Translate

Jumat, 14 Juni 2019

Yang Maha Kuasa (c)

Yang Maha Kuasa atas alam semesta (yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata) beserta segala isinya bukanlah sosok atau pribadi, termasuk sosok super sekalipun. Karena yang namanya bentuk maupun fenomena itu tidak ada yang maha kuasa, tidak ada yang kekal, akan berubah. Jika bisa berubah, maka itu tidak maha kuasa, karena tidak bisa mengatur dirinya sendiri. Yang maha kuasa itu secara logika adalah “Ketentuan”. Dan ketentuannya jika ada “Sebab” maka akan menimbulkan “Akibat”. Jika ada “Aksi” maka akan ada “Reaksi”. Lalu siapakah yang menciptakan ketentuan itu? Tidak ada. Kalau ada yang menciptakan ketentuan, maka sang pencipta tersebut tunduk kepada yang namanya “Ketentuan” juga. Kalau ada sesuatu yang kekal tanpa awal dan tanpa akhir, maka ketentuannya memang seperti itu, kekal dan tanpa awal dan tanpa akhir. Jadi jelaslah disini bahwa yang namanya “ketentuan” itu diatas segalanya. “Ketentuan” itu Maha Kuasa. Segala bentuk maupun fenomena, atau segala wujud maupun kejadian itu tidak ada yang kekal, akan berubah. Wujud ataupun fenomena itu dapatlah dikatakan sebagai kata benda, makanya tidak kekal, akan berubah. Dan kalau bisa berubah karena keadaan maka itu tidak maha kuasa. Sedangkan yang disebut “Ketentuan” itu adalah kata sifat, makanya kekal. “Ketentuan” itu bisa difahami sebagai “Hukum Alam” (hukum universal alam semesta).
Jadi yang seharusnya disikapi dengan baik dan benar oleh manusia dan makhluk lainnya itu, tidak lain dan tidak bukan adalah ketentuannya bagaimana, ketentuannya seperti apa. Ketentuan-ketentuannya itulah yang harus dicari tahu, bukan diyakini atau dikira-kira, atau diimajinasikan, harus dicari. Sebelum tahu seperti apa ketentuannya, maka bolehlah dinalar dulu oleh pikiran dan akal sehat kita terlebih dahulu yang memang kita punyai.
Ketentuan-ketentuan dari segala sesuatu atau hukum-hukum universal alam semesta itu sudah ditemukan semuanya oleh Tatagatha, sang Guru Agung Manusia dan Dewa, kita tidak perlu mencarinya lagi, kita tinggal membuktikan kebenarannya saja. Dan untuk membuktikan sudah ada caranya. Segala sesuatu itu perlu dibuktikan kebenarannya agar kita tidak mempunyai pandangan yang salah dan agar tidak tertipu. Kata orang, kata buku, dan juga kata kitab suci itu harus dibuktikan sendiri kebenarannya. Anda jangan percaya begitu saja dengan katanya, kata orang atau kata kitab suci sekalipun. Mengapa? Karena kitab suci itu banyak. Kalau kita tidak percaya dengan salah satu kitab suci, secara logika boleh dong kita tidak percaya dengan semua kitab suci? Tapi jangan begitu, setiap kitab suci mempunyai ajaran yang baik dan benar. Secara logika, ketentuannya pastilah ada kitab suci yang benar, karena alam semesta itu sempurna, kalau ada masalah pasti ada solusinya.
Kalau tadi dikatakan jangan percaya begitu saja dengan ini itu, maka jangan pula percaya begitu saja dengan tulisan dan juga kata-kata saya ini, semuanya harus jelas, harus masuk akal, masuk di logika atau logis. Sebelum anda membuktikan kebenaran sesuatu maka silahkan dinalar terlebih dahulu, termasuk yang saya katakan ini kira-kira benar atau salah?
Manusia hidup itu seharusnya mempunyai tujuan, mempunyai cita-cita terbaik, yaitu meraih kebahagiaan yang hakiki, kebahagiaan yang kekal abadi selamanya. Yaitu kebahagiaan yang bukan kebahagiaan inderawi, melainkan kebahagiaan non inderawi yang kekal.
Ketentuan atau cara-cara meraih cita-cita terbaik itu sudah juga ditemukan oleh Tatagatha, yaitu dengan menjalankan praktek Dana, Sila dan Samadhi, yaitu tekun berlatih mengembangkan Kerelaan, Kemoralan dan Konsentrasi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar