Translate

Sabtu, 27 Juli 2024

" Cattāri Brahmavihārā "

Cattāri Brahmavihārā atau "Brahmavihārā", adalah empat sifat luhur yang patut dikembangkan dalam batin. Adalah sangat penting untuk berlatih Brahmavihara dalam hidup ini, sehingga bisa menciptakan kepribadian luhur yang dipuji oleh para bijaksana. Kita perlu berlatih Brahmavihara untuk tidak berperilaku buruk, dan hidup dengan pikiran yang seimbang untuk kebaikan diri sendiri dan orang lain.

 

Brahmavihara yang pertama adalah Metta (Kasih Sayang).

Mettā adalah cinta kasih universal, adalah cinta kasih yang tanpa pamrih dan ikhlas. Layaknya cinta seorang ibu kepada anaknya yang tunggal. Metta adalah sifat menyayangi sesama makhluk. Tetapi berbuat sesuatu untuk kebaikan orang lain menurut apa yang kita inginkan belum tentu Metta yang sesungguhnya jika berpikiran :  Saya akan berbuat untuk kebaikan orang lain sesuai dengan yang saya inginkan.

Hendaknya berbuat untuk kebaikan orang lain itu adalah setelah mengamati dengan seksama apa yang bisa kita lakukan yang dibutuhkan oleh orang yang dimaksud, apa kelemahan, kekuatan atau potensi orang itu. Semua itu perlu dipertimbangkan dan kemudian barulah kita membantu orang itu sesuai dengan kebutuhannya. Jika kita terlalu banyak menekankan apa yang kita inginkan untuk orang lain lakukan dan capai, maka akan muncul konflik antara kita dengan orang lain.

Orang tua memiliki Metta terhadap anaknya. Kebanyakan orang tua ingin anak-anaknya menjadi ini dan itu. Ketika orang tua mengetahui anaknya memiliki potensi seperti yang diharapkan, itu adalah bagus. Silahkan orang tua mengembangkan potensi anak dengan baik hingga harapan orang tua bisa dicapai oleh sang anak. Dalam kondisi seperti ini, semuanya akan baik-baik saja. Akan tetapi kadang-kadang apa yang diharapkan oleh orang tua tidak sesuai dengan apa yang bisa dilakukan oleh anak. Orang tua seharusnya mendukung anak sesuai dengan kemampuan anak. Inilah cara yang benar menerapkan Metta kepada anak-anak dan murid-murid.

Ada kalanya seseorang memilih tidak melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain karena takut orang yang bersangkutan salah paham atau tidak suka. Kita bisa melakukan Metta dengan cara yang bisa diterima oleh orang lain tanpa rasa benci. Hendaknya kita mengatakan atau melakukan sesuatu yang diperlukan orang lain secara langsung, dan akan sangat bermanfaat apabila kita mengatakan atau memberikan sesuatu dengan cara yang baik, menggunakan kata-kata yang tepat. Jangan menggunakan kata-kata kasar, ucapkanlah dengan kata-kata yang lembut.

 

Brahmavihara yang kedua adalah Karuna (Belas Kasihan).

Karuna dapat timbul karena perasaan iba, karuṇā adalah sifat welas asih. Contohnya adalah ketika Pangeran Siddharta menolong seekor angsa yang terluka, itu membuktikan belas kasihan Sang Pangeran kepada para makhluk.

Karuna adalah belas kasihan terhadap makhluk menderita. Penampakan orang yang sedang menderita kesakitan fisik atau mental akan mengguncang pikiran para bijaksana. Ini adalah sifat alami pikiran para bijaksana. Para bijaksana tidak tahan melihat penderitaan para makhluk. Para bijaksana ingin melakukan sesuatu, ingin membantu dengan cara apapun yang bisa dilakukan, dengan tindakan jasmani maupun dengan perkataan.

Pada umumnya, seseorang akan benci atau tidak suka jika melihat orang lain melakukan perbuatan buruk. Sesungguhnya, orang yang telah melakukan perbuatan buruk itu akan menderita atas perbuatan buruknya itu. Kita seharusnya mengembangkan Karuna (belas kasihan) terhadap orang yang melakukan perbuatan buruk. Kita tidak perlu menghukumnya, dia akan dihukum oleh perbuatannya sendiri. Dia akan menderita di waktu yang akan datang. Namun kita bisa menasehatinya secara baik-baik, secara tepat. Hendaknya kita mengembangkan sebanyak mungkin Karuna terhadap mereka yang berbuat buruk kepada kita atau kepada orang lain. Baik untuk anda ketahui bahwa untuk bisa memiliki Metta dengan efektif itu diperlukan pegembangan Karuna.

