Mengapa kita dilahirkan? Karena kita membuat proses
kelahiran, kita membuat karma yang bermacam-macam untuk mempertahankan
keterikatan kita pada kenikmatan, sehingga kemudian setelah mati dilahirkan
kembali dan sengsara kembali. Mengapa kita membuat karma yang bermacam-macam?
Karena kita mempertahankan kemelekatan kita, kita melekat, karena kita memiliki
hawa nafsu (tanha). Itulah yang menyebabkan kita terikat, melekat pada
kenikmatan. Mengapa bisa timbul hawa nafsu? Karena kita bisa merasakan nikmat
dan senang, maka kita ingin menikmati kenikmatan dan kesenangan itu
berulang-ulang, yang menimbulkan kemelekatan, kemudian kita berjuang
mati-matian dengan menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kemelekatan
itu. Perbuatan inilah yang memperpanjang proses penderitaan, menyebabkan kita
dilahirkan kembali, sengsara, menderita, dan akhirnya mati kembali. Mengapa
kita bisa merasakan nikmat? Karena kita bisa kontak dengan dunia luar, timbul
perasaan senang dan nikmat, kenikmatan ini menimbulkan keinginan yang
berulang-ulang menyebabkan kita melekat. Keterikatan dan keterpikatan ini
menyebabkan kita melakukan segala usaha dan cara untuk mempertahankannya.
Inilah sebab musabab kita menderita.
Mengapa kita bisa kontak? Karena kita mempunyai indera;
mata, hidung, telinga, lidah, tubuh (kulit) dan pikiran.
Patticca Samuppada (Sebab Musabab Yang Saling
Bergantungan) merupakan Penemuan yang spektakuler. Penemuan ini dipersembahkan
kepada kita. Dan sekarang kita bercermin dan berpikir apakah kewajiban kita?
Kewajiban kita, pada saat mata, telinga, lidah, hidung, tubuh dan pikiran kita
kontak dengan dunia luar, saat itu kita harus waspada. Inilah kewajiban kita.
Jika kita tidak waspada, maka akan timbul hawa nafsu. Hawa nafsu inilah yang
mendorong kita untuk menikmati kenikmatan yang berulang-ulang.
Sementara orang mengatakan, sekarang ini agama sangat
sulit dijalankan, sekarang ini Dhamma sulit dilaksanakan. Kalau sulit, bukankah
agama atau Dhamma sudah tidak sesuai lagi dengan zaman? Sesungguhnya, bukan
salah agama atau Dhamma; bukan agama-agama atau Dharma itu yang sulit
dilaksanakan, tetapi karena manusia sudah terlalu besar hawa nafsunya, sehingga
rasanya terlalu 'sulit' untuk melaksanakan Dhamma. Kalau ilmu pengetahuan dan
teknologi maju, sedangkan kehidupan spritual dilupakan, maka kemajuan materi
yang tidak diimbangi dengan kemajuan spritual / rohani, akan mendorong kita
untuk mencari kenikmatan murahan. Kenikmatan murahan adalah kenikmatan spontan.
Tetapi manusia lupa, bahwa kenikmatan yang spontan adalah kenikmatan yang
murahan.
Mengapa orang mencari kenikmatan dalam minuman keras,
dalam makanan yang berlebihan, di dalam seks, pakaian yang berlebihan,
kekuasaan yang berlebihan?
Sesungguhnya ada kenikmatan yang lebih tinggi! Orang
bijaksana akan meninggalkan kenikmatan murahan seperti itu, untuk merebut dan
meraih kenikmatan yang lebih tinggi. Mengapa engkau mencari kenikmatan di dalam
minuman keras? Mengapa engkau tidak bermeditasi? Sesungguhnya kenikmatan
bermeditasi ini jauh... jauh lebih nikmat ketimbang kenikmatan minum minuman
keras. Alangkah bedanya, seperti langit dan bumi, kalau kita bandingkan.
Tinggalkan kenikmatan murahan, mari kita berjuang untuk mencapai kenikmatan
yang lebih tinggi. Inilah tugas dan kewajiban kita. Inilah yang membuat sukses
manusia Sidharta! Kalau dia tidak rela meninggalkan kenikmatan murahan,
Sidharta tidak mungkin dikenal sampai saat ini. Hingga sejarah tidak mungkin
melupakan putranya yang terbaik, Sang Buddha Gotama. Sepanjang masa, nama-Nya
tetap harum, tidak lain karena Beliau telah meninggalkan kenikmatan murahan
untuk meraih kenikmatan yang lebih tinggi. Enam tahun Sidharta sengsara,
seujung rambut pun tidak ragu, maju terus, untuk merebut pengetahuan dan
Penerangan Sempurna.
(Tulisan tanpa video oleh Yang Mulia Bhante Sri Pannavaro Mahathera).