Perjalanan hidup ini tidak mulus. Selalu ada masalah. Tapi
masalah memberikan pengalaman, dan pengalaman dapat menciptakan kebijaksanaan. Masalah adalah guru kebijaksanaan dalam kehidupan
Blog ini menampilkan tulisan-tulisan yang dapat dikategorikan sebagai tulisan : Pengetahuan Benar, Wawasan, Kata-Kata Bijak, Lain-lain. Jika pembaca tidak sependapat dengan tulisan yang ada dalam blog ini, tolong abaikan saja dan lupakan! Terima kasih.
Translate
Jumat, 18 Mei 2018
Kamis, 17 Mei 2018
Pengembangan Kerelaan, Kemoralan & Konsentrasi.
Dengan melakukan ketiga kebajikan yaitu kerelaan,
kemoralan dan konsentrasi seseorang akan mampu mengatasi ketamakan, kebencian
dan kegelapan batin (delusi). Ia akan mencapai kesucian yang sempurna atau merealisasi Nibbana. Ia mencapai
tujuan akhir dan tertinggi seorang manusia. Oleh karena itu, tidak ada
waktu lagi untuk seseorang menunda kesempatan mengembangkan ketiga kebajikan tersebut
di setiap saat. Kita jadikan agama sebagai rakit karena agama adalah untuk hidup,
bukan hidup untuk agama. Sebaiknya kita pergunakan setiap waktu dari kehidupan yang sangat
berharga ini untuk mengendarai rakit menyeberangi lautan Samsara (penderitaan yang terus-menerus).
Mengembangkan Konsentrasi.
Mengembangkan konsentrasi adalah melatih dengan tekun untuk bisa fokus setiap saat untuk mengatasi / melenyapkan kegelapan batin.
Kegelapan batin yang dimaksudkan di sini adalah
ketidakmampuan seseorang untuk melihat kenyataan hidup bahwa segala sesuatu
selalu berubah, tidak kekal. Ketidakmampuan ini menjadikan pikirannya selalu
berada di masa lampau maupun masa yang akan datang. Padahal, masa lampau hanya
tinggal sejarah yang harus dijadikan pelajaran. Sedangkan masa depan adalah
harapan yang harus dijadikan tujuan. Dengan demikian, masa sekarang adalah
kenyataan. Masa sekarang adalah saat tepat untuk mengisi kehidupan dengan
berbagai perbuatan baik secara maksimal agar dapat memperbaiki masa lalu dan
meningkatkan kualitas batin di masa depan.
Agar seseorang mampu mengendalikan pikiran untuk selalu sadar
bahwa hidup adalah saat ini, ia hendaknya membiasakan diri melatih pikiran
dengan latihan konsentrasi atau lebih dikenal dengan meditasi. Ada
bermacam-macam cara meditasi. Namun, dalam kesempatan ini akan diuraikan salah
satu cara yang paling sederhana dan mudah dipraktekkan.
Pada prinsipnya, meditasi dilakukan dengan mengamati dan
menyadari segala gerak gerik pikiran, ucapan maupun perbuatan. Latihan
konsentrasi ini dibantu dengan sering mengucapkan dalam batin kalimat
pertanyaan, “Saat ini saya sedang apa?” Kemampuan seseorang untuk selalu sadar
bahwa hidup adalah saat ini akan menjadikan batinnya selalu tenang. Ia mengerti
bahwa kegelisahan timbul ketika ia memikirkan masa lampau maupun masa depan. Ia
juga mengerti bahwa hal itu pula yang menyebabkan timbulnya kecemasan. Dengan
selalu sadar bahwa hidup adalah saat ini, ia menjadi terbebas dari kegelisahan
maupun kecemasan. Ia sadar sepenuhnya bahwa hidup selalu berubah. Ia tidak lagi
terpengaruh oleh perubahan. Batinnya seimbang. Ia terbebas dari kegelapan
batin. Ia mencapai kesucian atau merealisasi Nibbana (Nirwana). Latihan konsentrasi menjadi sarana
ampuh atau rakit untuk menyeberangi lautan kegelapan batin.
Rabu, 16 Mei 2018
Mengembangkan Kemoralan.
Mengembangkan kemoralan adalah melatih perilaku yang baik-baik yang bermanfaat untuk
mengatasi kebencian.
Latihan kemoralan yang paling mendasar ada lima hal yang utama, yaitu; latihan untuk tidak membunuh, latihan untuk tidak mengambil barang yang
tidak diberikan secara sah atau mencuri, latihan untuk tidak melanggar
kesusilaan atau berjinah, latihan untuk tidak berbohong dan latihan untuk tidak
mabuk-mabukan. Seseorang yang
rajin melaksanakan lima latihan kemoralan ini akan mampu mengikis bahkan
melenyapkan kebencian yang timbul dalam batin. Kebencian yang dimaksudkan di
sini tentu saja dalam arti yang seluas-luasnya.
