Translate

Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan Benar. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan Benar. Tampilkan semua postingan

Rabu, 26 Oktober 2022

Berdana, motivasi dan hasilnya.

Tulisan ini menyampaikan uraian mengenai berdana, motivasi dan hasilnya. Yaitu merupakan uraian yang dipermudah dari pengertian berdana menurut Situs DhammaCitta berdasarkan Aṅguttara Nikāya 7.52 : Dana Sutta. Sebagai berikut :

Perbuatan berdana yang disertai dengan pikiran untuk keuntungan dirinya sendiri, dengan pikiran melekat pada hasilnya, yaitu yang disertai dengan pikiran bahwa dia akan menikmatinya setelah mati. Dia memberikan pemberian makanan, minuman, pakaian, kendaraan, kalungan bunga, wangi-wangian dan urapan, tempat tidur, tempat berteduh, dan pelita — kepada biarawan atau petapa. Setelah meninggal dunia - dia muncul diantara para Empat Raja Dewa Besar. Kemudian setelah kekuatan karma baiknya habis - dia adalah seorang yang akan kembali, kembali ke dunia ini.

 

Perbuatan berdana yang tidak disertai dengan pikiran untuk keuntungan dirinya sendiri, tidak dengan pikiran melekat pada hasilnya, yaitu yang tidak disertai dengan pikiran bahwa dia akan menikmatinya setelah mati. Tetapi dia memberikan pemberian dengan pikiran : ‘Memberikan itu baik.’ Dia memberikan pemberian makanan, minuman, pakaian, kendaraan, kalungan bunga, wangi-wangian dan urapan, tempat tidur, tempat berteduh, dan pelita — kepada biarawan atau petapa. Setelah meninggal dunia - dia muncul diantara para Deva Tiga Puluh Tiga (Tavatimsa Deva). Kemudian setelah kekuatan karma baiknya habis - dia adalah seorang yang akan kembali, kembali ke dunia ini.

 

Perbuatan berdana yang tidak disertai dengan pikiran : ‘Memberi adalah baik.’ Dia memberikan pemberian dengan pikiran : ‘Ini telah diberikan sebelumnya, telah dilakukan sebelumnya, oleh ayah dan kakek-ku. Adalah hal yang salah jika saya membiarkan tradisi lama keluarga ini terhenti’. Setelah meninggal dunia - dia muncul diantara para Deva Yama (Yama deva). Kemudian setelah kekuatan karma baiknya habis - dia adalah seorang yang akan kembali, kembali ke dunia ini.

 

Perbuatan berdana yang tidak disertai dengan pikiran : ‘Ini telah diberikan sebelumnya, telah dilakukan sebelumnya, oleh ayah dan kakek-ku. Adalah hal yang salah jika saya membiarkan tradisi lama keluarga ini terhenti’. Dia memberikan pemberian dengan pikiran : ‘Saya kaya raya. Mereka tidak kaya raya. Adalah hal yang salah, yang kaya raya tidak memberikan pemberian kepada mereka yang tidak kaya raya’. Setelah meninggal dunia - dia muncul diantara para Deva Yang Puas (Tusita Deva). Kemudian setelah kekuatan karma baiknya habis - dia adalah seorang yang akan kembali, kembali ke dunia ini.

 

Perbuatan berdana yang tidak disertai dengan pikiran : ‘Saya kaya raya. Mereka tidak kaya raya. Adalah hal yang salah, yang kaya raya tidak memberikan pemberian kepada mereka yang tidak kaya raya’. Dia memberikan pemberian dengan pikiran : ‘Seperti pengorbanan besar yang telah dilakukan oleh para bijaksana dimasa lalu, Atthaka, Vamaka, Vamadeva, Vessamitta, Yamataggi, Angirasa, Bharadvaja, Vasettha, Kassapa, dan Bhagu — demikian pula pemberianku ini’. Setelah meninggal dunia - muncul diantara para Deva Yang Bersenang Dalam Mencipta (Nimmanarati Deva). Kemudian setelah kekuatan karma baiknya habis - dia adalah seorang yang akan kembali, kembali ke dunia ini.

 

Perbuatan berdana yang tidak disertai dengan pikiran : ‘Seperti pengorbanan besar yang telah dilakukan oleh para bijaksana dimasa lalu — Atthaka, Vamaka, Vamadeva, Vessamitta, Yamataggi, Angirasa, Bharadvaja, Vasettha, Kassapa, dan Bhagu — demikian pula pemberianku ini’. Dia memberikan pemberian dengan pikiran : ‘Ketika pemberianku ini diberikan, membuat batin pikiran tenang. Rasa puas dan kebahagiaan muncul’. Setelah meninggal dunia - dia muncul diantara para Deva Yang Berkuasa atas Ciptaan Yang Lain (Paranimmita-vasavatti Deva). Kemudian setelah kekuatan karma baiknya habis - dia adalah seorang yang akan kembali, kembali ke dunia ini.

 

Perbuatan berdana, tidak untuk keuntungannya sendiri, tidak dengan pikiran melekat pada hasilnya, tidak untuk mengumpulkan untuk dirinya, tidak juga dengan pikiran : ‘Saya akan menikmatinya setelah mati,’ tidak juga dengan pikiran : ‘Memberi adalah baik,’ tidak juga dengan pikiran : ‘Ini telah diberikan sebelumnya, telah dilakukan sebelumnya, oleh ayah dan kakek-ku. Adalah hal yang salah jika saya membiarkan tradisi lama keluarga ini terhenti’.

Tetapi Perbuatan berdana dengan pikiran : ‘Ini adalah untuk memperindah pikiran, mendukung pikiran’. Setelah meninggal dunia - dia muncul diantara para Brahma Pengiring (Brahma-parisajja deva). Kemudian setelah kekuatan karma baiknya habis - dia adalah seorang yang tidak kembali lagi. Dia tidak kembali ke dunia ini.

 

Bapak – ibu dan saudara – kesimpulan dari uraian yang cukup panjang tadi tentang pemberian dana – yaitu bahwa pada pemberian dana yang sama ternyata buah karma baiknya tidak sama – tergantung dari niat berdananya. Buah karma terbaik bagi sang pendana adalah jika perbuatan berdananya dimaksudkan untuk memperindah dan melengkapi pikirannya agar menjadi pikiran yang semakin baik – yaitu pikiran tanpa pamrih. Dan tentu saja berdana atau menabur benih kebajikan terbaik adalah jika benih tersebut di tabur di tanah yang subur dan dirawat dengan baik.

 

Demikianlah tulisan ini. Semoga bermanfaat. 

Rabu, 12 Oktober 2022

Empat Puluh Besar

Tulisan ini menyampaikan perihal Empat Puluh Besar pada Majjhima Nikaya 117 - Mahācattarisaka Sutta – yang uraiannya sulit dipahami, memerlukan pemikiran dan perenungan yang berulang. Tulisan ini dibuat untuk mudah dimengerti dengan tidak mengubah arti meskipun masih memerlukan perhatian penuh yang berulang.

Mahācattarisaka Sutta - menceritakan ketika Sang Bhagava sedang menetap Di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Sang Bhagava memanggil para bhikkhu dan berkata sebagai berikut:

Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan kepada kalian tentang konsentrasi benar dan pendukung serta persyaratannya, yaitu : pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, dan perhatian benar. Keterpusatan pikiran yang dilengkapi dengan ketujuh faktor ini disebut konsentrasi benar dengan pendukung serta perlengkapannya.

Tentang Pandangan.

Para bhikkhu, pandangan benar muncul dalam urutan pertama pada seseorang yang memahami pandangan salah sebagai pandangan salah dan pandangan benar sebagai pandangan benar.

Para bhikkhu, pandangan salah memandang bahwa : tidak ada yang diberikan; yang dipersembahkan; yang dikorbankan; tidak ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; tidak ada dunia ini; tidak ada dunia lain; tidak ada ibu, ayah; tidak ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; tidak ada para petapa dan brahmana yang baik dan mulia di dunia ini yang telah menembus oleh diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung dan menyatakan dunia ini dan dunia lain.

Para bhikkhu, pandangan benar ada dua jenis, yaitu : ada pandangan benar yang terpengaruh oleh noda-noda, berhubungan dengan kebajikan, dan matang dalam perolehan; dan ada pandangan benar yang mulia, tanpa noda, melampaui keduniawian, sebuah faktor dari sang jalan.

Para bhikkhu, pandangan benar yang terpengaruh oleh noda-noda, berhubungan dengan kebajikan, dan matang dalam perolehan – adalah bahwa : Ada yang diberikan, dipersembahkan, dikorbankan; ada buah atau akibat dari perbuatan baik dan buruk; ada dunia ini dan dunia lain; ada ibu dan ayah; ada makhluk-makhluk yang terlahir kembali secara spontan; ada para petapa dan brahmana yang baik dan mulia di dunia ini yang telah menembus oleh diri mereka sendiri dengan pengetahuan langsung dan menyatakan dunia ini dan dunia lain.

