Translate

Kamis, 02 Februari 2023

Punna dan Parami

Tulisan ini disunting dari karya bhikkhu Revata.

Apakah perbedaan antara Parami atau kesempurnaan dan perbuatan baik atau Punna? Istilah lain untuk punna adalah kusala kamma atau kamma baik. Kusala kamma dan Parami tidaklah sama. Pemeluk agama lain juga melakukan perbuatan baik, apakah mereka memupuk Parami?

Buddhis dan non-Buddhis melakukan kamma bajik dalam hidup mereka. Sewaktu hidup, Tathagata kadang-kadang mengunjungi alam dewa. Mereka yang terlahir di alam dewa bertemu dengan Tathagata adalah karena kamma bajik masa lampau mereka.

Buddhis adalah orang yang percaya pada hukum kamma. Ketika mereka memupuk kamma bajik, mereka melakukannya dengan keyakinan pada hukum kamma. Mereka mengumpulkan kamma bajik yang bersekutu dengan kebijaksanaan.

Non-Buddhis juga mengumpulkan kamma bajik meskipun mereka mempunyai pandangan yang keliru. Jika, kamma bajik ini membuahkan hasil pada saat menjelang ajal, mereka mungkin terlahir di alam dewa juga. Akan tetapi karena dalam melakukannya tanpa keyakinan pada hukum kamma, maka istana surgawi mereka dan tingkat kemakmuran mereka akan lebih inferior dibandingkan dengan yang Buddhis. Dan meskipun mereka tidak mempunyai keyakinan pada hukum kamma, mereka tetap saja bertanggung jawab terhadap kamma mereka dan mengalami hasil kamma mereka. Hanya mereka, dan bukan orang lain yang bertanggung jawab terhadap kamma-nya. Kamma anda pada gilirannya merupakan alasan bagi kebahagiaan dan ketidakbahagiaan anda.

Sang Tathagata juga kadang-kadang mengunjungi alam neraka, beliau melihat mereka yang terlahir disana adalah karena mereka telah mengumpulkan kamma buruk. Mereka terlahir disana bukan disebabkan oleh orang lain tetapi semata-mata karena kamma buruk mereka sendiri, seperti membunuh, mencuri, melakukan seks yang salah, berbohong, dan mengkonsumsi yang memabukkan. Semua perbuatan buruk ini bisa mengakibatkan kelahiran kembali di empat alam penderitaan. Itulah sebabnya mengapa anda harus bertanggung jawab pada diri anda sendiri. Jangan berharap orang lain bertanggung jawab untuk anda, karena tidak ada seorang pun yang bisa mengambil tanggung jawab Anda.

Sekarang, apa perbedaan antara kamma bajik dan Parami?. Ketika Anda melakukan kamma bajik, Anda mungkin melakukan itu dengan niat untuk terlahir di alam bahagia, atau menjadi seorang yang kaya, makmur, berkedudukan sosial tinggi, dan lain sebagainya. Jika itu adalah niat yang melandasi perbuatan baik anda, maka anda hanya melakukan kamma bajik. Ini bukanlah cara memenuhi Parami.

Di sisi lain, anda bisa memberi dana, menjalankan moralitas atau duduk bermeditasi dengan niat mengakhiri penderitaan, atau untuk meninggalkan sebab penderitaan. Ini adalah cara untuk memupuk Parami.

Niat terlahir di alam bahagia, atau terlahir sebagai orang kaya, makmur, berkedudukan sosial tinggi, dan lain sebagainya. Itu adalah mengambil, bukan melepas. Ini adalah karena "Saya ingin! Saya ingin! Melakukan hal itu hanya memupuk lebih banyak kamma baik.

Kita harus melakukan kebaikan dengan niat untuk pelepasan dan berpikir : 'Saya ingin meninggalkan sebab penderitaan, membersihkan kotoran batin. Saya ingin mengakhiri penderitaan.' Cara berdana dan melakukan perbuatan baik seperti ini tidaklah mengambil, tetapi melepas - melepaskan sebab kemelekatan pada makhluk hidup dan benda mati. Ini adalah pelepasan kotoran batin.