Kadang-kadang yang terjadi ketika kita ingin berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk orang lain, tapi waktunya masih belum tepat. Perlu menunggu satu tahun, dua tahun, dan seterusnya. Kita ingin mengatakan sesuatu, tetapi waktunya belum tepat. Mereka belum siap. Jadi kita perlu bersabar menunggu waktu yang tepat untuk mengatakannya. Bahkan diperlukan waktu yang lama sebelum kesempatan yang tepat tersebut muncul. Jika kita tidak sabar agar orang lain melakukan sesuatu, kita tidak bertindak dengan Metta, tapi bertindak dengan Lobha (keserakahan) dan tidak ada Karuna (belas kasihan). Tanpa Karuna kita tidak bisa berbuat sesuatu untuk kebaikan orang lain. Karuna dan Metta saling melengkapi, tidak bisa dipisah-pisahkan.

 

Yang ketiga adalah Mudita (Kegembiraan Simpatik).

Muditā adalah perasaan senang atau ikut bergembira atas kebahagiaan orang lain, meskipun kita tidak berkontribusi langsung. Ini adalah bentuk kegembiraan simpatik. Mengembangkan penghargaan dan kebahagiaan melihat kesuksesan orang lain, adalah memupuk Kamma baik, memupuk Kusala Kamma, mengikis Kilesa (mengikis pengotor-pengotor batin).

Kebanyakan orang iri hati ketika mendengar orang lain sukses, mendengar orang lain beruntung atau terkenal. Sifat seperti ini adalah berlawanan dengan Mudita. Ketika anda mendengar tentang kesuksesan teman anda, bagaimanakah perasaan anda? Apakah anda mengatakan 'Sadhu, Sadhu, Sadhu'? Jika iya, maka itu sangatlah bagus. Jika anda iri hati dengan keberhasilan orang lain, maka itu akan menyulitkan anda sendiri.

Menurut ajaran Sang Tathagata, tidak ada sesuatupun yang terjadi tanpa didahului oleh sebab-sebabnya. Ketika kita ingin Makmur dan tidak terwujud - padahal sudah lama berusaha, itu adalah karena dimasa lampau kita belum mengumpulkan Parami (kebajikan sempurna) yang cukup sebagai sebab, sebagai prasyarat bagi kita menjadi makmur. Oleh karena itu, jika anda melihat seseorang sukses, kesampingkan dulu kebiasaan iri hati anda, tolong segera ubah pikiran anda. Kembangkanlah perasaan bahagia terhadap kesuksesan orang lain. Renungkanlah betapa berkuasanya hukum Kamma yang bekerja secara otomatis. Sekali lagi, tidak ada yang terjadi tanpa ada sebabnya. Dengan mengetahui bekerjanya hukum Kamma, anda akan melatih Mudita anda. Dan dengan demikian maka anda akan maju dari hari ke hari. Jika kita tidak mengembangkan Mudita, maka ketika kita menyaksikan kesuksesan orang lain, kita akan iri hati yang mana itu adalah memupuk Kamma buruk. Salah satu buah dari Kamma buruk adalah tidak mempunyai banyak teman. Jika kita ikut berbahagia, mengembangkan Mudita atas kesuksesan orang lain, itu akan mendorong kematangan batin kita, memberikan kebahagiaan saat ini dan yang akan datang. Oleh karena itu, kita semua perlu mengembangkan Mudita, dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

 

Yang keempat adalah Upekkha (keseimbangan batin).

Upekkha adalah ketenangan dan keseimbangan batin yang teguh. Memiliki kemampuan Upekkha adalah memperlakukan semua orang secara adil dan tanpa pransangka. Bagaikan bunga teratai yang tidak ternoda oleh lumpur tempat dimana bunga itu tumbuh, demikian pula seseorang yang memiliki Upekkha tidak akan ternoda oleh godaan-godaan duniawi, melainkan tetap tenang dan seimbang. Musuh langsung dari Upekkha adalah kemelekatan, dan musuh tidak langsungnya adalah sikap acuh tak acuh yang timbul karena Moha (kebodohan). Upekkha adalah bebas dari rasa senang dan tidak senang,  dan sikap tidak berat sebelah adalah corak utama dari Upekkha. Orang yang memiliki Upekkha tidak tertarik dan tidak terpengaruh oleh hal-hal yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan. Terhadap orang jahat dan orang suci ia memiliki kepribadian yang sama.

