Translate

Selasa, 06 Oktober 2020

Seputar agama dan pengamalannya

Di dunia ini ada sekitar 4.200 agama, dan ada 6 agama yang diakui di Indonesia yaitu Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Ada juga agama Yahudi dan agama Tao namun kedua agama ini belum resmi diakui oleh Indonesia. Dan ada juga aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dianut  oleh sebagian rakyat Indonesia. Selain itu ada banyak juga agama warisan nenek moyang suku-suku di Indonesia yang masih dijalankan oleh suku-suku yang bersangkutan. Biasa disebut sebagai budaya lokal atau merupakan kearifan lokal. Contoh dari agama warisan nenek moyang tersebut adalah :

1. Kejawen adalah agama yang dianut oleh masyarakat Jawa sejak lama.

2. Sunda Wiwitan, dianut oleh sekelompok masyarakat Sunda sejak ratusan tahun yang lalu, bahkan sebelum Hindu dan Buddha masuk ke Indonesia.

3. Buhun, agama asli Sunda yang sudah ada sejak dahulu kala. Agama ini sering disebut dengan Jati Sunda dan belum bercampur dengan ajaran agama utama.

4. Madrais, adalah sebuah agama yang sering disebut dengan Agama Jawa Sunda. Agama ini banyak dipeluk oleh orang di kawasan Kuningan, Jawa Barat.

5. Marapu, adalah sebuah agama asli Pulau Sumba.

6. Kaharingan, adalah salah satu agama asli Indonesia yang berasal dari suku Dayak di Kalimantan.

7. Ugamo Malim, adalah agama asli dari Suku Batak di kawasan Toba.

8. Tolotang, adalah agama yang dianut di kawasan Kabupaten Sinderen Rappang, Sulawesi Selatan.

Sedangkan 6 agama yang diakui di Indonesia itu semuanya impor. Impor atau bukan impor bukanlah merupakan jaminan kualitas atau kebenaran suatu agama. Agama adalah jalan yang ditawarkan oleh si pembawa agama sebagai jalan yang diyakini kebenarannya menuju ke keselamatan manusia setelah mati. Tertulis diatas, agama itu ditawarkan oleh si pembawa agama dan bukan diturunkan oleh Tuhan, karena agama itu banyak, seperti yang tertulis diatas. Karena masing-masing pemeluk agama meyakini bahwa agamanyalah yang benar, yang lain salah, maka tidak mungkin Tuhan menurunkan agama benar dan agama salah. Lagipula tidak ada bukti yang valid bahwa agama tertentu, misalnya agama x yang benar dan agama-agama lain salah. Tidak ada orang mati dan hidup kembali yang menyaksikan bahwa agama x adalah agama yang benar, sehingga agama-agama yang lain salah.

Jalan keselamatan yang ditawarkan oleh agama adalah jalan menuju ke Surga atau menuju ke Nirwana.

Para pemeluk agama yang menginginkan masuk Surga, mereka meyakini bahwa Surga adalah tujuan akhir dari kehidupan manusia yang hanya sekali hidup di dunia ini, dan apabila berhasil masuk Surga maka akan hidup di Surga selama-lamanya dengan segala kahagiaan yang ada di Surga. Sebaliknya Neraka adalah lawan dari Surga, dikatakan penghuninya juga akan hidup selama-lamanya disana dengan segala penderitaan dan siksa Neraka. Jika demikian adanya, bahwa ada manusia yang gagal dan masuk Neraka, dan oleh karena dikatakan juga bahwa manusia itu adalah ciptaan Tuhan, maka dapatlah dikatakan bahwa Tuhan itu lumayan sadis karena kurang bertanggungjawab atas ciptaanya sendiri, sampai-sampai ada manusia yang gagal sehingga masuk Neraka untuk selama-lamanya. Akan tetapi secara logika tidaklah demikian, lebih dapat diterima oleh akal sehat bahwa kalau masuk Neraka itu tidak selama-lamanya, tetapi akan berakhir jika dosa si penghuni Neraka tersebut telah lunas terbayarkan dengan telah diterimanya siksaan-siksaan di Neraka.

