Translate

Minggu, 06 Mei 2018

Jhana & Pencapaiannya.


"Bagai ingin menangkap ikan dalam wadah dengan air berlumpur,
Upaya menangkap dalam kekeruhan sangatlah melelahkan.
Seorang bijak hanya akan dengan waspada merendam tangannya di bawah air keruh,
Menanti ikanlah yang menabrak tangannya.”


Dengan memahami ini, kita dapat mempelajari bahwa, Jhana yang dikatakan sebagai tingkat pencapaian dalam meditasi sebenarnya justru tidak dapat dicapai, melainkan hanya mungkin tercapai.
Kata “dicapai”, berarti usaha yang dilakukan terwarnai kemelekatan dan nafsu keinginan, menekankan hasil.
Kata “tercapai”, berarti usaha yang dilakukan berdasarkan keikhlasan dan kestabilan batin, menekankan proses.


Dalam perumpamaan ikan dan wadah air berlumpur,
Bila sibuk mengejar ikan dalam wadah tersebut, justru kondisi akan semakin keruh dan menghabiskan banyak tenaga tanpa hasil.
Bila bersabar dan dengan tenang merendam tangan dalam air, menunggu dalam kewaspadaan, ketika ikan menyentuh tangan, segera menangkapnya dengan cekatan, akan jauh lebih menghemat tenaga, dan justru membuahkan hasil.
Sehingga, dengan demikian, terpahami bahwa, pengendapan lumpur adalah bagian yang sangat penting dalam tercapainya “tujuan” meditasi.
Ada yang bertanya, mengapa banyak yang belajar meditasi tidak dapat memperoleh “hasil”?
Banyak penyebab yang terlihat berbeda namun sebenarnya  bersumber sama, lumpur batin.
Sehingga, dengan demikian, terpahami bahwa, pengendapan lumpur adalah bagian yang sangat penting dalam tercapainya “tujuan” meditasi.


Apa saja yang dapat mengendapkan lumpur batin?
Apakah Samatha saja cukup? Seperti yang diajarkan Guru Agung Sakyamuni, tiga langkah menuju kebijaksanaan adalah Sila, Samadhi, dan Panna.
Dengan demikian, terpahami bahwa, upaya terpenting pertama dalam pengendapan lumpur batin, adalah menjaga sila.
Semakin sila terjaga dan termurnikan, semakin batin terjaga dan termurnikan.
Semakin halus sila dijaga, semakin halus batin terkonsentrasi.


“Sila adalah pengendap lumpur-lumpur kasar dalam batin,
Samatha adalah pengendap lumpur-lumpur halus dalam batin,
Vipassana adalah kelanjutan upaya setelah batin terjernihkan.
Ketika upaya dilanjutkan tanpa henti, tanpa ketergesa-gesaan,
Jhana terbit sealami fajar menyingsing di ufuk timur.”

Sabtu, 05 Mei 2018

Agama.


Semua ajaran agama diperoleh dari katanya, kata buku, kata manusia. Agama juga buatan manusia, atau mungkin ada yang berasal dari manusia yang berhasil berkomunikasi dengan makhluk super tertentu sebagai sumber ajaran agama yang dimaksud, bukan berasal dari Tuhan. Tuhan (Yang Maha Kuasa) yang bukan oknum atau pribadi itu yang berada diluar ruang & waktu hanya “merestuinya” saja.

Alam semesta ini sudah sempurna, sudah lengkap berkat “restu” Yang Maha Kuasa tadi. Meskipun agama itu di dunia ini ada ribuan jumlahnya tetapi hanya ada satu yang paling benar, yang diperlukan manusia, yang mestinya dipedomani bahkan oleh makhluk lain sehingga mereka bisa meniti perjalanan hidupnya menuju kearah yang benar, yang paling baik. Semua ajaran agama yang baik bisa mengantarkan pemeluknya menuju ke kehidupan di alam berikutnya yang menyenangkan yang beraneka ragam itu, kecuali mengantarkan ke kebahagiaan yang hakiki haruslah mempraktekkan satu ajaran agama yang paling benar tersebut diatas.

Cara mengetahui agama manakah yang paling benar itu adalah dengan  mempelajari kitab sucinya, membaca & merenungkannya dengan akal (logika) yang sehat, logika yang jernih, yang netral tak terkontaminasi oleh persepsi-persepsi atau pemahaman-pemahaman yang sudah ada & melekat erat di pikiran. Harus di-logika & didiskusikan dengan banyak orang yang berpikiran sehat, yang berpikiran jernih lainnya. Ajaran agama itu hendaknya dilihat, dipelajari & dibuktikan sendiri kebenarannya (ehipassiko), bukan diyakini begitu saja (diimani).

Agama yang baik tentulah mengajarkan untuk tidak serakah, tidak membenci & tidak dungu (delusi), dan mengajarkan untuk banyak berbuat baik, menghindari perbuatan jahat dan mensucikan hati & pikiran. Mempraktekkan ajaran agama yang baik pada prinsipnya adalah mengembangkan kerelaan, kemoralan & konsentrasi (meditasi) dengan benar dalam upaya mengkikis habis kekotoran bathin & mencapai kesucian yang sempurna (enlightened) menjadi Arahat (orang suci).