Para bhikkhu, pandangan benar yang mulia, tanpa noda, melampaui keduniawian, sebuah faktor dari sang jalan, yaitu : Kebijaksanaan, indria kebijaksanaan, kekuatan kebijaksanaan, faktor pencerahan penyelidikan kondisi-kondisi, faktor sang jalan pandangan benar dalam diri seseorang yang pikirannya mulia, yang pikirannya tanpa noda, yang memiliki jalan mulia dan yang mengembangkan jalan mulia.

Perhatian benar seseorang yaitu : jika seseorang berusaha dengan penuh perhatian meninggalkan pandangan salah, dengan penuh perhatian memasuki dan berdiam dalam pandangan benar. Ketiga kondisi yang berlangsung dan berputar di sekeliling pandangan benar, yaitu : pandangan benar, usaha benar, dan perhatian benar.

Tentang Kehendak.

Para bhikkhu, dalam pandangan benar seseorang - pandangan benar muncul dalam urutan pertama. Yaitu pada seseorang yang memahami kehendak salah sebagai kehendak salah dan kehendak benar sebagai kehendak benar.

Para bhikkhu, kehendak salah yaitu : Kehendak keinginan indria, kehendak permusuhan, dan kehendak kekejaman.

Para bhikkhu, kehendak benar ada dua jenis, yaitu : ada kehendak benar yang terpengaruh oleh noda-noda, berhubungan dengan kebajikan, dan matang dalam perolehan. Dan ada kehendak benar yang mulia, tanpa noda, melampaui keduniawian, sebuah faktor dari sang jalan.

Para bhikkhu, kehendak benar yang terpengaruh oleh noda-noda, berhubungan dengan kebajikan, dan matang dalam perolehan, yaitu : kehendak meninggalkan keduniawian, tanpa permusuhan, dan tanpa kekejaman.

Para bhikkhu, kehendak benar yang mulia, tanpa noda, melampaui keduniawian, sebuah faktor dari sang jalan, yaitu : Pemikiran, pikiran, kehendak, absorpsi pikiran, ketetapan pikiran, pengarahan pikiran, bentukan ucapan dalam diri seseorang yang pikirannya mulia, tanpa noda, memiliki jalan mulia dan yang mengembangkan jalan mulia.

Usaha benar seseorang yaitu : berusaha untuk meninggalkan kehendak salah dan memasuki kehendak benar. Perhatian benar seseorang yaitu : dengan penuh perhatian meninggalkan kehendak salah, memasuki dan berdiam dalam kehendak benar. Demikianlah ketiga kondisi tersebut berlangsung dan berputar di sekeliling kehendak benar, yaitu, pandangan benar, usaha benar, dan perhatian benar.

Tentang Ucapan

Para bhikkhu, dalam pandangan benar seseorang - pandangan benar muncul dalam urutan pertama. Yaitu pada seseorang yang memahami ucapan salah sebagai ucapan salah dan ucapan benar sebagai ucapan benar.

Para bhikkhu, ucapan salah yaitu : kebohongan, ucapan fitnah, ucapan kasar, dan gosip.

Para bhikkhu, ucapan benar ada dua jenis, yaitu : ada ucapan benar yang terpengaruh oleh noda-noda, berhubungan dengan kebajikan, dan matang dalam perolehan. Dan ada ucapan benar yang mulia, tanpa noda, melampaui keduniawian, sebuah faktor dari sang jalan.

Para bhikkhu, ucapan benar yang terpengaruh oleh noda-noda, berhubungan dengan kebajikan, dan matang dalam perolehan yaitu : menghindari kebohongan, menghindari ucapan fitnah, menghindari ucapan kasar, dan menghindari gosip.

Para bhikkhu, ucapan benar yang mulia, tanpa noda, melampaui keduniawian, sebuah faktor dari sang jalan yaitu : pemberhentian empat jenis perilaku ucapan yang salah, tidak melakukan, penahanan diri, penghindaran dari perilaku ucapan yang salah dalam diri seseorang yang pikirannya mulia, tanpa noda, memiliki jalan mulia dan yang mengembangkan jalan mulia.

Usaha benar seseorang yaitu : berusaha untuk meninggalkan ucapan salah dan memasuki ucapan benar. Perhatian benar seseorang yaitu : penuh perhatian meninggalkan ucapan salah, penuh perhatian memasuki dan berdiam dalam ucapan benar. Demikianlah ketiga kondisi ini berlangsung dan berputar di sekeliling ucapan benar, yaitu, pandangan benar, usaha benar, dan perhatian benar.

Tentang Perbuatan

Para bhikkhu, dalam pandangan benar seseorang - pandangan benar muncul dalam urutan pertama. Yaitu pada seseorang yang memahami perbuatan salah sebagai perbuatan salah dan perbuatan benar sebagai perbuatan benar.

Para bhikkhu, perbuatan salah yaitu : membunuh makhluk-makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, dan perilaku salah dalam kenikmatan indria.

Para bhikkhu, perbuatan benar ada dua jenis, yaitu : ada perbuatan benar yang terpengaruh oleh noda-noda, berhubungan dengan kebajikan, dan matang dalam perolehan. Dan ada perbuatan benar yang mulia, tanpa noda, melampaui keduniawian, sebuah faktor dari sang jalan.

Para bhikkhu, perbuatan benar yang terpengaruh oleh noda-noda, berhubungan dengan kebajikan, dan matang dalam perolehan yaitu : menghindari : membunuh makhluk-makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, dan perilaku salah dalam kenikmatan indria.

Para bhikkhu, perbuatan benar yang mulia, tanpa noda, melampaui keduniawian, sebuah faktor dari sang jalan yaitu : pemberhentian dari tiga jenis perilaku jasmani yang salah, dimana : tidak melakukan, penahanan diri, dan penghindaran dari perilaku jasmani yang salah dalam diri seseorang yang pikirannya mulia, yang pikirannya tanpa noda, yang memiliki jalan mulia dan yang mengembangkan jalan mulia.

Usaha benar seseorang yaitu : berusaha untuk meninggalkan perbuatan salah dan memasuki perbuatan benar. Perhatian benar seseorang yaitu : dengan penuh perhatian meninggalkan perbuatan salah, memasuki dan berdiam dalam perbuatan benar. Demikianlah ketiga kondisi ini berlangsung dan berputar di sekeliling perbuatan benar, yaitu, pandangan benar, usaha benar, dan perhatian benar.

Tentang Penghidupan

Para bhikkhu, dalam pandangan benar seseorang - pandangan benar muncul dalam urutan pertama. Yaitu pada seseorang yang memahami penghidupan salah sebagai penghidupan salah dan penghidupan benar sebagai penghidupan benar.

Para bhikkhu, penghidupan salah yaitu : berkomplot, membujuk, mengisyaratkan, merendahkan, mengejar keuntungan dengan keuntungan.

Para bhikkhu, penghidupan benar ada dua jenis, yaitu : ada penghidupan benar yang terpengaruh oleh noda-noda, berhubungan dengan kebajikan, dan matang dalam perolehan. Dan ada penghidupan benar yang mulia, tanpa noda, melampaui keduniawian, sebuah faktor dari sang jalan.

Para bhikkhu, penghidupan benar yang terpengaruh oleh noda-noda, berhubungan dengan kebajikan, dan matang dalam perolehan yaitu : seorang siswa mulia meninggalkan penghidupan salah dan memperoleh penghidupannya melalui penghidupan benar.

Para bhikkhu, penghidupan benar yang mulia, tanpa noda, melampaui keduniawian, sebuah faktor dari sang jalan yaitu : pemberhentian dari penghidupan salah, tidak melakukan, penahanan diri, penghindaran dari penghidupan salah dalam diri seseorang yang pikirannya mulia, yang pikirannya tanpa noda, yang memiliki jalan mulia dan yang mengembangkan jalan mulia.

Usaha benar seseorang yaitu : berusaha untuk meninggalkan penghidupan salah dan memasuki penghidupan benar. Perhatian benar seseorang yaitu : dengan penuh perhatian meninggalkan penghidupan salah, memasuki dan berdiam dalam penghidupan benar. Demikianlah ketiga kondisi ini berlangsung dan berputar di sekeliling penghidupan benar, yaitu, pandangan benar, usaha benar, dan perhatian benar.

Empat Puluh Besar

Para bhikkhu, pandangan benar muncul dalam urutan pertama. Oleh karena itu seorang yang memiliki pandangan benar, muncul kehendak benar; pada seorang yang memiliki kehendak benar, muncul ucapan benar; pada seorang yang memiliki ucapan benar, muncul perbuatan benar; pada seorang yang memiliki perbuatan benar, muncul penghidupan benar; pada seorang yang memiliki penghidupan benar, muncul usaha benar; pada seorang yang memiliki usaha benar, muncul perhatian benar; pada seorang yang memiliki perhatian benar, muncul konsentrasi benar; pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, muncul pengetahuan benar; pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, muncul kebebasan benar. Demikianlah, jalan dari siswa yang dalam latihan lebih tinggi memiliki delapan faktor, Arahant memiliki sepuluh faktor.