Sedangkan para pemeluk agama yang ingin mencapai atau merealisasi Nirwana, memahami benar bahwa Nirwana adalah tujuan akhir dari kehidupan manusia dan makhluk lain yang berkali-kali menjalani kehidupan di banyak alam-alam yang ada, yaitu alam binatang, alam Setan, alam Iblis, alam dewa, alam brahma dan alam-alam Neraka. Apabila berhasil merealisasi Nirwana  berarti telah berhasil merealisasi kebahagiaan hakiki kekal selama-lamanya, yang bukan kebahagiaan inderawi, tidak terlahirkan kembali di alam manapun. Kebahagiaan Nirwana itu tak dapat digambarkan seperti apa, tak dapat dijelaskan dengan bahasa manusia, harus dialami sendiri.

Agama yang menunjukkan tujuan akhirnya Surga adalah agama Samawi, agama Abrahamik, agama wahyu atau agama langit, yaitu agama Islam, agama Kristen Protestan, agama Katolik dan agama Yahudi, sedangkan agama yng lain, yang disebut agama bumi atau agama Ardhi, yaitu utamanya adalah agama Buddha dan Hindu memahami bahwa hidup itu tidak hanya sekali dan akhir dari kehidupan semua makhluk itu adalah padam, tidak terlahir kembali di alam manapun, yang berarti telah merealisasi kekekalan dalam keadaan yang bahagia.

Semua agama yang mangajarkan kemoralan yang baik itu baik, tidak ada yang salah. Kebaikan atau kebenaran agama harus difahami dari inti sari ajarannya, yang mengajarkan kebaikan bagi manusia, mengajarkan sikap atau perilaku baik yang perlu dilakukan oleh manusia. Mengapa harus perilaku yang baik yang harus dilakukan oleh manusia? Karena walaupun dalam versi atau penyebutan yang berbeda-beda, setiap agama itu mengakui adanya hukum sebab-akibat atau hukum tabur-tuai atau hukum karma yang berlaku. Justru hukum inilah yang harus disikapi dengan baik dan benar oleh semua pemeluk agama.

Ritual-ritual agama yaitu penyembahan, penghormatan, permohonan, harapan dan lain-lain itu adalah merupakan sarana atau upaya pemeluk agama dalam mendorong dirinya untuk mampu mempraktekkan perilaku yang baik bagi diri sendiri, baik bagi keluarga, baik bagi sesama dan baik bagi lingkungan alam sekitar.

Agama adalah rahmat bagi semesta, bukan bencana bagi umat yang lain, bencana bagi makhluk lain atau bagi alam semesta jagat raya ini.

Kalau ada agama yang salah, yang menjerumuskan pemeluknya, maka yang paling bertanggungjawab atau yang banyak menanggung dosa adalah si pembawa agama tersebut, guru-guru agama, baru kemudian pemeluknya yang juga berdosa karena tidak bijaksana, tidak waspada, mempunyai pandangan yang salah, tidak mampu menggunakan akal sehatnya secara baik. Contoh dari pemeluk agama yang salah bertindak atau salah berperilaku adalah para pemeluk agama yang radikal, yang intoleran,  yang sering menyakiti dan atau merugikan pihak lain. Mereka-mereka itulah yang berdosa, yang percumah memeluk agama kalau perilakunya seperti itu. Mereka itu adalah orang-orang yang keblinger atau yang mabuk agama. Tanggung jawab atau konsekuensi memilih agama adalah urusan masing-masing org dengan Yang Maha Kuasa. Tanggungjawab manusia sbg makhluk sosial di dunia ini adalah berperilaku baik, bisa bekerjasama, bergotong royong, bantu-membantu dengan sesama untuk hal-hal yang baik, saling hormat dan saling mengingatkan satu sama lain serta bersama-sama menjaga kelestarian alam.