Masuk Surga.


Masuk surga itu bukan karena menyembah & doa tapi karena kelakuan.

Konsentrasi Benar.

Konsentrasi Benar (Meditasi / Samadhi) adalah unsur kedelapan dari Jalan Mulia Berunsur Delapan, yang sangat terkait dengan perjalanan hidup manusia dalam mencapai kebebasan (kebahagiaan) yang hakiki (terlepas dari belenggu Samsara), yang harus difahami & dipraktekkan dengan benar & sungguh-sungguh.

Konsentrasi Benar adalah latihan meditasi dengan benar untuk mencapai jhana-jhana. Dengan demikian seorang praktisi mengeluarkan segala kemampuannya dalam praktek bermeditasi, yaitu memusatkan pikiran kepada suatu objek pikiran hingga mencapai konsentrasi penuh dan masuk kedalam kondisi meditatif (Jhana). Biasanya, pelatihan meditasi dapat ditempuh melalui pengaturan pernapasan (anapanasati), melalui visualisasi benda (kasina), dan melalui pengulangan kalimat-kalimat tertentu. Meditasi dilakukan untuk menekan lima gangguan (Nivarana) guna memasuki jhana. Lima gangguan (Nivarana) itu adalah : nafsu keinginan, kebencian, kemalasan, kecemasan & keragu-raguan. Jhana merupakan sebuah media guna pengembangan kebijaksanaan dengan menanamkan pengertian dan menggunakannya untuk menguji kesungguhan suatu fenomena dengan pengenalan langsung. Hal ini membantu mengurangi kekotoran bathin, merealisasikan dhamma (memahami kebenaran) dan, pada akhirnya, mencapai kesadaran diri. Selama berlatih meditasi, seorang praktisi harus memeriksa dan membuktikan pandangan benar mereka. Pada proses demikian, pengetahuan benar akan timbul, dan diikuti dengan pembebasan sesungguhnya.

Ada bermacam-macam cara bermeditasi : memusatkan pikiran dengan duduk bersila, berbaring, berdiri, berjalan, sambil bekerja dan sebagainya.

Seperti sebuah pisau yang diasah, kesadaran konsentrasi meditasi memotong semua ilusi guna melihat dunia secara langsung. Praktisi mempercayai bahwa persepsi langsung bukan hanya memungkinkan, namun benar adanya.

Ada 2 (dua) macam meditasi, yaitu :

1). Samatha-bhavana = Meditasi untuk mendapatkan ketenangan bathin melalui Jhäna-Jhäna, seluruhnya ada sembilan tingkatan Jhana, yaitu : lima tingkat Rupa-Jhana, dan empat tingkat Arupa-Jhana.

2). Vipassanä-bhävanä = Meditasi untuk memperoleh Pandangan Terang tentang hidup, tentang hakikat sesungguhnya dari benda-benda melalui perenungan-perenungan terhadap tubuh, perasaan, kesadaran & bentuk-bentuk pikiran.

Tujuan dari latihan-latihan meditasi ialah untuk menyingkirkan Nivarana yang dianggap sebagai rintangan untuk memperoleh Ketenangan Bathin maupun Pandangan Terang tentang hidup dan hakekat sesungguhnya dari benda-benda.

Jumat, 04 Mei 2018

Nasib Manusia.


Manusia dilahirkan dengan kondisi yang berbeda-beda, ada yang dilahirkan dari orang tua yang miskin, orang tua kaya, lahir dengan body & wajah cantik, lahir cacat dan sebagainya. Yang pasti Yang Maha Kuasa itu adil. Terus kenapa demikian??? Silahkan cari sendiri jawabannya yang paling tepat di Laptop / Smartphone anda masing-masing yang mana adalah merupakan "Kitab Suci" kekinian+++ Semua jawaban ada disana, dan diperlukan campur tangan logika smart (logika+++) dari kita juga. Hehe...

Tuhan-nya orang Jawa.

Tuhan itu menurut orang Jawa adalah :
Gesang tanpo roh, kuwaos tanpo piranti, tan wiwitan daton wekasan, tan keno kinoyo ngapo, ora jaman ora makam, ora arah ora enggon, adoh tanpo wangenan, cedhak tanpo gepokan (senggolan), ora njobo ora njero, lembut tan keno jinumput, gedhe tan keno kiniro-kiro.
Artinya :
Hidup tanpa roh, kuasa tanpa alat, tanpa awal tanpa akhir, tak dapat di-apa-siapa-kan, tak kenal jaman maupun perhentian, tak berarah tak bertempat, jauh tak terbatas, dekat tak tersentuh, tak diluar tak didalam, halus tak ter-pungut, besar tak terhingga.
Jelas kan kalau pemahaman orang Jawa itu jauh lebih bagus dari keyakinan-keyakinan impor yang datang yang mengatakan seolah-olah Tuhan itu adalah sosok, pribadi atau oknum yang punya mau, suka menghukum, melaknat, mencobai, memberi hadiah, pencemburu dan lain-lain.