Para bhikkhu, pandangan benar muncul dalam urutan pertama. Oleh karena itu seorang yang memiliki pandangan benar, pandangan salah dilenyapkan, dan banyak kondisi tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pandangan salah sebagai kondisi juga dilenyapkan, dan banyak kondisi bermanfaat yang berasal-mula dengan pandangan benar sebagai kondisi menjadi terpenuhi melalui pengembangan.

Pada seorang yang memiliki kehendak benar, kehendak salah dilenyapkan, dan banyak kondisi tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kehendak salah sebagai kondisi juga dilenyapkan, dan banyak kondisi bermanfaat yang berasal-mula dengan kehendak benar sebagai kondisi menjadi terpenuhi melalui pengembangan.

Pada seorang yang memiliki ucapan benar, ucapan salah dilenyapkan, dan banyak kondisi tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan ucapan salah sebagai kondisi juga dilenyapkan, dan banyak kondisi bermanfaat yang berasal-mula dengan ucapan benar sebagai kondisi menjadi terpenuhi melalui pengembangan.

Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, perbuatan salah dilenyapkan, dan banyak kondisi tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan perbuatan salah sebagai kondisi juga dilenyapkan, dan banyak kondisi bermanfaat yang berasal-mula dengan perbuatan benar sebagai kondisi menjadi terpenuhi melalui pengembangan.

Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, penghidupan salah dilenyapkan,  dan banyak kondisi tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan penghidupan salah sebagai kondisi juga dilenyapkan, dan banyak kondisi bermanfaat yang berasal-mula dengan penghidupan benar sebagai kondisi menjadi terpenuhi melalui pengembangan.

Pada seorang yang memiliki usaha benar, usaha salah dilenyapkan, dan banyak kondisi tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan usaha salah sebagai kondisi juga dilenyapkan, dan banyak kondisi bermanfaat yang berasal-mula dengan usaha benar sebagai kondisi menjadi terpenuhi melalui pengembangan.

Pada seorang yang memiliki perhatian benar, perhatian salah dilenyapkan, dan banyak kondisi tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan perhatian salah sebagai kondisi juga dilenyapkan, dan banyak kondisi bermanfaat yang berasal-mula dengan perhatian benar sebagai kondisi menjadi terpenuhi melalui pengembangan.

Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, konsentrasi salah dilenyapkan, dan banyak kondisi tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan konsentrasi salah sebagai kondisi juga dilenyapkan, dan banyak kondisi bermanfaat yang berasal-mula dengan konsentrasi benar sebagai kondisi menjadi terpenuhi melalui pengembangan.

Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, pengetahuan salah dilenyapkan, dan banyak kondisi tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan pengetahuan salah sebagai kondisi juga dilenyapkan, dan banyak kondisi bermanfaat yang berasal-mula dengan pengetahuan benar sebagai kondisi menjadi terpenuhi melalui pengembangan.

Pada seorang yang memiliki kebebasan benar, kebebasan salah dilenyapkan, dan banyak kondisi tidak bermanfaat yang berasal-mula dengan kebebasan salah sebagai kondisi juga dilenyapkan, dan banyak kondisi bermanfaat yang berasal-mula dengan kebebasan benar sebagai kondisi menjadi terpenuhi melalui pengembangan.

Para bhikkhu, terdapat dua puluh faktor pada sisi tidak bermanfaat, dan pada sisi bermanfaat. Khotbah Dhamma tentang Empat Puluh Besar ini telah diputar dan tidak dapat dihentikan oleh petapa atau brahmana, Dewa, Māra, Brahmā manapun, atau siapapun di dunia.

Para bhikkhu, jika petapa atau brahmana manapun berpikir bahwa Khotbah Dhamma tentang Empat Puluh Besar ini harus dicela dan ditolak, maka ada sepuluh kesimpulan sah dari pernyataan mereka yang memberikan dasar untuk mencela mereka di sini dan saat ini. Jika yang mulia itu mencela pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, konsentrasi benar, pengetahuan benar, dan kebebasan benar yang mana masing-masing dengan turutannya, maka ia tentu menghormati dan memuji para petapa dan brahmana yang memiliki pandangan salah, kehendak salah, ucapan salah, perbuatan salah, penghidupan salah, usaha salah, perhatian salah, konsentrasi salah, pengetahuan salah, dan kebebasan salah.

Para bhikkhu, bahkan para guru dari Okkala, Vassa dan Bhañña, yang menganut doktrin non-kausalitas, doktrin tidak-berbuat, dan doktrin nihilisme, tidak akan berpikir bahwa Khotbah Dhamma tentang Empat Puluh Besar ini harus dicela dan ditolak. Mengapa? Karena takut disalahkan, diserang, dan dibantah.

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Para bhikkhu merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

Demikianlah tulisan ini yang menyampaikan perihal Empat Puluh Besar pada Majjhima Nikaya 117 - Mahācattarisaka Sutta - yang bertujuan agar lebih mudah dipahami.


Selasa, 11 Oktober 2022

Kekhawatiran dan Ketakutan


Tulisan ini menyampaikan tentang Kekhawatiran dan Ketakutan pada Majjhima Nikaya 4 - Bhayabherava Sutta – penyampaiannya dipermudah menjadi sedikit singkat namun tidak mengurangi arti.

Bhayabherava Sutta - menceritakan mengenai seorang brahmana bernama Janussoni yang mengajukan beberapa pertanyaan kepada Sang Buddha ketika Sang Buddha sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Jawaban-jawaban dan penjelasan Sang Buddha dalam Sutta tersebut adalah sebagai berikut :

 

“Begitulah, Brahmana, begitulah. Ketika para anggota keluarga meninggalkan kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah karena berkeyakinan padaKu, mereka menjadikan Aku sebagai pemimpin mereka, penolong mereka, dan penuntun mereka. Dan mereka mengikuti teladanKu.”

 

Tempat tinggal di dalam rimba belantara yang terpencil di dalam hutan adalah sulit ditahankan, keterasingan adalah sulit dilatih, dan adalah sulit untuk menikmati kesunyian. Seseorang akan berpikir hutan pasti akan merampas pikiran seorang bhikkhu, jika ia tidak memiliki konsentrasi.

 

Para petapa atau brahmana yang tidak murni dalam ucapan, tidak murni dalam pikiran, tidak murni dalam penghidupan - mendatangi tempat tinggal di dalam rimba belantara yang terpencil di dalam hutan - karena cacat dari ketidak-murnian perbuatan jasmani mereka - para petapa dan brahmana yang baik itu memunculkan kekhawatiran dan ketakutan yang tidak bermanfaat. Aku mendatangi tempat tinggal di dalam rimba – aku memiliki perbuatan jasmani dan penghidupan yang murni, aku datang sebagai satu di antara para mulia dengan penghidupan yang murni.’ Melihat kemurnian penghidupan, kemurnian perbuatan jasmani – aku menemukan penghiburan besar dalam menetap di hutan.

 

Para petapa atau brahmana tamak dan penuh nafsu, memiliki pikiran bermusuhan dan kehendak membenci, dikuasai oleh kelambanan dan ketumpulan, dikuasai oleh kegelisahan dan pikiran yang tidak tenang, bimbang dan ragu, memuji diri sendiri dan menghina orang lain, tunduk pada ketakutan dan teror, menginginkan perolehan, penghormatan, dan kemasyhuran, malas dan kurang gigih, tanpa perhatian dan tidak waspada, tidak terkonsentrasi dan pikirannya mengembara - aku tidak tamak, aku memiliki pikiran cinta kasih, aku adalah tanpa kelambanan dan ketumpulan, aku memiliki pikiran yang tenang, aku telah melampaui keraguan, aku tidak memuji diri sendiri dan tidak menghina orang lain, aku bebas dari kegentaran, aku memiliki sedikit keinginan, aku bersemangat, aku kokoh dalam perhatian, aku memiliki konsentrasi.

 

Para petapa atau brahmana tanpa kebijaksanaan, pembual, mendatangi tempat tinggal di dalam rimba belantara terpencil di dalam hutan, karena cacat dari ketiadaan kebijaksanaan dan pengucap omong kosong, para petapa dan brahmana yang baik ini akan memunculkan kekhawatiran dan ketakutan yang tidak bermanfaat. Aku mendatangi tempat tinggal di dalam rimba belantara yang terpencil di dalam hutan dengan kebijaksanaan, tidak sebagai seorang pengucap omong kosong. Aku mendatangi tempat tinggal di dalam rimba belantara yang terpencil di dalam hutan sebagai satu di antara para mulia yang memiliki kebijaksanaan.’ Melihat kebijaksanaan ini dalam diriKu, Aku menemukan penghiburan besar dalam menetap di hutan.

 

‘Ada malam-malam yang secara khusus sangat baik yaitu malam ke empat belas, ke lima belas, dan ke delapan dalam dwiminggu. Pada malam-malam yang sangat baik itu aku berdiam di tempat-tempat keramat, menakutkan seperti altar-altar di kebun, altar-altar di hutan, dan altar-altar pohon. Dan sewaktu Aku berdiam di sana, seekor binatang buas akan muncul, atau seekor burung merak akan mematahkan dahan, atau angin mendesaukan dedaunan. Aku berpikir: ‘Bagaimana sekarang jika kekhawatiran dan ketakutan itu datang?’ Aku berpikir: ‘Mengapa Aku berdiam dengan selalu menanti kekhawatiran dan ketakutan? Bagaimana jika Aku menaklukkan kekhawatiran dan ketakutan itu sambil mempertahankan postur yang sama dengan ketika hal itu mendatangiKu?

