Bolehkah seorang
bhikkhu menceritakan pengalaman meditasinya dan atau mengaku sampai ke tingkat
berapa pencapaian jhananya? Atas masalah ini ada beberapa tanggapan, pertanyaan
dan pernyataan yang telah tercatat, antara lain sebagai berikut :
1. Seorang
bhikkhu tidak boleh menceritakan pencapaian Jhana nya, hal itu melanggar Pacittiya
dan mengarah pada penghidupan salah.
2. Boleh tapi cuma kepada sesama Sangha. Kalau kepada umat awam itu dilarang oleh Vinaya. Ke
sesama anggota Sangha pun biasanya hanya ke guru dan teman praktik atau
otoritas Sangha. Menceritakan pencapaian kepada umat hanya akan menghambat
kemajuan spiritual bhikkhu, dan malah mengembangkan kesombongan, serta
mengundang banyak masalah bagi bhikkhu itu sendiri.
3. Menceritakan
mengenai pencapaian Jhana boleh. Tapi kalau mengaku tidak boleh. Bhikkhu akan
menjawab apabila ditanya, itupun ada aturannya.
4. Kepada
anupasampanna, yang belum ditahbiskan, kepada perumahtangga dan Samanera, seorang
bhikkhu tidak boleh menceritakan pencapaian Jhana maupun kesaktiannya meskipun
itu benar, apalagi jika itu bohong. Jika seorang bhikkhu berbohong tentang
pencapaian khusus tersebut, ia melanggar Parajika, dan perlu lepas jubah.
5. Bagaimana
kalau yang mencapai Jhana itu seorang awam? Apa boleh memberi tahu
pencapaiannya? Ada yang menjawab : Bebas, terserah dia. Seseorang tidak
dibenarkan menyatakan bahwa seseorang tidak boleh menceritakan pencapaiannya.
Lihat saja di Tipitaka berapa banyak yang mencapai tingkatan Jhana dan
menyatakannya. Jika tujuannya untuk memotivasi orang lain itu boleh asalkan
jangan timbul kesombongan. Walau demikian tentu banyak juga yang sembarangan
bicara, menganggap diri terlalu tinggi, tidak mencapai tingkatan Jhana tapi
mengira mencapainya.
6. Di
aturan Parajika nomor 4 bisa memiliki penafsiran berbeda. Apabila seorang
bhikkhu yang tidak mempunyai kemampuan apa-apa menyatakan bahwa ia memiliki
kesaktian atau kesucian yang sebenarnya tidak dimilikinya dengan mengatakan :
“Saya tahu ini, saya lihat ini” dan setelah itu pada kesempatan lain baik
diperiksa atau tidak, terjatuh dalam kesalahan dan ingin membersihkan diri lalu
berkata : “Teman, tidak tahu saya katakan ‘Saya tahu’; tidak melihat, saya
katakan ‘Saya melihat’; apa yang saya akan katakan adalah berlebihan dan salah,
maka kecuali hal itu karena salah perkiraan, maka bhikkhu itu terkalahkan dan
tidak boleh lagi berada dalam Sangha.
7. Di
aturan Mussavada Vagga nomor 8, apabila seorang bhikkhu mengatakan kepada
seorang umat awam tentang kemampuan gaib yang dimilikinya, maka ia melanggar
peraturan pacittiya, melanggar sila ke 4. Jika ia sebenarnya tidak memiliki
kemampuan itu - tidak ada sangkut pautnya dengan Patimokkha. Tidak ada sanksi
dari Sangha.
8. Peraturan
Parajika nomor 4, melarang seorang Bhikkhu mengutarakan secara tidak benar bahwa
ia telah mencapai kekuatan supranormal tertentu, yakni pencapaian meditasi
penyerapan Jhana, yang mana adalah pencapaian kekuatan adi duniawi, ataupun
pencapaian salah satu tingkat Ariya, yang mana ada unsur berbohong, membual
mengenai pencapaian. Pacittiya adalah peraturan yang membutuhkan pengakuan. Di
aturan Pacittiya pada Mussavada Vagga nomor 8, seorang bhikkhu dilarang berbicara
tentang pencapaian supranormal dirinya kepada seseorang yang belum di-upasampadā
penuh. Mengenai pengakuan pengalaman meditasi tentunya memiliki batas-batas
tertentu yang dapat disampaikan kepada umat yang belajar meditasi. Kalau
gurunya tidak punya pengalaman meditasi, bagaimana bisa menjelaskan teori kepada
murid-muridnya? Kalau muridnya mengalami rintangan bagaimana sang guru dapat
memberikan petunjuk cara mengatasinya? Kalau lebih dari itu bhikkhu akan
berhati-hati mengungkapkannya.
9. Ada
yang menyatakan sebagai berikut : berhentilah menilai perbuatan orang lain. Boleh
dan tidak boleh menceritakan pencapaian Jhana itu relatif, berdasarkan niat dan
tujuannya. Masing-masing sudah mewarisi karma dari perbuatannya. Jika maksud
dari bercerita pengalaman meditasi itu adalah supaya pendengar terinspirasi, tertarik
untuk bermeditasi atau agar memiliki pengetahuan, maka cara, teknik atau tips bermeditasi
yang diuraikan itu tentu hal yang baik. Sementara jika ceritanya adalah
memamerkan kebolehannya karena dorongan ego, maka kelak akan ada konsekuensinya.
10. Ada
juga yang bilang begini : Sebagai Umat Awam sebaiknya jangan menggunjingkan
Anggota Sanggha. Karma Buruk Tanggung Sendiri.
11.
Ada
juga yang berpendapat begini : mungkin bukan soal boleh atau tidak boleh. Akan
tetapi ketika ada umat atau ada seseorang yang bertanya, mungkin akan di jawab
sesuai pengalaman bila itu bisa menbantu si penanya menghadapi rintangan. Namun
yang menjadi catatan adalah, biasanya yang bersangkutan bercerita seolah olah itu
pengalaman orang lain, maksudnya untuk menghindari kata saya, bahwa sudah pada
tahap pencapaian Jhana dan seterusnya. Jadi rasanya ketika seseorang mencapai
tingkatan sammadhi, mencapai tingkatan Jhana atau tingkat kesucian, beliau
tidak akan mengklaim dan mengumumkan bahwa aku telah mencapai ini dan itu.
Tidak mengatakan secara langsung, melainkan menunjukkan tindak tanduk
sebagaimana adanya sesuai faktor-faktor dalam tingkatan itu. Menceritakan itu
boleh saja asalkan bermanfaat untuk orang lain dalam upayanya merealisasi
pembebasan.
Demikianlah pembahasan singkat mengenai masalah Pencapaian Jhana oleh Seorang Bhikkhu. Semoga bermanfaat.