Ketika seseorang mampu melatih diri untuk tidak membunuh,
maka ia sesungguhnya mulai mampu mengurangi kebencian pada obyek yang biasa
dibunuhnya. Misalnya, ia terbiasa membunuh semut yang sering berada di atas
meja makan. Jika diteliti, dasar tindakan ini adalah kebencian terhadap semut
yang telah mengganggu makanannya. Ia menganggap pembunuhan adalah satu-satunya
cara untuk menyelesaikan masalah ini. Padahal, sesungguhnya pembunuhan hanya
salah satu cara mengatasi masalah. Ia mungkin saja bisa meletakkan sejenis
cairan di kaki meja makan sehingga mencegah semut naik ke meja makan. Kemauan untuk menghindari pembunuhan ini menjadi salah satu upaya
mengurangi kebencian.
Demikian pula dengan latihan tidak mengambil barang yang
tidak diberikan atau mencuri.
Salah satu penyebab timbulnya niat mencuri adalah
ketidakmampuan seseorang untuk melihat kelebihan orang lain. Dalam batinnya
timbul sejenis ‘kebencian' atas keberhasilan atau kelebihan orang lain. Apabila
seseorang mampu mengendalikan diri serta mampu melenyapkan dorongan untuk
mencuri, maka ia sudah setahap mempunyai kemampuan untuk mengatasi ‘kebencian'
yang mencengkeram batinnya.
Latihan untuk tidak berjinah atau melanggar
kesusilaan diperlukan karena perjinahan terjadi ketika pelaku perjinahan tidak
ingin terikat oleh peraturan negara, agama maupun masyarakat. Ia ingin bebas
memuaskan keinginannya. Ia ‘benci' dengan segala peraturan yang membatasi
berbagai hubungan dalam masyarakat. Dengan demikian, ketika seseorang mampu
mengendalikan diri untuk tidak berjinah atau melanggar kesusilaan, maka ia
sudah mulai mampu mengendalikan ‘kebencian' yang timbul dalam batinnya terhadap
berbagai peraturan yang harus dipatuhi sebagai konsekuensi logis hidup bersama
dalam masyarakat. Ia telah sadar bahwa sebagai anggota masyarakat ia tentu
harus terikat untuk mematuhi aturan serta kesepakatan yang ada.
Sedangkan latihan untuk tidak berbohong adalah latihan untuk
mengurangi bahkan melenyapkan ‘kebencian' seseorang pada kebenaran diri yang
mungkin menyakitkan atau memalukannya. Ia tidak ingin mengungkapkan kebenaran
yang mengkondisikan dirinya tampak buruk dihadapan orang lain. Ia ‘benci'
kenyataan buruk atas dirinya ini. Ia lebih baik berbohong daripada mendapatkan
celaan. Dengan mampu berlatih untuk tidak berbohong, seseorang sudah
mulai mampu mengurangi ‘kebencian' terhadap kenyataan buruk yang ada pada
dirinya. Ia mampu menerima kenyataan dan keburukan dirinya sebagaimana adanya.
Terakhir adalah latihan untuk tidak makan serta minum
barang-barang yang memabukkan. Dorongan untuk
mabuk sering timbul karena seseorang ‘membenci' kenyataan pahit yang harus
dialaminya. Ia tidak menyukai penderitaan yang datang dalam hidupnya. Ia ingin
melarikan diri dari kenyataan. Oleh karena itu, mereka yang mampu menahan diri
untuk tidak mabuk-mabukan adalah orang yang mulai mampu mengendalikan
‘kebencian' dari dalam batinnya.
Mengembangkan Kerelaan.
Sehari-hari berlatih mengembangkan kerelaan itu sangat berguna untuk
mengatasi ketamakan.
Seperti telah diketahui bersama bahwa manusia pada awalnya
merasakan kebahagiaan ketika ia mampu mendapatkan segala yang ia inginkan.
Ketika masih bayi dan merasa lapar, ia menangis dan dia menjadi tenang ketika
mendapatkan makanan. Ketika seseorang menjadi dewasa, ia akan berbahagia
apabila ia mampu mewujudkan atau mendapatkan keinginannya, misalnya sukses
bekerja dan berumah tangga. Tentu saja masih sangat banyak contoh kebahagiaan
jenis seperti ini.