 

“Sewaktu Aku berjalan, kekhawatiran dan ketakutan mendatangiKu; Aku tidak berdiri atau duduk atau berbaring hingga Aku telah menaklukkan kekhawatiran dan ketakutan itu. Ketika Aku berdiri, kekhawatiran dan ketakutan mendatangiKu; Aku tidak berjalan atau duduk atau berbaring hingga Aku telah menaklukkan kekhawatiran dan ketakutan itu. Ketika Aku duduk, kekhawatiran dan ketakutan mendatangiKu; Aku tidak berjalan atau berdiri atau berbaring hingga Aku telah menaklukkan kekhawatiran dan ketakutan itu. Ketika Aku berbaring, kekhawatiran dan ketakutan mendatangiKu; Aku tidak berjalan atau berdiri atau duduk hingga Aku telah menaklukkan kekhawatiran dan ketakutan itu.

 

“Terdapat, Brahmana, beberapa petapa dan brahmana yang melihat siang pada malam hari dan melihat malam pada siang hari. Aku katakan bahwa di pihak mereka ini adalah kediaman dalam delusi. Tetapi aku melihat malam pada malam hari dan siang pada siang hari. Sebenarnya, jika dikatakan sehubungan dengan seseorang: ‘Makhluk yang tidak tunduk pada delusi telah muncul di dunia demi kesejahteraan dan kebahagiaan banyak makhluk, demi belas kasih terhadap dunia, demi kebaikan, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia,’ sesungguhnya adalah sehubungan dengan Aku ucapan benar itu diucapkan.

 

“Kegigihan tanpa lelah muncul dalam diriKu dan perhatian tanpa kendur ditegakkan, tubuhku tenang dan tidak terganggu, pikiranku terkonsentrasi dan terpusat.

 

“Dengan cukup terasing dari kenikmatan-kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan.

 

“Dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua, yang memiliki keyakinan-diri dan keterpusatan pikiran tanpa awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari konsentrasi.

 

“Dengan meluruhnya sukacita, Aku berdiam dalam keseimbangan, dan penuh perhatian dan penuh kewaspadaan, masih merasakan kenikmatan pada jasmani, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga, yang sehubungan dengannya para mulia mengatakan: ‘Ia memiliki kediaman yang menyenangkan yang memiliki keseimbangan dan penuh perhatian.’

 

“Dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, Aku masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang memiliki bukan-kesakitan-juga-bukan-kenikmatan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan.

 

“Ketika konsentrasi pikiranKu sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidak-sempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai keadaan tanpa-gangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan mengingat kehidupan lampau. Aku mengingat banyak kehidupan lampau, yaitu, satu kelahiran, dua kelahiran, tiga kelahiran, empat kelahiran, lima kelahiran, sepuluh kelahiran, dua puluh kelahiran, tiga puluh kelahiran, empat puluh kelahiran, lima puluh kelahiran, seratus kelahiran, seribu kelahiran, seratus ribu kelahiran, banyak kappa penyusutan-dunia, banyak kappa pengembangan-dunia, banyak kappa penyusutan-dan-pengembangan-dunia: ‘Di sana aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman kesenangan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; dan meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di tempat lain; dan di sana aku bernama itu, dari suku itu, dengan penampilan seperti itu, makananku seperti itu, pengalaman kesenangan dan kesakitanku seperti itu, umur kehidupanku selama itu; dan meninggal dunia dari sana, aku muncul kembali di sini.’ Demikianlah dengan segala aspek dan ciri-cirinya Aku mengingat banyak kehidupan lampau.

 

“Ini adalah pengetahuan sejati pertama yang dicapai olehKu pada jaga pertama malam itu. Ketidak-tahuan tersingkir dan pengetahuan sejati muncul, kegelapan tersingkir dan cahaya muncul, seperti yang terjadi dalam diri seorang yang berdiam dengan tekun, rajin dan bersungguh-sungguh.

 

“Ketika konsentrasi pikiranKu sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidak-sempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai keadaan tanpa-gangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan kematian dan kelahiran kembali makhluk-makhluk. Dengan mata-dewa, yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin. Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka: ‘Makhluk-makhluk ini yang berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, pencela para mulia, keliru dalam pandangan mereka, memberikan dampak pandangan salah dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali dalam kondisi buruk, di alam rendah, dalam kehancuran, bahkan di dalam neraka; tetapi makhluk-makhluk ini, yang berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, bukan pencela para mulia, berpandangan benar, memberikan dampak pandangan benar dalam perbuatan mereka, ketika hancurnya jasmani, setelah kematian, telah muncul kembali di alam yang baik, bahkan di alam surga.’ Demikianlah dengan mata-dewa yang murni dan melampaui manusia, Aku melihat makhluk-makhluk meninggal dunia dan muncul kembali, hina dan mulia, cantik dan buruk rupa, kaya dan miskin, Aku memahami bagaimana makhluk-makhluk berlanjut sesuai dengan perbuatan mereka.

 

“Ini adalah pengetahuan sejati ke dua yang dicapai olehKu pada jaga ke dua malam itu. Ketidak-tahuan tersingkir dan pengetahuan sejati muncul, kegelapan tersingkir dan cahaya muncul, seperti yang terjadi dalam diri seorang yang berdiam dengan tekun, rajin dan bersungguh-sungguh.

 

“Ketika konsentrasi pikiranKu sedemikian murni, cerah, tanpa noda, bebas dari ketidak-sempurnaan, lunak, lentur, kokoh, dan mencapai keadaan tanpa-gangguan, Aku mengarahkannya pada pengetahuan hancurnya noda-noda. Aku secara langsung mengetahui sebagaimana adanya : ‘Ini adalah penderitaan’; ‘Ini adalah asal-mula penderitaan’; ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan’; ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan.’ ‘Ini adalah noda-noda’; ‘Ini adalah asal-mula noda-noda’; ‘Ini adalah lenyapnya noda-noda’; ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya noda-noda.’

 

“Ketika Aku mengetahui dan melihat demikian, pikiranKu terbebas dari noda keinginan indria, dari noda penjelmaan, dan dari noda Ketidak-tahuan. Ketika terbebaskan, muncullah pengetahuan: ‘terbebaskan.’ Aku secara langsung mengetahui: ‘Kelahiran telah dihancurkan, kehidupan suci telah dijalani, apa yang harus dilakukan telah dilakukan, tidak akan ada lagi penjelmaan menjadi makhluk apapun.’

 

“Ini adalah pengetahuan sejati ke tiga yang dicapai olehKu pada jaga ke tiga malam itu. Ketidak-tahuan tersingkir dan pengetahuan sejati muncul, kegelapan tersingkir dan cahaya muncul, seperti yang terjadi dalam diri seorang yang berdiam dengan tekun, rajin dan bersungguh-sungguh.

 

“Sekarang, Brahmana, engkau mungkin berpikir: ‘Mungkin Petapa Gotama belum terbebas dari nafsu, kebencian, dan delusi bahkan sampai hari ini, sehingga Beliau masih mendatangi tempat tinggal di dalam rimba belantara yang terpencil di dalam hutan.’ Tetapi engkau jangan berpikir demikian. Adalah karena Aku melihat dua manfaat maka Aku masih mendatangi tempat tinggal di dalam rimba belantara yang terpencil di dalam hutan: Aku melihat kediaman yang menyenangkan bagi diriKu di sini dan saat ini, dan Aku berbelas kasih pada generasi mendatang.”

 

Dalam Sutta ini akhirnya brahmana Janussoni mengatakan demikian : “Tentu saja, adalah karena Guru Gotama adalah seorang yang sempurna, seorang Yang Tercerahkan Sepenuhnya, maka Beliau berbelas kasih pada generasi mendatang. Menakjubkan, Guru Gotama! Menakjubkan, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam berbagai cara, bagaikan menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan pada mereka yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang memiliki penglihatan dapat melihat bentuk-bentuk. Aku berlindung pada Guru Gotama dan pada Dhamma dan pada Sangha para bhikkhu. Sejak hari ini sudilah Guru Gotama mengingatku sebagai seorang pengikut awam yang telah menerima perlindungan dari Beliau seumur hidupku.”


Demikianlah tulisan ini yang menyampaikan Bhayabherava Sutta dalam Majjhima Nikaya 4 yang bertujuan agar lebih mudah dipahami. Semoga bermanfaat.

Akar Segala Sesuatu

Tulisan ini menyampaikan intisari tentang : “Akar Segala Sesuatu” dari Majjhima Nikaya – 1 : Mūlapariyāya Sutta. Mūlapariyāya Sutta - menceritakan ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Ukkaṭṭhā di Hutan Subhaga di bawah pohon sāla besar. Beliau memanggil para bhikkhu dan kemudian berkata bahwa beliau akan mengajarkan sebuah khotbah kepada Para bhikkhu tentang akar dari segala sesuatu.

