Translate

Senin, 13 Agustus 2018

Aksi & Reaksi Alam.

Uraian berikut ini menjembatani antara yang dogmatis keras & yang kritikus keras (saling berseberangan 180 derajat), adalah juga status suka-suka :
Yang Maha Kuasa (YMK) itu karakternya netral. Berdoa sampai nangis-nangis tanpa dibarengi dengan usaha keras, ulet & benar untuk mewujudkannya, maka tidak akan bisa membantu. Mestinya kita tahu diri, jangan banyak meminta dengan hasil instan kalau kita sendiri tidak mau, atau tidak mampu berbuat banyak untuk mewujudkannya.
Alam raya ini akan terganggu keseimbangannya jika ulah manusia tidak bijaksana. Bukan kekuatan doa yang dapat membereskan semuanya. Dapat dikatakan, jika YMK terlalu banyak “mengabulkan” doa permohonan manusia, maka keseimbangan alam raya akan menjadi rusak. Doa yang baik adalah doa yang isinya baik, tidak egois. YMK itu nyaris netral, hendaknya kita menyadari hal ini, agar kita bisa menjadi lebih tegar, lebih rasional & tidak cengeng. Manusia cengeng & tidak rasional bisa berbuat macam-macam yang bisa mengganggu keseimbangan alam.
Berbuat baik itu adalah doa yang sebenarnya. Berbuat baik itu melestarikan alam. Berbuat baik akan mengundang kebaikan pula, termasuk bisa membantu mewujudkan keberhasilan usaha maupun cita-cita kita.

Paling Setia.

👉 Orang bisa lupa dengan apa yang telah DIPERBUAT, orang lain yang pernah dibantu juga BISA LUPA, tetapi perbuatan tidak akan pernah lupa dengan PELAKUNYA, karena perbuatan adalah paling setia.
👉 Seperti halnya HUKUM KEBENARAN SEBAB-AKIBAT, tidak akan pernah ada akibat jika tanpa sebab, dimanapun dan sampai kapan pun, AKIBAT ITU PALING SETIA DENGAN SEBAB, tidak perlu diragukan lagi.
👉 Hukum kebenaran sebab-akibat memiliki kesamaan, dengan perbuatan yang selalu setia pada pelakunya, hukum kebenaran tetap SETIA PADA KEBENARAN, dan perbuatan tidak pernah MENINGGALKAN PELAKUNYA.
👉 Setianya pasangan hidup waktu-lah yang akan memisahkan, setianya koalisi politik akan mudah berantakan dengan tidak terakomodasinya kepentingan, setianya kaum bisnis karena saling memperoleh keuntungan, namun setianya hukum kebenaran dan perbuatan, tidak ada batasnya.
(Bhante Saddhaviro)

Rabu, 08 Agustus 2018

Berbahagia.

Rata-rata orang percaya, bahwa hidup akan jadi lebih baik kalau menikah, kalau sudah punya anak, kalau anaknya laki-laki, atau mungkin perempuan. Tidak sabar ketika anak-anak masih kecil, dan merasa bahwa beban masih panjang. Setelah anak-anak remaja, kesal karena anak-anak yang menanjak remaja mulai berani membangkang. Merasa lebih bahagia kalau anak-anak itu penurut, atau mereka segera menjadi dewasa dan mandiri.
Kita sering berkata kepada diri sendiri, bahwa kebahagiaan kita baru akan lengkap kalau kita punya mobil bagus, punya rumah mewah dan besar kalau bisa, kita dapat berlibur ke mana-mana sesuai dengan keinginan kita, kita akan merasa bahagia kalau kita sudah pensiun dan anak-anak sukses, dan seterusnya dan seterusnya.
Padahal… pada kenyataannya, kebahagiaan tidak terletak di luar sana, paling tidak ketika semua kebutuhan dasar sudah tercukupi. Kebahagiaan ada di dalam batin kita sendiri. Tidak ada saat yang lebih baik daripada saat ini juga untuk berbahagia. Kalau tidak sekarang, lalu kapan bisa bahagianya?
Kebahagiaan adalah suatu cara kita merespon berbagai stimulus eksternal. Kabar baiknya, kita BISA MEMILIH respon kita sendiri, tak pandang apapun jenis stimulusnya. Inilah kekuatan pikiran yang paling dahsyat. Kita bisa menentukan dan memilih sendiri untuk berbahagia atau untuk tidak berbahagia. Stephen R. Covey, pakar konsep "7 Habits", mengatakan : "The most proactive thing we can do is to BE HAPPY."
Tetapi para bijak mengatakan : "There is NO WAY to happiness, since happiness is THE WAY it self." Tidak ada jalan menuju kebahagiaan, karena kebahagiaan adalah sang jalan itu sendiri. Jadi, kebahagiaan adalah suatu cara kita menyikapi perjalanan hidup kita, suatu proses, bukan tujuan akhir, bukan kalau ini dan itu sudah tercapai…
Jadi, tunggu apa lagi, barukah kita akan berbahagia :
kalau cicilan hutang sudah lunas?
kalau sudah punya mobil?
kalau berat badan turun 10 kg?
kalau berat badan naik 10 kg?
kalau sudah menikah?
kalau sudah cerai?
kalau sudah punya anak?
kalau anak sudah besar?
kalau sudah pensiun?
kalau hujan?
kalau panas?
kalau panjang umur?
kalau sudah mati?
Pepatah lain mengatakan: "Happiness is not about TO HAVE, but about TO BE." Iya, banyak benarnya juga sih. Amankan kebutuhan dasar, dan selebihnya… just be happy! Be Happy!