Selain kebahagiaan karena mendapat, maka kebahagiaan yang lebih
tinggi adalah memberi. Kebahagiaan jenis ini diperoleh ketika seseorang mampu
merelakan sebagian dari miliknya demi kebahagiaan fihak lain. Jadi, ketika ia
masih kanak-kanak, ia merasa bahagia pada saat ia mampu meminjamkan atau bahkan
memberikan alat permainannya kepada teman yang kurang mampu. Ketika ia telah
dewasa, ia berbahagia pada saat ia mampu berbagi atau memberikan sebagian hasil
kerjanya untuk kesejahteraan penghuni panti asuhan maupun yayasan sosial
lainnya. Ia merasakan kedamaian dan kebahagiaan ketika ia mampu berbagi atau
memberi. Ia berbahagia karena ia mampu mengatasi ketamakan dengan kerelaan.
Inilah rakit kerelaan yang mampu mengantarkan seseorang menyeberangi lautan
ketamakan.
Minggu, 13 Mei 2018
Jangan langsung percaya (a).
Informasi itu datangnya dari orang
(suara) & dari buku (tulisan). Jika kita tidak menyaksikannya sendiri maka informasi tersebut tidak harus dipercaya kebenarannya. Kecuali buku sains bisa dibuktikan
kebenarannya. Orang yang menang berdebat belum tentu yang diucapkannya itu benar. Lebih
etis jika bertanya lalu dijawab, begitu seterusnya. Terserah jawaban tersebut mau
diterima atau tidak itu urusan yang bertanya, bukan urusan yang menjawab. Keyakinan tidak bisa menjadi kebenaran hanya karena selalu menang berdebat. Kebenaran itu bisa dibuktikan dengan cara tekun berlatih Vipassana Bhavana (meditasi Vipassana). Sangat lah tidak banyak orang yang mampu membuktikan kebenaran yang dimaksud sampai tuntas. Kalau belum
mampu membuktikan kebenaran, tentu saja boleh belajar dari buku-buku yang terkait atau
dari guru-guru yang advance (unggul spiritual nya), tapi juga harus kritis, jangan
langsung percaya begitu saja. Informasi-informasi yang kita terima dari manapun itu jangan
langsung ditelan mentah-mentah, atau dipercaya begitu saja, tapi harus ditanyakan sampai
jelek, dinalar & dipertimbangkan 1000 kali terlebih dahulu. Menurut Kalama
Sutta; Anguttara Nikaya : 3.65 , tertulis sebagai berikut :
•
Jangan percaya dengan sebuah berita hanya karena engkau mendengarnya.
•
Jangan percaya dengan sebuah tradisi hanya karena tradisi itu telah dilakukan
selama beberapa generasi.
•
Jangan percaya kepada sesuatu hanya karena sesuatu itu ramai dibicarakan orang.
•
Jangan percaya kepada sesuatu hanya karena sesuatu itu telah dituliskan ke
dalam buku-buku suci.
•
Jangan percaya kepada sesuatu hanya karena sesuatu itu diajarkan oleh para guru
dan orang-orang tua.
Jika
dengan kesadaran, perenungan, akal sehat dan pengalaman sendiri, bahwa sesuatu
hal itu memang patut diterima atau dipercayai, mengandung kebenaran, menuju
kebahagiaan, maka sudah selayaknya untuk menerima dan hidup berdasarkan hal-hal
tersebut.
Masuk Surga.
Berikut
ini adalah pengetahuan yang saya singkat, menggunakan bahasa umum supaya mudah
dimengerti. Mudah-mudahan pengetahuan ini bisa membuat adem
(dingin) kita semua yang berbeda-beda keyakinan, dan tidak saling menyalahkan keyakinan
pihak lain, sebagai berikut :
Ada 6 alam surga (alam dewa), menyenangkannya diatas alam manusia.
Diatas alam surga ada 16 alam yang lebih menyenangkan lagi (alam brahma), bertingkat-tingkat, alam yang masih berbentuk.
Diatasnya lagi ada 4
alam (tanpa bentuk) yang lebih & lebih menyenangkan lagi.
Dibawah alam manusia,
ada 4 alam kemerosotan (alam penderitaan yang sangat menyedihkan), yaitu : alam neraka (terdiri dari 8 tingkat alam penderitaan), alam iblis, alam setan & alam binatang.
Yang tersebut diatas itu secara garis besar ada 31 alam. Makhluk-makhluk yang hidup di alam-alam tersebut diatas tidak selamanya (tidak kekal), akan berakhir. Tujuan
akhir kehidupan manusia bahkan tujuan hidup semua makhluk adalah merealisasi Nirwana (setelah menjadi makhluk suci tanpa dosa, disebut Arahat). Nirwana bukan
merupakan alam lagi, melainkan suatu "kondisi" padam yang bahagia, yang kekal abadi
selamanya, terbebas dari belenggu Samsara.
Langganan:
Postingan (Atom)