Yang Maha Kuasa atas alam semesta (yang
kasat mata maupun yang tidak kasat mata) beserta segala isinya bukanlah sosok
atau pribadi, termasuk sosok super sekalipun. Karena yang namanya bentuk maupun
fenomena itu tidak ada yang maha kuasa, tidak ada yang kekal, akan berubah.
Jika bisa berubah, maka itu tidak maha kuasa, karena tidak bisa mengatur
dirinya sendiri. Yang maha kuasa itu secara logika adalah “Ketentuan”. Dan
ketentuannya jika ada “Sebab” maka akan menimbulkan “Akibat”. Jika ada “Aksi”
maka akan ada “Reaksi”. Lalu siapakah yang menciptakan ketentuan itu? Tidak
ada. Kalau ada yang menciptakan ketentuan, maka sang pencipta tersebut tunduk
kepada yang namanya “Ketentuan” juga. Kalau ada sesuatu yang kekal tanpa awal
dan tanpa akhir, maka ketentuannya memang seperti itu, kekal dan tanpa awal dan
tanpa akhir. Jadi jelaslah disini bahwa yang namanya “ketentuan” itu diatas
segalanya. “Ketentuan” itu Maha Kuasa. Segala bentuk maupun fenomena, atau
segala wujud maupun kejadian itu tidak ada yang kekal, akan berubah. Wujud
ataupun fenomena itu dapatlah dikatakan sebagai kata benda, makanya tidak
kekal, akan berubah. Dan kalau bisa berubah karena keadaan maka itu tidak maha
kuasa. Sedangkan yang disebut “Ketentuan” itu adalah kata sifat, makanya kekal.
“Ketentuan” itu bisa difahami sebagai “Hukum Alam” (hukum universal alam
semesta).
Jadi yang seharusnya disikapi dengan
baik dan benar oleh manusia dan makhluk lainnya itu, tidak lain dan tidak bukan
adalah ketentuannya bagaimana, ketentuannya seperti apa. Ketentuan-ketentuannya
itulah yang harus dicari tahu, bukan diyakini atau dikira-kira, atau diimajinasikan,
harus dicari. Sebelum tahu seperti apa ketentuannya, maka bolehlah dinalar dulu
oleh pikiran dan akal sehat kita terlebih dahulu yang memang kita punyai.
Ketentuan-ketentuan dari segala
sesuatu atau hukum-hukum universal alam semesta itu sudah ditemukan semuanya oleh
Tatagatha, sang Guru Agung Manusia dan Dewa, kita tidak perlu mencarinya lagi,
kita tinggal membuktikan kebenarannya saja. Dan untuk membuktikan sudah ada
caranya. Segala sesuatu itu perlu dibuktikan kebenarannya agar kita tidak mempunyai
pandangan yang salah dan agar tidak tertipu. Kata orang, kata buku, dan juga kata kitab
suci itu harus dibuktikan sendiri kebenarannya. Anda jangan percaya begitu saja
dengan katanya, kata orang atau kata kitab suci sekalipun. Mengapa? Karena
kitab suci itu banyak. Kalau kita tidak percaya dengan salah satu kitab suci,
secara logika boleh dong kita tidak percaya dengan semua kitab suci? Tapi
jangan begitu, setiap kitab suci mempunyai ajaran yang baik dan benar. Secara
logika, ketentuannya pastilah ada kitab suci yang benar, karena alam semesta
itu sempurna, kalau ada masalah pasti ada solusinya.
Kalau tadi dikatakan jangan percaya begitu saja dengan ini itu, maka jangan pula
percaya begitu saja dengan tulisan dan juga kata-kata saya ini, semuanya harus
jelas, harus masuk akal, masuk di logika atau logis. Sebelum anda membuktikan kebenaran
sesuatu maka silahkan dinalar terlebih dahulu, termasuk yang saya katakan ini kira-kira
benar atau salah?
Manusia hidup itu seharusnya
mempunyai tujuan, mempunyai cita-cita terbaik, yaitu meraih kebahagiaan yang
hakiki, kebahagiaan yang kekal abadi selamanya. Yaitu kebahagiaan yang bukan kebahagiaan
inderawi, melainkan kebahagiaan non inderawi yang kekal.
Ketentuan atau cara-cara meraih
cita-cita terbaik itu sudah juga ditemukan oleh Tatagatha, yaitu dengan menjalankan
praktek Dana, Sila dan Samadhi, yaitu tekun berlatih mengembangkan Kerelaan,
Kemoralan dan Konsentrasi.