Menjalankan Metta, Karuna dan Mudita saja tanpa dukungan Upekkha tidaklah efektif. Ketika anda ingin berbuat baik, ingin mengurangi penderitaan seseorang, ataupun mungkin anda menginginkan orang lain sukses, itu tidak selalu bisa terwujud karena semua hal hanya akan terjadi sesuai dengan Kamma-nya masing-masing. Yakin dengan  bekerjanya hukum Kamma adalah cara terbaik mengembangkan Upekkha.

Upekkha atau keseimbangan batin boleh dikatakan sebagai mahkota dan puncak dari Metta, Karuna dan Mudita. Metta, Karuna dan Mudita jika tidak disertai dengan Upekkha tidak akan maksimal karena tidak adanya faktor penstabil. Kita tidak bisa benar-benar berbuat yang bermanfaat kepada orang lain tanpa dukungan Upekkha. Kita juga akan menderita lantaran kurangnya Upekkha dalam diri kita. Mari kita tumbuhkan dan pelihara keseimbangan batin atau Upekkha pada diri kita masing-masing dalam menghadapi dan menjalani masa-masa yang sulit dan penuh gelombang di kehidupan kita.

Minggu, 30 Juni 2024

😈 ACINTEYYA 😏


💥 MANFA'AT BERDANA 💥




💥BUAH KARMA💥


👉 Tidak ada yang bisa mencelakai atau memberi kita kebahagiaan kecuali diri kita sendiri. Penderitaan / kebahagiaan yang kita alami itu adalah buah dari Karma (Perbuatan) yang kita lakukan dimasa lalu baik di hidup ini atau di hidup kita sebelumnya. Hukum alamnya begitu. Hukum alam itu adil. Oleh karena itu, agar tidak merugi, marilah kita memperbanyak perbuatan baik, mengurangi perbuatan buruk, tidak menyakiti pihak lain dan selalu berupaya mensucikan hati dan pikiran kita 👌

Jumat, 28 Juni 2024

💥 Keberuntungan dan Kemalangan 💥



👉 Apa yang Sang Bhagava ajarkan mengenai sihir dan ramalan? Beliau menganggap praktik seperti ramalan, menggunakan jimat untuk perlindungan, mencari tempat baik untuk bangunan dan menentukan hari baik adalah takhayul, tak berguna dan secara tegas melarang murid-Nya untuk mempraktikkan hal semacam itu. Beliau menyebut hal seperti itu sebagai “keterampilan rendah”.

Lalu mengapa orang-orang terkadang mempraktikkan hal tersebut dan memercayainya? Itu adalah karena keserakahan, takut, dan ketidaktahuan. Segera setelah orang-orang memahami ajaran Sang Bhagava mereka menyadari bahwa hati yang murni dapat melindungi mereka jauh lebih baik daripada potongan kertas, logam, dan mantra-mantra dan mereka tidak lagi bergantung pada hal tersebut. Sang Bhagava mengajarkan kejujuran, kebaikan hati, pengertian, kesabaran, pemaafan, kedermawanan, kesetiaan dan kualitas baik lainnya yang sesunguhnya melindungi anda dan memberi anda kemakmuran sesungguhnya.


Apakah beberapa jimat memang ampuh? Ada seseorang yang berpenghidupan baik dengan menjual jimat-jimat. Ia meng-klaim bahwa jimatnya bisa memberi keberuntungan, kemakmuran, dan ia menjamin bahwa anda akan mampu memprediksikan angka lotere yang keluar. Kalau yang dikatakannya benar, kenapa ia sendiri bukan seorang jutawan? Jika jimatnya memang benar-benar bekerja, lalu kenapa ia tidak memenangkan lotere minggu demi minggu? Satu-satunya keberuntungan yang dimilikinya adalah bahwa masih ada orang-orang yang cukup bodoh untuk membeli jimatnya.


