Translate

Senin, 19 Maret 2018

Empat jenis Karma berdasarkan waktu.



Menurut waktunya, Karma dapat dibedakan menjadi 4 kelompok, sebagai berikut :

1. Karma yang langsung berbuah.
Jenis karma ini contohnya adalah ketika kita mengambil helm milik orang lain, karena helm kita sendiri telah dicuri seseorang. Supaya tidak ketahuan, kita mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi walaupun lampu lalu lintas berwarna merah. Akhirnya kita ditangkap polisi. Terpaksa kita harus membayar tilang Rp 15.000,- (padahal harga sebuah helm hanya Rp 10.000,-). Ini adalah salah satu contoh sederhana Karma yang langsung berbuah.

2. Karma yang berbuah agak lama tetapi masih dalam satu kehidupan.
Contohnya adalah orang yang melakukan meditasi hingga mencapai jhana tertentu, maka setelah meninggal ia akan langsung terlahir di Alam Brahma.

3. Karma yang berbuah pada kehidupan-kehidupan yang berikutnya.
Salah satu contoh adalah orang yang sering mendengarkan Dharma, besar kemungkinan ia akan terlahir kembali di alam sorga dalam kehidupan-kehidupan yang berikutnya. Mengapa demikian? Dengan mendengarkan Dharma, orang tersebut telah melakukan karma baik karena ia telah melatih berdana perhatian. Selama mendengarkan Dharma, ia juga telah memusatkan pikiran, ucapan serta perbuatannya ke arah kebajikan, apalagi jika ia dapat mengerti serta melaksanakan Dharma dalam kehidupan sehari-hari. Kebajikan ini tentunya sangat selaras dengan salah satu isi kotbah Sang Tathagata yang menyatakan bahwa mendengarkan Dharma pada saat yang sesuai adalah Berkah Utama.

4. Karma yang tidak sempat berbuah karena telah kehabisan waktu atau kehilangan kesempatan untuk berbuah.
Sering orang mengatakan bahwa tercapainya Nirvana adalah ketika karma baik dan karma buruknya telah habis. Padahal karma itu sangat sulit untuk dapat habis berbuah karena jumlahnya yang tidak terbatas. Namun, karma dapat dipotong. Kita dapat merasakan buah karma apabila kita masih mempunyai badan dan batin, artinya kita masih hidup setelah dilahirkan. Apabila kita tidak dilahirkan kembali, maka kesempatan untuk merasakan buah karma baik maupun buruk sudah tidak ada lagi. Dengan demikian, ada berbagai karma yang tidak sempat berbuah.

Hukum Karma.


Apakah yang disebut Hukum Karma? Hukum Karma sebenarnya adalah Hukum Sebab dan Akibat. Di dalam Samyutta Nikaya I, 227 dinyatakan :

“Sesuai dengan benih yang ditabur, demikian pulalah buah yang dituai. Pembuat kebajikan akan mendapatkan kebajikan, dan pembuat kejahatan akan menerima kejahatan pula. Tertaburlah olehmu biji-biji benih, dan engkau pulalah yang akan memetik buah-buah daripadanya.”

Kalau kita melihat dengan kacamata duniawi, pernyataan tersebut tampak bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Kita sering menemukan orang yang banyak melakukan kebajikan, tetapi masih mengalami penderitaan, dan sebaliknya. Mengapa demikian? Apakah hukum karma-nya keliru? Sebetulnya tidak keliru. Kalau hukum karma diumpamakan sebagai sebidang tanah yang mempunyai tanaman jagung dan kelapa, di mana tanaman jagung dan kelapa tersebut mempunyai usia panen yang berbeda, maka tanaman jagung tentu akan dipanen terlebih dahulu daripada tanaman kelapa. Demikian pula perbuatan baik dan buruk. Kalau kita sudah berbuat baik tetapi masih menderita, ini disebabkan karena perbuatan baik kita belum saatnya dituai. Dalam hal ini kita memetik buah dari perbuatan buruk terlebih dahulu. Jadi semua itu ada waktunya, walaupun adakalanya masih bisa dipercepat sampai batas-batas tertentu.

Minggu, 18 Maret 2018

Tuhan Tidak Penting.


Perbedaannya terletak pada bagaimana menafsirkan Tuhan. Yang satu seolah-olah mempersonifikasikan Tuhan. Yang satunya lagi kata kasarnya adalah tidak mementingkan apa atau siapa itu Tuhan sebagaimana kita tidak menganggap penting siapa sang penyusun KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana), karena yang paling penting adalah; bahwa untuk bisa selamat hendaknya kita mengindahkan dengan baik berlakunya undang-undang tersebut diatas. Mudah-mudahan uraian ini bisa difahami dengan baik maksudnya.