Intisari dari ajaran Sang Bhagava yang disampaikan kepada para bhikkhu tentang : “Akar Segala Sesuatu” dari Majjhima Nikaya – 1 : Mūlapariyāya Sutta - menurut tulisan ini adalah mengenai penguasaan pemahaman dan pencapaian tertinggi dari praktik mengakhiri Dua belas mata rantai sebab-musabab yang saling bergantungan (Paticcasamuppada) mulai dari orang biasa, Arahat sampai dengan yang disebut Tathagata-2, dimana rincian singkatnya yang dikatakan oleh - Sang Bhagava adalah sebagai berikut :


Orang biasa :

Orang biasa menganggap [dirinya sebagai] sesuatu, ia menganggap [dirinya] dalam sesuatu, ia menganggap [dirinya terpisah] dari sesuatu, ia menganggap sesuatu sebagai ‘milikku,’ ia bersenang dalam sesuatu, karena ia belum sepenuhnya memahami sesuatu yang dimaksud. Dimana sesuatu tersebut adalah tentang : tanah, air, api, dan udara yang membentuk Ruppa atau badan jasmani dan mengenai : makhluk-makhluk, dewa-dewa, Pajāpati, Brahmā, para dewa dengan Cahaya Gemerlap, para dewa dengan Keagungan Gemilang, para dewa dengan Buah Besar, raja, landasan ruang tanpa batas, landasan kesadaran tanpa batas, landasan kekosongan, landasan bukan persepsi juga bukan tanpa-persepsi, yang terlihat, yang terdengar, yang terindra, yang dikenali, kesatuan, keberagaman, keseluruhan, dan Nibbāna. Mengapa demikian? Karena seperti yang disebut tadi, orang biasa itu belum sepenuhnya memahami tentang sesuatu itu : tanah, air, api dan sebagainya sebagaimana mestinya.


Siswa Dalam Latihan Yang Lebih Tinggi :

Siswa Dalam Latihan Yang Lebih Tinggi seharusnya tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Siswa Dalam Latihan Yang Lebih Tinggi itu sudah dapat memahami sepenuhnya tentang sesuatu, yaitu tanah, air, api dan seterusnya...


Arahat – 1 :

Arahat – 1 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air, api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Arahant – 1 telah memahami sepenuhnya tentang tanah, air, api dan seterusnya...


Arahat – 2 :

Arahat – 2 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air, api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Arahant-2 telah terbebaskan dari nafsu melalui hancurnya nafsu.


Arahat – 3 :

Arahat – 3 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air, api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Arahat-3 telah terbebaskan dari kebencian melalui hancurnya kebencian.


Arahat – 4 :

Arahat – 4 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air, api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Arahant-4 telah terbebaskan dari delusi melalui hancurnya delusi.


Tathāgata – 1 :

Tathāgata – 1 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air, api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Beliau telah memahami sepenuhnya hingga akhir.


Tathāgata – 2 :

Tathāgata – 2 tidak menganggap [dirinya sebagai] sesuatu (tanah, air, api...) dan seterusnya. Mengapa demikian? Karena Tathagata-2 telah memahami bahwa kesenangan adalah akar penderitaan, dan bahwa dengan penjelmaan [sebagai kondisi] maka ada kelahiran, dan bahwa dengan apapun yang terlahir itu, maka ada penuaan dan kematian. Oleh karena itu, para bhikkhu, melalui kehancuran, peluruhan, pelenyapan, penghentian, dan pelepasan ketagihan sepenuhnya, Sang Tathāgata telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tertinggi.


Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tetapi para bhikkhu itu tidak bergembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

Demikianlah intisari tentang : “Akar Segala Sesuatu” dari Majjhima Nikaya – 1 : Mūlapariyāya Sutta. Semoga bermanfaat. 

Kamis, 22 September 2022

Dimanakah Sang Buddha?

Tulisan ini disunting dari Ven. K. Sri Dhammananda.

Ke manakah Sang Buddha pergi atau di manakah beliau sekarang tinggal? Ini adalah pertanyaan yang sangat sulit dijawab bagi mereka yang belum mengembangkan jalan hidup spiritual, karena mereka berpikir mengenai hidup dengan cara pandang duniawi, suatu hal yang sulit bagi orang-orang untuk memahami konsep tentang Buddha. Beberapa misionaris agama tertentu mendatangi umat Buddha dan berkata bahwa Sang Buddha bukanlah Tuhan, beliau adalah manusia. Beliau telah mati dan menghilang. Bagaimana seseorang mendapatkan manfaat dari menyembah orang yang sudah mati? Tetapi kita memahami bahwa Sang Buddha disebut sebagai Satthà deva-manussànang, guru para dewa dan manusia. Sewaktu Sang Buddha masih hidup, kapan saja para dewa memiliki masalah, mereka dapat mendatangi Sang Buddha untuk mendapatkan nasihatnya. Para misionaris tersebut mengklaim Tuhan mereka adalah Tuhan yang hidup dan itulah kenapa setiap orang harus menyembahnya.

Menurut ilmu pengetahuan, memerlukan jutaan tahun bagi manusia untuk mengembangkan pikiran dan pemahamannya. Ketika pikiran manusia belum sepenuhnya berkembang, mereka menyadari akan adanya kekuatan-kekuatan yang membuat alam bekerja. Karena mereka tidak dapat memahami bagaimana persisnya alam itu bekerja, mereka mulai berpikir pastilah ada suatu sosok yang menciptakan dan memelihara alam dimaksud. Untuk membantu yang lain memahami konsep tersebut, mereka mengubah energi menjadi suatu bentuk untuk mewakili secara fisik berupa patung-patung dan lukisan-lukisan. “Roh-roh” atau kekuatan-kekuatan tersebut begitu penting untuk membuat manusia melakukan sesuatu yang baik dan tidak melakukan sesuatu yang buruk, untuk memberi mereka pahala jika mereka melakukan hal yang baik. Mereka memiliki rasa takut, khawatir, curiga, ketidakamanan, sehingga membutuhkan suatu sosok untuk bergantung dan melindunginya.

Demikianlah mengapa mereka mencoba memperkenalkan ide mengenai roh yang kekal yang tinggal di surga dan abadi. Hal itu memuaskan kehausan mereka akan kehidupan kekal. Sang Buddha mengatakan bahwa segala sesuatu yang muncul dalam suatu keberadaan adalah subjek dari perubahan, kehancuran dan kelapukan. Ketika kita menganalisa kehidupan Sang Buddha, kita melihat Ia tidak pernah memperkenalkan dirinya sebagai anak Tuhan atau pembawa pesan, melainkan sebagai guru agama yang tercerahkan. Pada saat yang sama Sang Buddha juga tidak memperkenalkan dirinya sebagai inkarnasi dari Buddha lain. Sang Buddha tidak diciptakan oleh Buddha yang lain, jadi Buddha bukanlah reinkarnasi dari Buddha yang lain. Beliau adalah seorang individu yang bekerja dalam periode waktu yang lama, mengembangkan kehidupan setelah kehidupan, dan menanam semua kualitas, kebajikan dan kebijaksanaan agung yang kita sebut sebagai pàramità atau kesempurnaan. Ketika Beliau menyempurnakan semua kualitas yang baik; beliau mencapai pencerahan yang merupakan pemahaman sempurna akan bagaimana alam semesta bekerja.

Orang-orang bertanya bagaimana Sang Buddha dapat mencapai pencerahan? Umat Buddha mempertahankan bahwa setiap individu dapat mengembangkan pikiran untuk memahami segalanya. Arti kata “manussa”, dalam berbagai bahasa berarti manusia. Arti dari kata “mana” adalah pikiran. Oleh karena itu “manussa” adalah manusia yang dapat membangun dan mengembangkan pikirannya menuju ke kesempurnaan. Selain manusia tidak ada makhluk-makhluk hidup yang lain di alam semesta ini yang dapat mengembangkan pikirannya sampai sedemikian luas untuk mencapai pencerahan. Bahkan tidak ada makhluk-makhluk adikuasa yang bisa menjadi Buddha karena mereka tidak bisa mengembangkan pikirannya sedemikian luas. Mereka memiliki sensualitas duniawi, kedamaian, kehidupan yang sejahtera, tetapi kekuatan pikiran mereka sangat lemah. Hanya manussa atau manusia yang bisa menjadi Buddha atau “Yang Tercerahkan”. Ketika orang-orang mengatakan bahwa Buddha bukanlah Tuhan, kita tidak perlu juga membuktikan bahwa beliau adalah Tuhan. Jika kita mencoba membuktikan hal ini maka sebenarnya kita merendahkan konsep pencerahan.