Lalu, apakah ada itu yang namanya keberuntungan? Mengenai keberuntungan, ada yang “memercayai bahwa apapun yang terjadi, apakah baik atau buruk, pada manusia dalam setiap peristiwa adalah karena kebetulan, takdir, dan keberuntungan.” Sang Bhagava sepenuhnya menolak kepercayaan ini. Semua yang terjadi memiliki sebab atau sebab-sebab tertentu dan harus ada hubungan antara sebab dan akibatnya. Menjadi sakit itu memiliki sebab-sebab tertentu, yaitu karena ada kontak dengan bakteri dan tubuh seseorang tersebut cukup lemah sehingga bakteri berkembang disana. Jadi ada hubungan antara sebab dan akibat. Sebabnya adalah bakteri dan tubuh yang lemah dan akibatnya adalah timbul penyakit, yang bersangkutan menjadi sakit.  Bakteri menyerang organisme sehingga yang bersangkutan menjadi sakit. Tidak ada hubungan yang dapat ditemukan antara memakai potongan kertas dengan tulisan diatasnya dengan menjadi orang kaya atau lulus ujian.


Buddhisme mengajarkan bahwa apapun yang terjadi adalah karena adanya sebab atau sebab-sebab dan tidak bergantung pada keberuntungan, kebetulan, atau takdir. Orang-orang yang tertarik pada keberuntungan selalu mencoba untuk mendapatkan sesuatu – biasanya uang dan kekayaan yang lebih.

Sang Bhagava mengajarkan kita bahwa jauh lebih penting untuk mengembangkan hati dan pikiran kita sendiri untuk menjadi lebih baik. Beliau berkata;


1). Menjadi amat terpelajar dan terampil, terlatih dengan baik dan menggunakan tutur kata yang baik; itulah berkah utama.

2). Menyokong ayah dan ibu, menyayangi anak dan istri, berpenghidupan sederhana; itulah berkah utama.

3). Bermurah hati, dengan menolong sanak saudara dan tanpa cela dalam perbuatannya; itulah berkah utama.

4). Menjauhi kejahatan dan menghindari minuman keras, tekun menjaga moralitas; itulah berkah utama.

5). Memiliki rasa hormat, rasa malu, merasa puas dan berterima kasih, dan mendengarkan Dhamma yang baik, itulah berkah utama.


Rabu, 26 Juni 2024

💥 Bahagia Sejati Kekal 💥

 

👉 Berikut ini adalah pengetahuan, di share untuk semua kalangan, yang tidak sependapat abaikan saja dan lupakan, sebagai berikut : 

💥 Manusia bahkan semua makhluk menginginkan bisa mengalami kebahagiaan yang sejati dan selama-lamanya, tentunya itu hanya bisa diperoleh jika berhasil merealisasi Nibbana. Kita selama ini hanya mengalami kebahagiaan inderawi, kebahagiaan inderawi itu semu, tidak kekal, bisa berubah menjadi derita, karena semua hal setiap saat mengalami perubahan. Vinnana atau Kesadaran atau Pengetahu yang merupakan satu bagian dari Badan Rohani (Batin) atau orang umum menyebutnya sebagai Nyawa itu juga demikian, selalu mengalami perubahan. Vinnana, setelah tubuh jasmani hancur (mati) - maka Vinnana akan berpindah ke tubuh yang baru, terlahir dengan tubuh yang baru di alam kehidupan lain, di kehidupan selanjutnya sebagai Vinnana yang serupa tapi tak sama dengan Vinnana sebelumnya. Wujud atau jenis makhluknya apa dimana Vinnana tersebut bertempat tinggal - tergantung dari perilaku makhluk di hidup sebelumnya.

Jenis-jenis makhluk selain manusia adalah : Binatang, Peta (Hantu), Asyura (Iblis / Raksasa), Makhluk Neraka (ada 16 tingkat Neraka), Dewa (Makhluk Surga) ada 6 tingkat, Rupa Brahma (16 tingkat) dan Arupa Brahma (4 tingkat). Semua makhluk dapat meraih kebahagiaan sejati kekal (mencapai / meralisasi Nibbana) setelah berhasil menghancur-leburkan Kilesa (pengotor batin) tanpa sisa sebagai penyebab kelahiran kembali. Kilesa atau pengotor batin tersebut adalah : Lobha (Keserakahan), Dosa (Kebencian) dan Moha (Kebodohan Batin) beserta turunannya (jenis-jenisnya). Menjalani hidup di alam kehidupan manapun itu menderita karena bahagianya semu, bisa berubah, tidak kekal.