Inti dari uraian dalam video ini adalah ingin menyampaikan pesan bhw semua agama yang diakui di Indonesia itu semuanya baik, tidak lah mungkin negara kita mengakui agama yang tidak baik. Tentang kebenaran suatu agama itu diserahkan kpd pilihan dan keyakinan masing-masing pemeluknya, tidak boleh men judengane di depan umum bhw suatu agama tertentu itu salah. Keyakinan atas kebenaran agama yang dipilihnya itu untuk diri sendiri saja, boleh juga didiskusian di kalangan sendiri, tetapi jangan diperdebatkan dengan org yang mempunyai keyakinan yang berbeda, kecuali jika memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Men-judengane di depan umum bhw agama tertentu atau agama a, b, c itu salah bisa men down grade kualitas keagamaan yang bersangkutan. Mempermalukan agama sendiri.

Setelah matipun belum tentu seseorang bisa membuktikan bhw agama x adalah agama yang benar, karena situasinya sudah berbeda, alamnya sudah berbeda, apalagi jika sudah masuk ke alam penderitaan, mana bisa berpikir dengan jernih lagi, berpikirpun mungkin sudah tidak bisa lagi, jadi yang terpikirkan di dunia belum tentu terpikirkan juga setelah yang bersangkutan meninggal. Tentang hal ini tergantung dari kualitas spiritual yang bersangkutan yang berhasil dia capai ketika msh hidup di dunia ini dari hasil berlatih olah batin, dan sampai seberapa kemajuan yang dicapai dlm berlatih meditasi.

Kebenaran dan keberhasilan dari semua amalan dari suatu ajaran agama itu adalah jika bisa menciptakan kedamaian, kesejukan dan ketentraman, bukan membuat gaduh, menciptakan kondisi yang panas dlsb. Jika membuat gaduh, lalu apa bedanya manusia beragama dengan Setan atau Iblis?