Suatu hari, seorang pendeta Kristiani bersama dengan pengikutnya datang menemui saya (Ven. K. Sri Dhammananda) untuk berdiskusi mengenai Buddhisme dan bertanya, “Sebenarnya dapatkah anda mengatakan kepada saya apa yang umat Buddha percayai?” Kemudian saya mengatakan kepadanya yang sebenarnya, bahwa umat Buddha tidak “percaya” apapun. Kemudian ia menunjuk pada buku saya “What Buddhists Believe” dan ia bertanya “Mengapa anda menulis buku ini?” Saya mengatakan kepadanya, “Itulah mengapa saya menulis buku itu, untuk anda membacanya, untuk melihat apakah ada sesuatu yang anda percayai.” Saya mengatakan kepadanya, Sang Buddha telah memberikan jawaban atas pertanyaan itu, Sang Buddha telah menasehati kita apa yang sebaiknya kita lakukan. Daripada mempercayai, seseorang seharusnya berlatih pariyatti, patipatti dan pativedha.

Ada tiga cara untuk berlatih. Sang Buddha mengatakan, bahwa kita harus mencoba untuk memahami karena kita tidak seharusnya mempercayai secara membuta apapun yang tidak dapat kita pahami. Dalam ajarannya mengenai “Jalan Mulia Berunsur Delapan”, hal yang pertama adalah Sammàditthi atau pemahaman benar. Sang Buddha memulai misinya dengan meminta kepada pengikutnya untuk mengembangkan pengertian, bukan iman atau kepercayaan yang membuta. Setelah belajar kita mendapatkan pengetahuan yang luar biasa mengenai Sang Buddha dan ajaran-ajarannya. Anda harus melatih apa yang telah anda pelajari. Jika anda belum memahaminya anda akan mencoba menciptakan ide-ide berdasarkan imajinasi anda sendiri. Nasihat beliau adalah melatih apa yang telah anda pelajari dengan pemahaman. Setelah berlatih anda akan mengalami hasil atau efeknya. Inilah tiga metode yang Sang Buddha ajarkan, yaitu belajar, memahami, dan berlatih. Inilah jalan untuk hidup di dunia ini untuk terlepas dari penderitaan. Dalam memperkenalkan agama; Sang Buddha tidak meminta kita untuk percaya apapun, tetapi untuk belajar, memahami, berlatih, dan mengalami hasilnya.

Sebagai contoh, Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus berbaik hati, anda harus jujur. Ketika anda telah melakukannya maka setelah itu setiap orang menghormati anda karena mereka mengetahui bahwa anda sangat baik hati, sangat jujur. Tak seorang pun ingin mengganggu anda atau menyalahkan anda, tetapi mereka menghormati anda. Itulah hasil yang baik yang anda alami. Pada saat yang sama Sang Buddha mengatakan bahwa anda harus mencoba untuk memahami sesuai dengan tingkat pengalaman anda sendiri. Anda dapat melakukan test atas hasil latihan anda. Anda memahami mengapa beberapa hal adalah salah dan mengapa beberapa hal adalah benar, anda tidak mengikuti perintah yang datang dari surga. Anda memiliki pemikiran dan akal sehat untuk memahami. Pemahaman dan pengalaman pribadi kita cukup untuk memahami mengapa sesuatu itu salah atau benar. Sang Buddha menasihati kita untuk tidak menghancurkan kehidupan makhluk lain. Beliau tidak memperkenalkan hal ini sebagai hukum agama karena pemahaman manusia pasti dapat mengetahui bahwa membunuh itu adalah kejam. Tidaklah sukar bagi kita untuk memahami mengapa hal ini buruk, karena ketika orang lain datang dan mencoba membunuh kita, pastilah kita tidak akan menyukainya. Lagi, beliau mengatakan bahwa ketika anda memiliki sesuatu yang berharga telah dicuri oleh seseorang, bagaimanakah perasaan anda? Dalam cara yang sama ketika kita mencuri milik orang lain mereka juga tidak menyukainya. Tidaklah diperlukan bagi kita untuk menerima perintah dari Tuhan manapun atau dari Buddha atau Yesus untuk memahami konsep sederhana ini. Guru-guru agama itu muncul di dunia untuk mengingatkan kita apa yang telah kita lalaikan. Pengalaman dan pemahaman pribadi anda sendiri lebih dari cukup untuk mengetahui mengapa hal-hal tertentu adalah benar atau salah.

Sang Buddha menasehati kita untuk berpikir dan memahami. Kita memiliki pikiran yang beralasan. Kita memiliki akal sehat, tidak seperti makhluk hidup lainnya yang juga memiliki pikiran tetapi tidak dapat berpikir secara rasional. Pikiran mereka terbatas untuk mencari makanan, tempat bernaung, perlindungan dan kenikmatan sensual. Mereka tidak meningkatkan pikiran mereka lebih luas. Tetapi manusia memiliki pikiran untuk berpikir dan memahami sampai tahap maksimal. Inilah kenapa para ilmuwan telah menyelidiki dan menemukan berbagai hal yang belum pernah kita dengar sebelumnya. Tidak ada makhluk hidup lain di dunia ini yang dapat mengembangkan pikiran seluas pikiran manusia. Karena itulah maka hanya manusia yang dapat menjadi Buddha. Dengan mengembangkan pikiran, manusia dapat mencapai pencerahan.

Sang Buddha mengatakan kepada kita agar bertindak sesuai dengan pengalaman. Kemudian kita mengetahui hasilnya. Pengikut dari semua agama lain, memberi salam kepada yang lain, dengan mengucapkan, “Tuhan memberkatimu”, tetapi umat Buddha sangat jarang memberi salam kepada yang lain dengan mengucapkan Buddha memberkatimu. Tetapi mereka membaca berulang “Buddhang Saranang Gacchàmi” yang artinya : Saya berlindung kepada Buddha. Jika mereka percaya bahwa mereka mendapatkan perlindungan dari Buddha mengapa mereka tidak memberi salam kepada yang lain dengan mengatakan, “Sang Buddha memberkatimu”. Sang Buddha juga menasehati orang-orang untuk mengingat Sang Buddha ketika mereka merasa takut. Jadi, “Di Manakah Sang Buddha?” adalah topik kita. Dapatkah kita katakan bahwa Ia berada di surga atau Ia tinggal di dalam Nibbana atau Ia tinggal di suatu tempat yang lain? Ke manakah beliau pergi? Kita harus mengingat bahwa apapun yang kita tanyakan adalah bentuk dari sudut pandang keduniawian. Setelah mencapai pencerahan Sang Buddha berkata, “ayam antimà jàti, natthi dàni punabbavo”, yang artinya : “inilah kelahiranku yang terakhir, tidak ada lagi tumimbal lahir. ” Aku telah menghentikan tumimbal lahir yang tidak ada habisnya di dunia ini, dari kehidupan ke kehidupan, dan mengalami penderitaan yang tidak ada akhirnya. Kenikmatan atau hiburan yang manusia alami merupakan kepuasan emosi sementara yang akan menghilang dalam waktu singkat. Hal ini menciptakan ketidakpuasan. Sepanjang hidup, secara batin dan fisik kita mengalami penderitaan, kekhawatiran, permasalahan, kesakitan, kesukaran, bencana, dan ketidakpuasan yang sangat besar. Tak seorang pun di dunia ini yang mengatakan bahwa ia senantiasa puas dengan kehidupan ini. Semua orang pernah mengeluh dan menggerutu tentang masalah fisik ataupun batin.

Dengan memahami kondisi itu Sang Buddha telah menghentikan tumimbal lahir. Hal tersebut disebut sebagai keselamatan. Keselamatan berarti bebas dari penderitaan fisik maupun batin. Dengan berada dalam wujud fisik kita tidak dapat mengatasi penderitaan fisik dan batin. Oleh karena itu jika kita tidak mau menderita, hal yang terbaik adalah menghentikan kelahiran. Kita haus akan perwujudan atau keberadaan. Kehausan dan kemelekatan ini sangat kuat dalam pikiran kita.

Kita jengkel dengan penderitaan, kesedihan, kesakitan dan bermacam masalah lainnya karena kehausan dan kebodohan kita. Sekarang lihatlah apa yang terjadi di dunia ini. Seluruh dunia adalah medan pertempuran, orang-orang di seluruh dunia menciptakan kekerasan dan pertumpahan darah, perang dan kehancuran. Berbeda dengan hewan, mereka tidak menciptakan masalah untuk menderita. Ketika mereka lapar mereka menangkap dan memakan makhluk hidup lain untuk menghilangkan rasa lapar mereka dan kemudian pergi tidur. Tetapi manusia tidak puas tanpa haus terhadap banyak hal. Kehausan, kemelekatan sangat kuat dalam pikiran manusia. Kecemburuan, permusuhan, kemarahan, kekejaman dan kejahatan muncul. Makhluk hidup lain tidak mengembangkan kekejaman mereka sampai sedemikian besar.

Manusia memiliki agama. Agama bukan sekedar menyembah dan berdoa tetapi melakukan suatu pelayanan kepada makhluk hidup lain dengan menjauhkan diri dari pikiran buruk sehingga dapat melayani makhluk lain. Aspek pemujaan dalam agama adalah penting tetapi tidak akan bisa mengembangkan pikiran untuk mencapai pemahaman yang semestinya dan bijaksana. Sebelum Sang Buddha mangkat, banyak orang menyerahkan bunga-bunga dan menghormati beliau. Sang Buddha meminta mereka untuk pulang ke rumah. Beliau mengatakan bahwa jika mereka benar-benar ingin menghormatinya, selain dengan bunga-bunga dan pemujaan, mereka harus melatih setidaknya satu dari nasihat-nasihat yang pernah beliau berikan. Dengan demikian mereka benar-benar menghormati Sang Buddha.