Selasa, 07 Agustus 2018

Beragama.

Ketika kita mengalami suatu masalah, dan merasa jenuh berada dalam suatu keadaan yang sulit, kemudian kita akan pergi bersembahyang atau ke vihara, dengan harapan bersembahyang akan menjadi rileks, batin akan menjadi tenteram dan puas, maka beragama tidak ada bedanya dengan mencari hiburan, tetapi ini namanya hiburan spritual. Memang itu bermanfaat, hanya manfaatnya amat sedikit.
Seperti juga jika kita pergi ketempat hiburan, hiburan itu berguna, tetapi amat sedikit, tidak mampu menyelesaikan masalah. Persoalan tetap perosalan, kesulitan tetap kesulitan. Setelah kembali dari tempat hiburan, kita akan dihadapkan kembali pada persoalan yang belum selesai. Sama seperti orang yang puas saat bersembahyang. Kalau seseorang mengharapkan manfaat dari hidup beragama, menganut suatu agama, agama apa-pun, ke-beragama-an nya itu harus bisa mengubah kualitas hidup dan perilaku dirinya. Tanpa perubahan, agama yang dianut tidak ada manfaatnya untuk orang itu.
Jika hanya puas saja sudah dianggap beragama, puas bersembahyang, dan setelah itu selesai, maka agama tidak membawa kemajuan bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu, marilah kita menggunakan alat, dan sarana yang disebut agama, dengan sebaik-baiknya untuk membuat perubahan dalam kehidupan kita masing-masing. Perubahan itu harus diusahakan, tidak bisa dengan hanya meminta. Kita tidak bisa mengharapkan dari yang lain. Kita sendirilah yang harus berjuang untuk mengubah hidup kita.
(Yang Mulia Bhante Sri Pannavaro Mahathera).

Sabtu, 04 Agustus 2018

Agama.


AGAMA hanyalah sebagai petunjuk jalan. AGAMA ibarat sebuah PERAHU. Jika Anda menyeberangi sungai dengan perahu, begitu sampai di daratan, apakah perahunya masih Anda bawa? Ingat! hanya perbuatan baik & buruk yang Anda bawa pada saat kematian tiba, bukan agama / kepercayaan Anda. Tetaplah menjadi BAIK sampai AKHIR.

Beragama.

Agar tidak sesat agama, punya-ilah pedoman bahwa, beragama itu hendaknya bisa berperilaku lebih baik, yaitu : tidak serakah, tidak membenci & tidak delusi (mengetahui mana yang benar / baik & mana yang salah / buruk), atau biasa juga disebut sebagai upaya menambah kebajikan, mengurangi kejahatan dan men-sucikan hati & pikiran. Iblis tidak harus dibenci, melainkan patut untuk dikasihani, kenapa sampai bisa jadi iblis yang kurang beruntung. Kita tidak mungkin dicelakai oleh iblis, jika selama ini kita banyak berbuat baik, sehingga tidak ada alasan iblis mampu mencelakai orang baik, hukum alamnya, atau hukum Yang Maha Kuasanya seperti itu. Contoh doa yang baik adalah doa yang tidak egois, sebagai berikut : "Semoga semua makhluk berbahagia".

Jumat, 03 Agustus 2018

Berdana.