Yang mana yang lebih baik, mengambil atau memberi? Sudah tentu, memberi adalah lebih baik. Oleh karena itu, mulai saat ini, apa pun yang akan anda lakukan, agar itu menjadi cara untuk memenuhi Parami, anda hendaknya membuat suatu aspirasi seperti berikut ini, 'Dengan melakukan ini, semoga saya bisa meninggalkan sebab dari penderitaan.' Maka perbuatan anda akan menjadi cara memenuhi Parami untuk perealisasian Nibbāna, mengakhiri penderitaan, dan mencapai pembebasan.

Demikianlah tulisan ini. Semoga bermanfaat.



Jumat, 27 Januari 2023

AMBISI PENYEBAB KERUNTUHAN

Seseorang yang memiliki sedikit modal namun bernafsu untuk mendapatkan posisi yang sangat tinggi merupakan penyebab kehancuran. Itu karena orang tersebut akan mengerahkan segenap upaya dengan segala cara untuk mewujudkan ambisinya. Biasanya orang seperti itu tidak akan bersaing dengan cara yang sehat dan adil, akan tetapi menggunakan cara-cara yang tidak baik misalnya memfitnah dan lain-lain. Memfitnah adalah salah satu dari sepuluh kamma buruk yang mempunyai kekuatan untuk menghasilkan kelahiran kembali di alam yang menyedihkan, itulah mengapa perilaku seperti ini disebut sebagai sebab untuk keruntuhan. Hal seperti itu sering terjadi di zaman sekarang. Ada orang-orang yang berambisi besar untuk mendapatkan posisi tertentu dengan menggunakan segala cara tanpa memikirkan akibat kamma-nya.

Apabila seseorang memenangkan suatu perlombaan namun tidak berlomba dengan cara yang benar dan adil, apa yang dapat dibanggakan dari kemenangan yang diperoleh dengan cara seperti itu? Bukankah kebanggaan dan kebahagiaan akan muncul bila seseorang menang dengan cara yang berintegritas, adil dan benar? Hal itu merupakan salah satu penyebab keruntuhan, menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan.

Bila kita merenungkan dengan bijaksana, apa sebenarnya tugas utama di dalam kehidupan kita ini? Apakah untuk meraih posisi yang penting? Tentu bukan. Tugas utama kita dalam kehidupan ini adalah memanfaatkan semua pengalaman kehidupan kita sehari-hari untuk memupuk pāramī (kesempurnaan tertinggi hal-hal baik) kita, melemahkan semua kilesa – yaitu kotoran batin dan kemudian menghancurkannya.

Sepuluh parami itu dapat diilustrasikan seperti otot-otot tubuh, misalnya otot bisep, trisep, dan lain-lain yang harus dilatih agar menjadi kuat dan besar. Demikian juga kita harus melatih otot-otot kesempurnaan berdana, kesempurnaan menjaga sīla, dan kesempurnaan lainnya supaya menjadi semakin kuat dan sempurna. Inilah sesungguhnya tugas penting di dalam kehidupan ini. Kita sekarang ini masih berputar-putar di dalam saṃsāra - yaitu mati dan terlahir kembali terus-menerus. Ada kemungkinan perjalanan tersebut tanpa akhir.

Jika Anda harus memilih antara mencapai cita-cita tetapi dengan mengorbankan kesempatan untuk menanam pāramī - dengan tidak mencapai cita-cita tetapi dapat memupuk pāramī - maka pilihlah yang kedua yaitu kesempatan untuk memupuk pāramī - karena hal ini yang dapat membuahkan ketenteraman dan kebahagiaan dalam kehidupan Anda.

Jadi, bila Anda berambisi untuk mendapatkan posisi sebagai seorang pemimpin atau apa pun, dan apabila untuk mencapainya Anda harus bersaing dengan orang lain - maka bersainglah dengan cara yang benar dan sehat tanpa disertai dengan kilesa, bersainglah dengan disertai tanpa keserakahan (alobha), tanpa kebencian (adosa) dan tanpa delusi (amoha). Dengan demikian Anda dapat memanfaatkan semua kejadian di dalam kehidupan ini sebagai ajang untuk melatih pāramī Anda, melatih hati Anda sehingga setiap kejadian dalam kehidupan Anda dapat digunakan untuk mengembangkan kualitas spiritual Anda. Inilah yang paling penting, bukan justru mencapai kesuksesan duniawi yang didapat dengan melanggar sīla atau melakukan kamma buruk.

Demikianlah tulisan ini - Semoga bermanfaat.