Kamis, 16 Juli 2020

Surga & Neraka Yang Kita Ciptakan


Kesulitan, kesedihan atau penderitaan yang kita rasakan & yang kita alami, itu bisa terjadi karena kita memiliki persepsi yang salah, kita memiliki pengetahuan yang sangat kurang, pikiran kita masih sangat keliru, yang akhirnya membuat diri kita menderita sendiri.
Surga & Neraka itu ada di pikiran kita. Surga & Neraka yang diinformasikan dalam kitab suci sebagai alam kehidupan, itu semata-mata adalah suatu ruang atau tempat untuk mengakomodasi kualitas pikiran atau kualitas batin kita pada saat ini, atau tepatnya nanti setelah kita meninggal dunia. Kalau kualitas pikiran kita penuh dengan kemarahan, penuh dengan emosi-emosi negatif, maka sebenarnya hidup kita itu sudah terakomodasi di dalam Neraka. Demikian juga sebaliknya, kalau kualitas pikiran kita penuh dengan cinta kasih & welas-asih, murah hati, sabar, dan bijaksana, maka hidup kita telah terakomodasi di dalam Surga. Alam Surga itu hanyalah satu tempat saja untuk mengokomodasi segala sesuatu yang kita ciptakan sendiri, yaitu mengakomodasi ciptaan batin kita sendiri semasa kita hidup. Surga & Neraka itu sebenarnya bukanlah sesuatu yang sangat penting jika dibandingkan dengan waktu yang kita punyai & perilaku kita pada saat ini. Jadi yang lebih penting itu adalah keadaan batin kita sendiri pada saat ini seperti apa.
Kalau kita menilai permasalahan kehidupan ini secara keliru, meratapi & menyesalinya, maka akhirnya akan memunculkan kesedihan secara psikologis, maka dengan demikian kita sebenarnya sudah hidup di dalam Neraka, dan secara Karma itu adalah benih untuk kita nanti terlahir di alam yang bisa memfasilitasi kesedihan-kesedihan tersebut untuk terus-menerus muncul. Inilah kehidupan sesungguhnya.
Sebaliknya kalau kita mempunyai pengetahuan yang benar, kemudian kita mengembangkan cinta kasih tanpa syarat, mengembangkan kewelasasihan tanpa syarat, murah hati, sabar & kemudian menjadi arif & bijaksana, maka lihatlah pada saat itu meskipun kita adalah seorang manusia, tapi kita adalah seorang manusia yang hidup di alam Surga, karena suasana hati kita sangat positif, sangat baik, sangat penuh cinta kasih, selfless, tidak mementingkan diri sendiri, senantiasa melakukan sesuatu untuk kebahagiaan semua makhluk, maka itu adalah Surga. Bahwa nanti setelah kehidupan ini nanti kita terlahir di Surga itu adalah alam saja, tapi yang lebih penting adalah suasana hati kita, betul tidak?
Jadi sekali lagi, jangan kawatir dengan Surga & Neraka. Kekawatiran itu tidak ada manfaatnya. Justru nanti akan bisa menyebabkan hal-hal buruk bagi kehidupan atau kondisi kita nanti setelah kita mati.
Orang yang telah sadar & bijaksana tidak pernah membebani dirinya dengan konsep Surga Neraka, mereka sudah tidak memelihara lagi ketakutan-ketakutan, karena Surga & Neraka adalah suasana batin, jadi untuk menciptakan Surga & mengindari Neraka, maka selama keidupan ini seyogyanya terus-menerus mengembangkan kualitas-kualias hati yang baik, memurnikan sila-sila yang sudah dipahami, yaitu memurnikan budi pekerti secara perlahan-lahan tetapi terus-menerus, dan mengindari perbuatan-perbuatan jahat. Jadi meskipun saat ini belum terlahir di surga, tapi hidup ini secara psikologis sudah hidup di dalam surga, yang tidak lain & tidak bukan adalah benih-benih untuk nanti terlahir di alam Surga. Jadi tidaklah penting memikirkan setelah ini kita akan hidup dimana, itu tidak penting, itu adalah future, tidak begitu pentinng. Yang penting adalah saat ini. Jadi anda lihat sekarang, point pentingnya itu kita harus memikirkan saat ini, memperhatikan apa yang kita lakukan pada saat ini, karena Surga & Neraka itu diciptakannya saat sekarang, bukan besuk, karena perilaku-perilaku kita saat ini akan menentukan kondisi-kondisi kita berikutnya.
Umumnya orang selalu memikirkan future, memikirkan masa yang akan datang. Mereka meyakini tidak apa-apa sekarang menderita, menjadi manusia miskin tidak apa-apa, dicaci maki orang tidak apa-apa, dikucilkan orang tidak apa-apa, karena dijanjikan nanti akan hidup di Surga.
Tidak seperti itu, itu artinya memperlakukan agama seperti opium kata Kalmark, religion is the opium of the message, karena memabukkan. Pada umumnya orang, semasa hidup sebagai manusia, mengalami kesusahan & menderita, tapi berkhayal tidak apa-apa menderita saat ini, karena  nanti masuk surga. No, religion is not for that. Hendaknya dipahami bahwa agama itu untuk merealisasi Surga di saat ini, kalau sekarang ini saja seseorang sudah merasa hidup di Neraka, bagaimana mungkin nanti dia masuk atau lahir di alam Surga, karena kehidupan nanti itu adalah efek dari suasana batin pada saat ini, efek dari timbunan suasana batin semasa hidup di dunia.
Agama itu sebenarnya bisa mendorong kita untuk menjadi manusia yang bermoral, tanpa menggantungkan kehidupan ini kepada makhluk lain, karena kehidupan kita adalah tanggung jawab kita, bukan tanggung jawab makhluk lain dimanapun dia berada, jadi kita harus menciptakan kehidupan yang indah, kehidupan yang baik, dan syarat utama yang paling penting adalah kita harus mempunyai pengetahuan dari kitab suci secara benar, sehingga banyak beban-beban kehidupan yang bisa kita lepaskan. Hidup adalah present moment. Pahamilah hukum Karma, karena kita sebagai manusia, kebahagiaan & penderitaan kita secara mental itu sangat ditentukan oleh Karma-karma kita sendiri. Dengan memahami cara bekerjanya hukum Karma, maka kita akan bisa mendapatkan informasi yang lengkap, dan kemudian kita bisa memanfaatkannya untuk membebaskan diri dari penderitaan. 