Dalam Nidhikanda Sutta dituliskan, bahwa kekuatan dalam memberi itu dapat mengabulkan keinginan; wajah cantik, suara merdu, kekuasaan sebagai manusia, dan kebahagiaan sebagai dewa.
Orang yang mengendalikan dirinya dari perbuatan buruk, dan suka berdana, setelah kematian tidak akan dilahirkan di alam yang sengsara. Melainkan dilahirkan di alam para dewa, di alam surga Sagga Sampatti. Inilah manfaat dari berdana tingkat kedua.
Tingkat pertama adalah nama baik, dicintai, badannya sehat, panjang usia, wajahnya berseri-seri. Tingkat ke dua setelah kematian, orang yang suka berdana ini akan dilahirkan di alam surga 'sagga sampatti.' Tetapi apakah itu cukup? Mungkin inilah kelebihan dari Ajaran Dhamma. Guru Agung mengingatkan, "Tidak cukup." Ada manfaat dari berdana tingkat yang lebih tinggi.
Marilah kita renungkan. Benar kita memerlukan nama yang baik. Benar kita ingin dicintai oleh yang lain. Kita tidak ingin dibenci. Benar sekali. Benar sekali kita ingin sehat, hidup sejahtera, panjang usia, termasuk wajah cantik, suara merdu. Para ibu-ibu pasti suka. Meskipun usia sudah lanjut, pasti juga ingin wajah cantik, suara merdu. Benar. Tidak bisa dipungkiri kita pasti menginginkan hal itu. Akan tetapi, apakah wajah cantik itu selamanya? Tidak. Apakah kekayaan dan kesejahteraan itu abadi? Tidak. Apakah sehat itu selamanya? Tidak. Apakah panjang umur itu abadi? Tidak. Di dunia ini belum pernah ada orang yang tidak mati. Jadi apapun hasil dari perbuatan baik, saya mengulangi kalimat ini, apapun hasil dari perbuatan baik, baik itu kesejahteraan, kecukupan, kesehatan, sifatnya hanya sementara. Semuanya akan berlalu pada waktunya.
Disanjung-sanjung; akan berlalu.
Kedudukan yang tinggi; akan berlalu.
Badan yang sehat; akan berlalu.
Umur panjang; akan berlalu.
Kekayaan; akan berlalu.
Kesuksesan; akan berlalu.
Semuanya hanya sebentar, sebentar, sebentar.
Hidup kita juga tidak lama. Sudahkah kita bersiap-siap menghadapi ini? Kita harus bersiap-siap menghadapi perubahan. Ketika kesejahteraan itu berlalu, sehat itu berakhir, umur panjang selesai, jika kita tidak pernah melakukan persiapan, nanti kita akan sangat menderita.
Bukan berdana hanya untuk dicintai. Bukan sekedar beramal, berbuat baik supaya hidup sejahtera, tidak kekurangan. Tidak sekedar itu. Karena menjadi dewa juga tidak abadi. Tidak sekedar setelah meninggal kemudian dilahirkan di alam para dewa. Tetapi ada manfaat berbuat baik yang lebih tinggi, berdana dengan pikiran; "Saya memberi, saya berdana untuk membersihkan kekotoran batin."
Karena yang membuat penderitaan itu adalah kekotoran batin. Bukan karena kekurangan materi. Meskipun materi berlebihan, kalau keserakahan, kebencian membakar diri seseorang, apakah orang ini bisa hidup tentram? Apakah orang ini bisa bahagia? TIDAK!
Oleh karena itu berdana yang paling baik, adalah berdana untuk tujuan tingkat tinggi, yaitu dengan niat: 'SAYA MEMBERI UNTUK MEMBERSIHKAN KOTORAN-KOTORAN YANG DI DALAM, SUPAYA SAYA BEBAS DARI PENDERITAAN UNTUK SELAMA-LAMANYA.
Apabila berdana hanya untuk mencari nama baik, pujian, hidup sejahtera, yang didapatkan hanya itu. Mencari yang tingkat satu yang diperoleh hanya satu tingkat saja. Dan kalau kita berdana supaya setelah kematian nanti kita tidak sengsara, maka kita akan memperoleh manfaat berdana tingkat dua saja, selesai.
Tujuan berdana, berbuat baik yang paling tinggi adalah tingkat tinggi: "Saya memberi untuk membersihkan batin saya. Full stop. Titik. Tidak ada embel-embel yang lain!
(Dipetik dari tulisan Yang Mulia Bhante Sri Pannavaro Mahathera).