Semua yang ada itu sesuai tertib hukum Sebab & Akibat. Mengapa kita ini ada sehingga mengalami penderitaan? Siapa yang tidak ada? Semesta ini kapan dan bagaimana awal dan akhirnya? Tak berawal dan tak berakhir? Semua hal tersebut adalah Acinteyya (tak dapat dinalar). Tathagata yang maha tahu bisa menjelaskannya tapi tidak bisa dengan menggunakan bahasa manusia yang sangat terbatas. Untungnya yang disebut Acinteyya itu tidak penting, yang penting bagi kita manusia adalah merealisasi Nibbana, Bebas Dari Penderitaan, Bebas Dari Kelahiran Kembali - dengan cara memahami dan mempraktikkan dengan baik dan benar (bersungguh-sungguh, rutin, berkesinambungan) hingga berhasil / tuntas : Jalan Mulia Berunsur Delapan 💥.

Selasa, 25 Juni 2024

💥 PEMAHAMAN DAN KEBIJAKSANAAN 👌


Tidak ada seorangpun atau apapun yang dapat membebaskan kita, selain hanya pengertian dan pemahaman kita sendiri. Seorang yang tidak waras dan seorang Arahat, keduanya sama-sama tersenyum; tetapi seorang Arahat tahu mengapa dirinya tersenyum, sebaliknya orang yang tidak waras tidak tahu mengapa dirinya tersenyum.
Ketika orang pandai mengamati orang lain, dia mengamatinya dengan kebijaksanaan, bukan dengan kebodohan. Orang yang melihat dengan kebijaksanaan, ia belajar banyak. Orang yang melihat dengan kebodohan, ia hanya dapat menemukan kesalahan-kesalahan.
Masalah yang terjadi pada banyak manusia sekarang ini ialah : sebenarnya mereka tahu, tetapi mereka masih belum bersedia mengerjakan sesuatu. Lain halnya jika mereka tidak mengerjakan sesuatu karena tidak tahu. Jika mereka sudah tahu, tetapi tidak melakukannya, maka dapat dibayangkan seperti apa jadinya.
Belajar di luar kitab suci itu kurang penting. Buku-buku Dhamma yang ada itu baik, tetapi belum tentu benar. Contoh, jika ada kata 'marah' yang tertulis belum tentu sama dengan kemarahan yang kita alami. Hanya dengan mengalami sendiri maka kita akan memperoleh keyakinan yang benar. Bila anda melihat segala hal dengan pandangan benar, maka tidak ada kemelekatan dalam hubungan anda dengan hal-hal tersebut. Mereka itu datang dengan menyenangkan maupun tidak menyenangkan, ketika anda melihatnya, anda tidak melekat. Mereka datang dan lenyap. Bahkan meskipun kekotoran batin keserakahan atau kemarahan yang paling buruk muncul, anda memiliki kebijaksanaan yang cukup untuk melihatnya sebagai ketidak-kekalan, alamiah, membiarkan mereka lenyap. Bila anda bereaksi terhadap mereka, dengan suka atau tidak suka, itu bukan kebijaksanaan. Anda sedang membuat anda sendiri menderita.
Kalau kita mengetahui kebenaran, kita tidak harus banyak berpikir, kita menjadi orang yang bijaksana. Kalau kita tidak tahu, kita akan berpikir : apakah hal itu bijaksana atau tidak? Banyak berpikir tanpa kebijaksanaan adalah penderitaan yang ekstrim.
Sekarang ini banyak orang yang tidak mencari kebenaran. Mereka belajar dengan singkat untuk memperoleh pengetahuan yang diperlukan untuk mencari nafkah, menyokong keluarga, merawat diri mereka sendiri. Hanya itu. Bagi mereka, menjadi pandai jauh lebih penting daripada menjadi bijaksana. Padahal bijaksana itu lebih baik dibanding pandai. Memang, yang terbaik adalah orang yang pandai dan bijaksana.
Dalam Kitab Suci Dīgha Nikāya, disebutkan kebijaksanaan itu dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu :
1. Suttamayapaññā; kebijaksanaan yang diperoleh melalui mendengar dan atau membaca.
2. Cittāmayapaññā; kebijaksanaan yang timbul melalui berpikir (logika).
3. Bhāvanāmayapaññā; kebijaksanaan yang muncul melalui meditasi menyadari kekinian yang terjadi.