Senin, 23 Januari 2023

MELEPAS GENGGAMAN PADA DUNIA

Pada umumnya manusia memiliki pemahaman yang keliru, mereka merasa memilikinya, padahal tidak, apakah itu?

1. Badan jasmani.

2. Perasaan.

3. Persepsi.

4. Bentukan-bentukan pikiran yang menciptakan tindakan.

5. Kesadaran.

 

Tathagata Sakyamuni mengatakan : Tinggalkanlah apapun di dunia ini, sebab itu bukanlah milikmu. Maksud Beliau adalah sebagai manusia kita hendaknya tidak melekati apapun. Apabila sesuatu yang ada pada kita itu sudah tidak ada lagi - maka ikhlaskanlah itu meninggalkan kita.


Bagi kita yang telah bisa memahami, mengapa “pelepasan” ini adalah hal mutlak, maka kita akan dengan sukarela melepaskan genggaman erat kita pada dunia ini, sebab semua hanyalah kosong, rendah, derita, tidak-kekal, dan tanpa-diri karena selalu berubah.


Oleh karena itu wahai para manusia, apa pun yang bukan milikmu, tinggalkanlah; bila kalian telah meninggalkannya, hal itu akan membawa menuju kesejahteraan dan kebahagiaan kalian untuk waktu yang lama.


Yang harus ditinggalkan adalah kemelekatan pada Panca-Khanda – yaitu kemelekatan pada lima kelompok kehidupan.

Tidak melekati apapun di dunia ini - dalam kehidupan sehari-hari kita – adalah dengan cara mengambil jalan tengah. Segala sesuatu yang ada pada kita hendaknya kita manfaatkan untuk kebaikan, untuk ha-hal yang baik, untuk tujuan yang baik. Jika tujuan baik tercapai, OK, kita bersyukur, tujuan tidak tercapai tidak mengapa, kita berusaha lagi. Janganlah berlebih-lebihan dalam menyikapi segala sesuatu yang terjadi.

Demikianlah, mengapa kita hendaknya melepaskan keduniawian, melenyapkan nafsu-indriya. Karena, ketika kita senantiasa mentoleransi bagi berkembangnya nafsu-indriya di dalam diri kita, serta memberikan pemuasan-pemuasannya, sesungguhnya kita adalah orang-orang “bodoh” yang tidak menyadari bahaya dari nafsu-indriya, perangkap yang disediakan olehnya hanyalah penderitaan. Suatu masa penderitaan yang panjang diakibatkan oleh pemuasan nafsu indriya tersebut, yakni terlahirnya kita berulang-ulang di dalam alam-alam keberadaan ; di dalam SAMSARA.

Semoga semua makhluk berbahagia, bebas dari penderitaan, bebas dari kebencian, permusuhan, pertentangan, niat jahat, kesakitan, dan kesukaran. Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan mereka masing-masing.

Demikianlah tulisan ini - semoga bermanfaat.


Senin, 28 November 2022

kehidupan Manusia

Manusia yang telah mencapai Nibbana itu hawa nafsu / kotoran batin / Kilesa nya telah padam, hancur lebur tanpa sisa. Kalau dia meninggal dunia tidak akan terlahir kembali di alam kehidupan manapun. Bagaikan api yang telah padam. Disebut Parinibbana. Api yang telah padam itu ada dimana? Kalau ada yang menyalakan api, api itu datangnya dari mana? Itu adalah Hukum Sebab-Akibat yang bekerja. Orang yang telah Parinibbana tak akan kembali, sehingga api yang menyala tadi adalah api yang lain. Mencapai Nibbana itu adalah mencapai kebahagiaan sejati / hakiki / abadi. Ada juga yang bilang mencapai kedamaian abadi. Yang dimaksud dengan kebahagiaan sejati itu karena sudah tidak mengalami Dukkha (penderitaan) lagi. Sudah tidak mengalami perubahan lagi. Sudah tidak berada didalam pusaran Samsara. Kebahagiaan sejati itu rasanya bagaimana? Tidak tahu! Harus dialami sendiri. Pada akhirnya kedepan nanti semua makhluk dapat mencapai Nibbana meski memerlukan waktu yang tak terhingga lamanya.


Kehidupan Manusia


 

Mencapai Nibbana

 


Mengupload: 111281 dari 111281 byte diupload.