Sekarang anda dapat memahami apa yang Sang Buddha inginkan. Jalan hidup keagamaan bukan hanya untuk berdoa tetapi meneladani beberapa nasihat yang diberikan oleh beliau. Suatu ketika seorang bhikkhu bernama Bakkula datang dan duduk di hadapan Sang Buddha dan memandanginya setiap hari. Suatu hari Sang Buddha bertanya kepadanya, “Apa yang engkau lakukan di sini?” ia menjawab, ” Ketika saya melihat tubuh fisik Sang Bhagava, hal itu memberikanku banyak kebahagiaan.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Bakkula, dengan memandangi tubuh fisik yang kotor, menjijikkan, tidak kekal ini, apa yang kau dapatkan? Engkau hanya menyenangkan perasaanmu saja, engkau tidak akan pernah mencapai pengetahuan atau pemahaman tetapi menyenangkan perasaanmu. Engkau tidak dapat melihat Buddha yang sesungguhnya melalui tubuh fisik. Buddha bukanlah tubuh fisik.” Kemudian Sang Buddha berkata, “Hanya ia yang memahami Dhamma yang diajarkan oleh Sang Buddha melihat Buddha yang sebenarnya.” Buddha yang sesungguhnya muncul di dalam pikiran ketika kita memahami apa yang Sang Buddha ajarkan. Di sini anda dapat memahami bahwa Sang Buddha bukanlah seputar masalah tubuh fisik. Ketika anda belajar sejarah India, dalam hampir 500 tahun setelah Sang Buddha parinibbàna tidak ada satu pun rupang yaitu patung atau gambar Sang Buddha - karena Sang Buddha tidak menganjurkan setiap orang untuk mendirikan rupang dirinya. Adalah bangsa Yunani yang menciptakan rupang Sang Buddha dan bentuk-bentuk simbol keagamaan lainnya. Sekarang tentu saja bentuk-bentuk rupang Sang Buddha yang berbeda-beda telah menyebar ke seluruh dunia.

Penganut beberapa agama lain mengutuk umat Buddha sebagai pemuja berhala. Padahal mereka tidak mengetahui apa yang umat Buddha pahami. Untuk menjelaskan mengenai rupang Buddha, dapatlah kita ikuti kisah berikut ini : Tiga ratus tahun setelah kehidupan Sang Buddha, ada seorang bhikkhu terkenal yang dipanggil Upagutha. Ia adalah seorang penceramah yang sangat terkenal. Ketika ia memberikan ceramah ribuan orang berkumpul. Màra si jahat sangat tidak senang karena lebih banyak lagi orang yang menjadi religius. Màra tidak saja diidentikkan sebagai makhluk jahat tetapi juga kilesa, waktu dan kematian yang membelenggu, yang dapat menghalangi seseorang menuju ke jalan kehidupan spiritual. Màra tersebut mulai menampilkan pertunjukkan, tarian, nyanyian, kesukariaan yang menarik di depan Vihàra. Kemudian para pendengar ceramah bhikkhu Upagutha perlahan-lahan mulai beralih untuk melihat Mara hingga akhirnya tak seorang pun yang mendengarkan ceramah Upagutha.

Upagutha memutuskan untuk memberikan pelajaran yang baik kepada Màra, ia pergi melihat pertunjukkan itu. Ketika pertunjukkan itu berakhir, Upagutha mengatakan bahwa ia sangat menghargainya. “Untuk menghargai pertunjukkanmu saya ingin menaruh rangkaian kalung bunga ini ke lehermu.” Màra sangat bangga. Ketika Upagutha menaruh rangkaian kalung bunga, Màra merasa kalung bunga itu membelit di sekitar lehernya seperti seekor ular python. Ia berusaha melepaskannya tetapi tidak bisa. Kemudian ia pergi menemui Sakka, raja para dewa dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung tersebut. Sakka berusaha sekuat tenaga tetapi ia tidak bisa melepaskannya. Kemudian Màra pergi menemui Brahma yang pada masa itu dipandang sebagai tuhan pencipta dan meminta kepadanya untuk melepaskan kalung itu. Brahma mencoba melepaskannya tetapi tidak berhasil. Kemudian Brahma mengatakan kepada Màra bahwa hanya orang yang meletakkannya yang bisa melepaskannya. Lalu Màra harus kembali ke Yang Mulia Upagutha dan memohon kepadanya untuk melepaskannya kalau tidak Màra akan mati. Kemudian Upagutha berkata, “Tidaklah sukar tetapi saya hanya dapat melakukannya dengan 2 kondisi. Pertama, engkau harus berjanji di masa yang akan datang engkau tidak akan mengganggu apapun terhadap kegiatan keagamaan kami.” Màra setuju. “Hal kedua yaitu engkau telah melihat Sang Buddha dan dalam beberapa kesempatan kau berusaha mengganggu Sang Buddha. Kau memiliki kekuatan batin untuk menampilkan tubuh fisik Sang Buddha.” Kemudia Màra berkata, “Ya, saya akan melakukannya jika anda berjanji untuk tidak menyembahku ketika aku muncul sebagai Sang Buddha karena aku bukanlah orang yang suci.” Kemudian Yang Mulia Upagutha berkata, “Saya tidak akan menyembahmu.” Namun ketika Màra muncul sebagai wujud Sang Buddha, Yang Mulia Upagutha segera menghormatinya. Kemudian Màra berteriak, “Engkau berjanji untuk tidak menyembah.” Kemudian Upagutha berkata, ”Saya tidak menyembah Màra tetapi menghormati Sang Buddha.”

Hal tersebut adalah contoh yang baik bagi orang-orang untuk menjelaskan kepada yang lain arti dari menghormati rupang Buddha. Anda juga dapat menggunakan rupang Buddha sebagai objek meditasi. Hal ini bukanlah bentuk penyembahan berhala, tetapi anda mengundang Sang Buddha ke dalam pikiran anda melalui simbol ini. Itu adalah simbol keagamaan. Bagaimana rupang Sang Buddha berdaya tarik bagi pikiran manusia juga dapat dipahami melalui salah satu peristiwa berikut ini.

Mr. Nehru, mantan Perdana Menteri India, dahulu pernah ditangkap oleh pemerintah Inggris. Ketika ia berada di tahanan ia memiliki rupang kecil Buddha di dalam sakunya. Ia mengeluarkan rupang itu dan menaruhnya di atas meja dan memandangnya serta berpikir, “Meskipun banyak gangguan, permasalahan dan kesulitan di dunia ini, jika Sang Buddha dapat menjaga wajahnya tersenyum, mengapa kita tidak meneladani manusia agung ini?”

Namun rupang bukanlah hal yang terpenting. Banyak orang yang dapat berlatih ajaran Sang Buddha tanpa rupang apapun. Bukanlah suatu kewajiban mereka harus memiliki rupang. Kita tidak menyembah, kita tidak berdoa, kita tidak memohon apapun dari rupang tetapi kita memuja, kita memberi penghormatan kepada sosok seorang manusia spiritual agung.

Ada pula peristiwa yang lain sebagai berikut : salah satu umat Buddha telah menyimpan rupang Buddha selama 45 tahun di dalam rumahnya. Suatu hari beberapa misionaris dari agama lain datang dan mengatakan kepadanya bahwa ia menyembah iblis. Ia tidak tahu bagaimana menjawabnya. Hal ini mengejutkan karena setelah 45 tahun ia telah menyembah rupang itu tapi tidak tahu apa yang harus dikatakan ketika orang lain mengutuknya. Ini adalah kelemahan dari beberapa umat Buddha. Mereka mengikuti tradisi, memuja, berdoa, melakukan persembahan, dan chanting tetapi mereka tidak memahami ajaran Sang Buddha.

Dari 2 peristiwa tadi, sekarang anda dapat memahami bahwa dengan atau tidak dengan rupang Buddha anda bisa berlatih ajaran Sang Buddha. Karena tubuh fisik bukanlah Sang Buddha.

Terkait dengan topik. Orang-orang bertanya di manakah Sang Buddha. Untuk berlatih Buddhisme tidak perlu bagi kita untuk mengetahui di manakah Sang Buddha, atau ke manakah beliau telah pergi. Lihatlah perilaku lazim berikut ini :

1.         Kita memiliki listrik yang ditemukan oleh seseorang. Apakah penting bagi kita untuk mengetahui orang yang menemukan listrik, di manakah dia dan dari negara mana dia datang dan siapa namanya? Tugas kita adalah menggunakan listrik itu.

2.         Mereka yang menemukan energi atom, energi tersebut dapat digunakan untuk tujuan pembangunan atau penghancuran. Tugas kita adalah menggunakan energi atom untuk tujuan yang baik. Tidaklah perlu untuk mengetahui sesungguhnya siapa yang menemukan energi atom.

