatkan pembenaran, tetapi berakibat sangat memilukan.
Bumi ini seolah-olah menangis menyaksikan perilaku umat manusia dalam amuk kegelapan.
Akan tetapi, masih adakah harapan bagi kedamaian?
Setiap umat beragama harus masih mempunyai harapan itu, betapa pun lemahnya cahaya pencerahan.
Keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin berada serta berasal dari dalam diri tiap orang.
Bencana kemanusiaan yang tragis, adalah akibat yang harus dipikul manusia atas perbuatannya sendiri.
Betapa pun sulit dan lemahnya suara pencerahan, tetapi merupakan kewajiban bagi tiap orang untuk membangun, dan mengukuhkan keyakinan atas tanggung jawab tiap perbuatannya.
Sikap menghargai tiap kehidupan, mencintai sesama manusia, menerima perbedaan sebagai realitas kehidupan, harus menjadi tema utama pendidikan seutuhnya.
Mencintai dan mengasihi, akan membuat seseorang mampu mengendalikan diri, dan memahkotai hidup keseharian dengan etika.
Sungguh tidak mudah menembus kegelapan batin dengan kasih sayang bagi semuanya. Tetapi, marilah kita mengajak diri kita sendiri dulu, untuk membuat komitmen yang kuat, dan juga terus menerus berlatih untuk mengusir kegelapan batin dengan kasih sayang.
Tanpa ada komitmen yang kuat, dan latihan mental yang terus-menerus, kegelapan batin ini tidak mungkin bisa pudar hanya dengan menampilkan simbol-simbol, ritual, ataupun wacana-wacana keagamaan semata.
Dengan memulai dari diri sendiri, kita memberikan keteladanan, dan mengajak keluarga kita, serta semua orang.
(Bhante Sri Pannavaro Mahathera)

Selasa, 16 Oktober 2018

Alam Manusia.



Sebelum dijelaskan tentang Alam Manusia atau Manussabhumi, terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat tentang Kammabhumi, Apayabhumi atau 4 Alam Kemerosotan, dan Kammasugatibhumi.
Kammabhumi adalah alam kehidupan dimana makhluk-makhluk yang ada di dalamnya adalah makhluk-makhluk yang sangat terikat dengan pancaindera, selalu ingin memuaskan nafsu-nafsu inderawinya. Kammabhumi terdiri dari Apayabhumi dan Kammasugatibhumi. Alam Manusia yang disebut Manussabhumi termmasuk dalam Kammasugatibhumi.
Apayabhumi atau 4 Alam Kemerosotan adalah alam kehidupan yang menyedihkan, makhluk-makhluk yang ada di dalamnya mengalami penderitaan. Alam terbaik dari 4 alam ini adalah Alam Binatang.
Kammasugatibhumi adalah alam kehidupan dimana makhluk-makhluk yang ada di dalamnya menikmati kesenangan inderawi, kecuali di alam manusia atau Manusabhumi dimana penghuninya yaitu manusia bisa menikmati kesenangan-kesenangan inderawi maupun didera penderitaan, hal ini sangat tergantung dari karma masing-masing dan bagaimana cara manusia bisa mengelola keinginan atau mengelola nafsu-nafsu inderawinya.
Sekarang akan diuraikan tentang Alam Manusia atau Manussabhumi.
Alam Manusia, dalam bahasa Pali disebut manussabhumi. ‘Manussa' terdiri dari dua kosakata, yaitu 'mano' yang berarti 'pikiran, batin', dan 'ussa' yang berarti 'tinggi, luhur, meningkat, berkembang'. Manussa atau manusia adalah suatu makhluk yang berkembang serta kukuh batinnya, yang tahu serta memahami sebab yang layak, yang tahu serta memahami apa yang bermanfaat dan apa yang tidak bermanfaat, yang tahu serta memahami apa yang merupakan kebajikan dan apa yang merupakan kejahatan.
Manusia yang bertempat tinggal atau hidup di empat jaman atau empat masa, yaitu masa Uttarakurudipa, masa Pubbavidehadipa, masa Aparagoyanadipa, dan masa Jambudipa. Umat manusia yang berada di masa Uttarakurudipa berusia sampai seribu tahun, yang berada di masa Pubbavidehadipa berusia sampai tujuh ratus tahun, yang berada di masa Aparagoyanadipa berusia sampai lima ratus tahun, sedangkan yang berada di masa Jambudipa berusia tidak menentu, tergantung kadar kebajikan serta kesilaan yang dimiliki. Pernah terjadi bahwa umat manusia tidak begitu mengindahkan kebajikan serta kesilaan sehingga usia rata-rata umat manusia menjadi sependek 10 tahun.
Pada jaman Guru Agung (Tathagata), usia rata-rata umat manusia ialah 100 tahun. Diprakirakan bahwa setiap satu abad, usia manusia memendek selama satu tahun. Karena Guru Agung telah mangkat sejak dua puluh lima abad yang lampau, usia rata-rata umat manusia pada saat sekarang ini ialah 75 tahun.
Seorang Sammasambuddha, yaitu orang yang mencapai tahap ke-Buddha-an, atau orang yang telah berhasil meraih penerangan sempurna dengan usaha sendiri dan memiliki pengikut, tidak akan muncul apabila usia rata-rata manusia lebih pendek dari 100 tahun, karena kesempatan bagi kebanyakan orang untuk dapat memahami kebenaran Dhamma terlalu singkat, tetapi juga tidak akan muncul apabila lebih panjang dari 100,000 tahun, karena kebanyakan orang akan merasa sulit untuk dapat menembus hakikat ketidak-kekalan atau kefanaan hidup. Seorang Sammasambuddha hanya terlahirkan di masa Jambudipa, tidak pernah terlahirkan di tiga masa lainnya, apalagi di alam-alam kehidupan selain alam manusia.
Kitab Majjhima Nikaya bagian Mulapannasaka, memberikan penjelasan secara rinci, mengapa manusia mempunyai keadaan yang berbeda. Orang yang dalam kehidupan lampau suka membinasakan, atau membunuh makhluk lain, niscaya akan terlahirkan sebagai manusia dengan umur pendek, yang suka menganiaya atau menyiksa makhluk lain, niscaya akan dihinggapi banyak penyakit, yang suka murka atau marah, niscaya akan berparas buruk, yang suka cemburu atau irihati niscaya akan tak berwibawa, yang suka berdana atau murah hati, niscaya akan memiliki kekayaan melimpah, yang suka bersikap angkuh atau sombong, niscaya akan terlahirkan di keluarga yang rendah, yang tidak gemar menimba ilmu pengetahuan atau memperdalam pengertian Dhamma, niscaya akan terlahirkan dengan sedikit kebijaksanaan. Demikian pula kebalikannya. Selaras dengan ilmu pengetahuan modern, dalam Agganna Sutta disebutkan bahwa umat manusia di bumi ini adalah suatu hasil evolusi yang panjang. Manusia bukanlah suatu makhluk yang pada saat pertama kali muncul / lahir di dunia ini sudah berbentuk, berupa atau berwujud seperti sekarang ini. Dalam wejangan tersebut juga dijelaskan, bahwa bumi beserta isinya ini, terbentuk dalam suatu proses yang amat panjang, bukan diciptakan secara gaib selama enam hari pada sekitar 6,000 tahun yang lampau, sebagaimana yang ditafsirkan dari suatu Kitab Suci.