Kamis, 02 Juli 2020

Kata Buku & Kata Logika


Manfaat Keuntungan Membaca Buku | Catatan SinineAdalah kata buku, terserah masing-masing, mau percaya dengan semua yang tertulis di dalam buku dimaksud atau tidak. Yang tertulis, yang diragukan itu logis atau tidak. Kalau terpaksa ada yang tidak bisa dipercaya karena tidak logis, asalkan jujur tidak masalah. Jangan sampai seperti orang buta sejak lahir, tapi percaya diri sekali menjelaskan warna pelangi. Lebih baik diam kalau tidak tahu persis. Atau kalau ingin berbicara atau sharing seperti saya ini, maka dengan ini saya ingatkan jangan langsung percaya dengan tulisan ini, pertimbangkanlah dengan baik & pikirkan lebih jauh, yang saya katakan ini benar atu tidak, bandingkan atau carilah informasi-informasi yang lebih banyak, yang lebih lengkap, yang sudah tersedia termasuk informasi dari orang-orang ahli yang bijaksana.
Mengapa aku ini ada & hidup? padahal aku tidak meminta? kalau boleh memilih aku lebih memilih tidak hidup alias tidak ada saja, tidak merasakan susah, tidak merasakan kesal dan lain-lain. Bukannya aku tidak berterima kasih kepada Tuhan, tapi ini jujur keluar dari hati nurani aku, boleh ya?
Yang lebih bisa diterima akal itu adalah jika aku ini ada & hidup karena ada potensi untuk itu, sehingga terjadi. Semuanya karena Hukum Alam yang tidak bisa ditawar-tawar. Seperti buah mangga, sebelum pohon mangga berbuah, bibit buahnya ada dimana? Di tanah, di akar, di batang, di dahan, di ranting, di daun atau dimana? Tentu tidak ada dimana-mana, tetapi potensi untuk berbuah pada pohon mangga tersebut ada, makanya berbuah. Hukum alamnya begitu, kecuali direkayasa oleh manusia, sehingga pohon tersebut menjadi tidak berbuah. Sama dengan kita yang kondisinya seperti ini; kita bisa merekayasanya untuk menjadi apa, namun masih tergantung juga dari parami (karma baik) yang kita timbun sebelumnya, atau parami kita selama ini seperti apa, mendukung atau tidak? Hukum Karma atau Hukum tabur-tuai adalah salah satu dari Hukum Alam yang Universal. Namun tidak semua karma baik atau karma buruk itu berbuah, masih tergantung dari perilaku kita selanjutnya, mau merawat karma tersebut atau tidak? Bingung? Penjelasan lebih lanjutnya ada, cuma perlu effort.
Hidup menjadi manusia adalah yang paling beruntung, tidak lama, tapi kalau bisa memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, maka sangat beruntung. Karena bisa menjadi makhluk yang sempurna dengan cepat jika didukung oleh parami yang dimiliki, kalau tidak didukung oleh parami yang dimiliki, kemajuan yang sangat pesat bisa diraih, tergantung dari usahanya, akan tetapi hal ini tidak mudah. Dibanding hidup sebagai setan, sebagai iblis, sebagai dewa atau bahkan sebagai brahma sekalipun yang hidupnya sangat lama, tapi tidak leluasa berkreasi dengan baik & bermanfaat, karena mereka hanya bisa menikmati siksaan maupun menikmati kebahagiaan saja sampai jatahnya habis, dan menjadi makhluk lain termasuk terlahirkan kembali menjadi manusia, atau langsung padam (parinibbana) bagi makhluk-makhluk brahma tertentu, yang telah memiliki persyaratan yang diperlukan.