3.         Manusia telah menemukan komputer dan televisi tetapi bukanlah hal yang penting bagi kita untuk mengetahui nama dan hal-hal mendetail lainnya dari mereka, tugas kita adalah menggunakannya.

Dengan cara yang sama janganlah bertanya di manakah Sang Buddha, atau ke manakah beliau telah pergi. Jika Dhamma, apa yang beliau ajarkan adalah benar, tersedia, dan efektif mengapa perlu untuk mengetahui di mana Sang Buddha. Sang Buddha juga tidak pernah mengatakan bahwa beliau dapat memasukan kita ke dalam surga atau ke neraka. Sang Buddha memberitahu kita apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dilakukan untuk mencapai keselamatan, itulah satu-satunya yang Sang Buddha lakukan. Beliau tidak dapat melakukan apapun untuk anda. Tugas kita adalah berlatih apa yang Sang Buddha ajarkan kepada kita. Orang lain mengatakan bahwa tuhan mereka bisa menghapus kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia. Sang Buddha tidak pernah mengatakan bahwa kesalahan yang diciptakan oleh seseorang dapat dihapus oleh orang lain, oleh Buddha, oleh dewa atau oleh tuhan. Ketika seseorang hendak meninggal dan berkata ia percaya akan tuhan, atas semua kesalahan yang telah dilakukannya dapatkah tuhan menghapus kesalahan-kesalahannya?

Sebagai perumpamaan mungkin anda adalah seorang yang bertemperamen sangat tinggi, dan anda tahu hal ini adalah salah tetapi anda tidak tahu bagaimana menyingkirkannya. Lalu anda pergi berdoa kepada tuhan dan memohon kepada Tuhan untuk menghilangkan keburukan dalam pikiran anda, apakah anda pikir tuhan manapun dapat melakukannya? Anda boleh pergi menyembah Sang Buddha dan meminta kepada Sang Buddha untuk menyingkirkan keburukan anda.  Tapi Sang Buddha tidak dapat menyingkirkan keburukan anda yang bertemperamen sangat tinggi. Sang Buddha hanya dapat memberitahukan anda bagaimana memindahkan kemarahan anda dengan usaha anda sendiri. Tak seorang pun dapat menolong anda, melainkan diri anda sendiri melalui pemahaman anda. Diri anda sendirilah yang harus menyadari, “Kemarahan ini berbahaya, dapat menimbulkan banyak masalah, menyakiti dan mengganggu orang lain. Kita harus berusaha mengurangi rasa marah dengan kekuatan batin kita dan menimbulkan keinginan kuat untuk menghilangkan kemarahan dari pikiran.” Jadi Sang Buddha ataupun tuhan tidak dapat menghapus kesalahan yang kita buat, kita sendirilah yang dapat melakukannya. Ada nasihat yang baik yang diberikan oleh Sang Buddha. Siapapun yang telah melakukan perbuatan buruk atau kamma buruk, mereka tidak dapat menghapus dampaknya dengan berdoa kepada tuhan atau kepada Buddha. Ketika mereka mengetahui bahwa mereka telah melakukan perbuatan buruk, maka mereka harus menghentikan melakukan perbuatan buruk lagi. Mereka harus memiliki tekad yang kuat dalam pikiran untuk menciptakan lebih dan lebih banyak lagi kamma baik atau perbuatan bajik. Ketika kita mengembangkan perbuatan bajik, dampak dari kamma buruk yang kita perbuat sebelumnya akan dapat teratasi oleh kamma baik.

Contoh mengenai kamma buruk dan kamma baik itu adalah kisah  tentang Angulimàla, seorang pembunuh yang membunuh hampir seribu manusia. Ketika Sang Buddha mengetahuinya Beliau datang menemuinya. Angulimàla ingin membunuh Sang Buddha karena ia telah menyelesaikan 999 pembunuhan. Ia bersumpah untuk membunuh seribu orang, sehingga ia sangat senang ketika ia melihat Sang Buddha dan ia berusaha untuk menangkapnya. Mengetahui bahwa sukar untuk mengajar orang ini, sekali-kali Sang Buddha menunjukkan sedikit keajaiban. Sang Buddha berjalan secara normal dan membiarkan Angulimàla untuk lari mengejar. Meskipun Angulimàla telah berlari hampir 4 mil, ia tidak dapat mendekati Sang Buddha. Kemudian Angulimàla meminta kepada Sang Buddha untuk berhenti dan Sang Buddha mengetahuinya bahwa sudah saatnya bagi Sang Buddha untuk berbicara kepada Angulimàla. Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti, engkaulah yang berlari.” Angulimàla berkata, “Bagaimana engkau bisa katakan bahwa kau telah berhenti, saya melihatmu berjalan.” Sang Buddha menjawab, “Saya telah berhenti berarti saya telah berhenti membunuh atau menghancurkan kehidupan makhluk hidup. Kau yang berlari berarti kau masih melakukan kejahatan. Jika kau berhenti berlari maka kau dapat menangkapku.” Kemudian Angulimàla berkata, “Saya tidak dapat memahami apa yang kau katakan.” Kemudiaan Sang Buddha berkata, “Saya telah berhenti membunuh dan kau masih melakukannya, itulah artinya berlari. Kau berlari dalam saüsàra.” Lalu Angulimàla mengetahui bahwa ia bersalah dan memutuskan untuk mengikuti Sang Buddha dan ia menjadi bhikkhu dan mulai bermeditasi. Kemudian ia mencapai tingkat kesucian arahat dan menggapai Nibbana. Kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk datang kepadanya. Ia mengembangkan kamma baik sehingga kamma buruk tidak memiliki kesempatan untuk berbuah padanya. Itulah yang Sang Buddha telah katakan. Sang Buddha mengajarkan metode ini untuk mengatasi dampak dari kamma buruk bukan dengan berdoa kepada tuhan manapun tetapi dengan melakukan lebih dan lebih banyak perbuatan bajik.

Kembali ke topik, Sang Buddha tidak tinggal di salah satu bagian dari alam semesta dalam wujud fisik. Apakah itu artinya ketidakadaan? Yang lebih tepat adalah akhir dari penderitaan fisik dan batin dan pengalaman Nibbana atau pembebasan. Tidak benar juga jika kita mengatakan bahwa Sang Buddha hidup atau tidak. Lebih dari cukup bagi kita jika doktrin atau ajaran Sang Buddha bermanfaat bagi kita untuk mengalami kedamaian dan kepuasan dalam kehidupan. Sebagai contoh seorang dokter yang menemukan obat yang sangat efektif. Jika obat itu bermanfaat, dapat menyembuhkan penyakit, tidaklah perlu bagi kita untuk mengetahui di mana dokter ini dan apakah ia masih hidup atau tidak? Hal yang penting adalah kita sembuh dari penyakit dengan meminum obat tersebut. Demikian pula halnya ajaran Sang Buddha lebih dari cukup bagi kita untuk menyingkirkan segala penderitaan kita. Sang Buddha telah memberikan kita hak untuk berpikir bebas dalam memahami apakah suatu hal adalah salah dengan menggunakan akal sehat kita sebagai dasar bagi kita untuk memahami hakikat sesungguhnya dari segala sesuatu yang ada.

Tidak ada satupun yang eksis di bagian alam semesta manapun yang tanpa mengalami perubahan, tanpa kelapukan dan tanpa kehancuran karena semuanya ini adalah perpaduan dari unsur-unsur, energi dan kekuatan batin dan kekuatan kamma. Oleh karena itu mustahil bagi energi-energi dan unsur-unsur atau kekuatan batin dan kekuatan kamma untuk tetap selamanya tanpa perubahan. Jika anda bisa memahami hal ini maka ajaran Sang Buddha akan membantu anda untuk memahami bagaimana menghadapi permasalahan dan kesukaran anda, untuk mengatasi ketidakpuasan kita. Jika tidak, maka kita akan menghadapi penderitaan fisik dan batin, ketidakpuasan dan kekecewaan. Kita perlu bertindak dengan bijaksana untuk menyingkirkan permasalahan kita. Adalah sulit bagi kita untuk menyingkirkan penderitaan kita hanya dengan berdoa, menyembah kepada siapa saja, tetapi dengan melalui pemahaman akan permasalahan dan kesulitan yang sebenarnya, kita akan mampu menyingkirkan berbagai permasalahan.

Banyak orang bertanya ke mana Sang Buddha pergi? Jika seseorang mengatakan bahwa Sang Buddha pergi ke Nibbana maka mereka berpikir bahwa Nibbana itu adalah suatu tempat. Nibbana bukanlah suatu tempat, Nibbana merupakan kondisi batin bagi kita yang mencapai pengalaman akan pembebasan akhir. Kita tidak bisa mengatakan bahwa Sang Buddha telah pergi ke suatu tempat atau Sang Buddha tetap ada tetapi ia mengalami Nibbana atau tujuan akhir dalam hidup. Atas pertanyaan “Di Manakah Sang Buddha?” Maka jawaban terbaiknya adalah bahwa Sang Buddha berada dalam pikiran anda yang telah merealisasikan Kebenaran Tertinggi. 

Demikianlah uraian ini, semoga bermanfaat.