Translate

Kamis, 18 Oktober 2018

Memberi.



Kita bisa memberi tanpa harap kembali.
Mengapa?
Karena memberi itu menyenangkan.

Rabu, 17 Oktober 2018

Kegelapan Batin.

Bukan hanya kebencian dan keserakahan yang silih berganti mempengaruhi manusia, tetapi sumber keserakahan dan kebencian itu sendiri menampakkan dirinya dengan amat jelas menguasai banyak orang. Sumber itu adalah kegelapan batin.
Tidak ada lagi cahaya terang dalam berpikir, berkata, dan berbuat.
Kegelapan batin membuat manusia tidak bisa lagi membedakan antara yang baik dan berguna, juga antara yang jahat dan merugikan.
Kegelapan batin membutakan banyak orang dari kebajikan, kemudian menganggap kejahatan sebagai kelaziman.
Dalam kebutaan batin, maka nafsu mendapat kenikmatan materi yang lebih banyak dan mudah, sekalipun diraih dengan perbuatan yang sangat merugikan, bahkan menghancurkan yang lain menjadi obsesinya.
Fenomena tentang tidak sadarnya seseorang melakukan tindak kejahatan, sehingga tidak ada rasa bersalah, bahkan sebaliknya ia menjadi bangga, dan puas dengan keberhasilannya, itu benar-benar sangat memprihatinkan.
Kegelapan batin yang sangat hebat, yang mengakibatkan tidak ada lagi secercah sinar pencerahan, akan menghantui kehidupan ini.
Kegelapan batin itu tidak hanya membuat jiwa seseorang menjadi gelap, tetapi juga menimbulkan keonaran dalam keluarga, kericuhan di dalam masyarakat, kekerasan, kekejaman, pelecehan hukum, dan juga pembunuhan.
Kegelapan batin yang bersekutu dengan kekuasaan, senjata, bahkan teknologi, akan menghancurkan tatanan dunia, peradaban, serta kemanusiaan.
Bahkan seringkali dengan memakai dalih membela kebenaran, menegakkan keadilan, membangun demokrasi, menjaga hak azasi, ataupun mencintai agama, kegelapan batin itu mendorong tindak kekerasan, karena seolah-olah mendapatkan pembenaran, tetapi berakibat sangat memilukan.
Bumi ini seolah-olah menangis menyaksikan perilaku umat manusia dalam amuk kegelapan.
Akan tetapi, masih adakah harapan bagi kedamaian?
Setiap umat beragama harus masih mempunyai harapan itu, betapa pun lemahnya cahaya pencerahan.
Keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin berada serta berasal dari dalam diri tiap orang.
Bencana kemanusiaan yang tragis, adalah akibat yang harus dipikul manusia atas perbuatannya sendiri.
Betapa pun sulit dan lemahnya suara pencerahan, tetapi merupakan kewajiban bagi tiap orang untuk membangun, dan mengukuhkan keyakinan atas tanggung jawab tiap perbuatannya.
Sikap menghargai tiap kehidupan, mencintai sesama manusia, menerima perbedaan sebagai realitas kehidupan, harus menjadi tema utama pendidikan seutuhnya.
Mencintai dan mengasihi, akan membuat seseorang mampu mengendalikan diri, dan memahkotai hidup keseharian dengan etika.
Sungguh tidak mudah menembus kegelapan batin dengan kasih sayang bagi semuanya. Tetapi, marilah kita mengajak diri kita sendiri dulu, untuk membuat komitmen yang kuat, dan juga terus menerus berlatih untuk mengusir kegelapan batin dengan kasih sayang.
Tanpa ada komitmen yang kuat, dan latihan mental yang terus-menerus, kegelapan batin ini tidak mungkin bisa pudar hanya dengan menampilkan simbol-simbol, ritual, ataupun wacana-wacana keagamaan semata.
Dengan memulai dari diri sendiri, kita memberikan keteladanan, dan mengajak keluarga kita, serta semua orang.
(Bhante Sri Pannavaro Mahathera)

Selasa, 16 Oktober 2018

Alam Manusia.



Sebelum dijelaskan tentang Alam Manusia atau Manussabhumi, terlebih dahulu akan dijelaskan secara singkat tentang Kammabhumi, Apayabhumi atau 4 Alam Kemerosotan, dan Kammasugatibhumi.
Kammabhumi adalah alam kehidupan dimana makhluk-makhluk yang ada di dalamnya adalah makhluk-makhluk yang sangat terikat dengan pancaindera, selalu ingin memuaskan nafsu-nafsu inderawinya. Kammabhumi terdiri dari Apayabhumi dan Kammasugatibhumi. Alam Manusia yang disebut Manussabhumi termmasuk dalam Kammasugatibhumi.
Apayabhumi atau 4 Alam Kemerosotan adalah alam kehidupan yang menyedihkan, makhluk-makhluk yang ada di dalamnya mengalami penderitaan. Alam terbaik dari 4 alam ini adalah Alam Binatang.
Kammasugatibhumi adalah alam kehidupan dimana makhluk-makhluk yang ada di dalamnya menikmati kesenangan inderawi, kecuali di alam manusia atau Manusabhumi dimana penghuninya yaitu manusia bisa menikmati kesenangan-kesenangan inderawi maupun didera penderitaan, hal ini sangat tergantung dari karma masing-masing dan bagaimana cara manusia bisa mengelola keinginan atau mengelola nafsu-nafsu inderawinya.
Sekarang akan diuraikan tentang Alam Manusia atau Manussabhumi.
Alam Manusia, dalam bahasa Pali disebut manussabhumi. ‘Manussa' terdiri dari dua kosakata, yaitu 'mano' yang berarti 'pikiran, batin', dan 'ussa' yang berarti 'tinggi, luhur, meningkat, berkembang'. Manussa atau manusia adalah suatu makhluk yang berkembang serta kukuh batinnya, yang tahu serta memahami sebab yang layak, yang tahu serta memahami apa yang bermanfaat dan apa yang tidak bermanfaat, yang tahu serta memahami apa yang merupakan kebajikan dan apa yang merupakan kejahatan.
Manusia yang bertempat tinggal atau hidup di empat jaman atau empat masa, yaitu masa Uttarakurudipa, masa Pubbavidehadipa, masa Aparagoyanadipa, dan masa Jambudipa. Umat manusia yang berada di masa Uttarakurudipa berusia sampai seribu tahun, yang berada di masa Pubbavidehadipa berusia sampai tujuh ratus tahun, yang berada di masa Aparagoyanadipa berusia sampai lima ratus tahun, sedangkan yang berada di masa Jambudipa berusia tidak menentu, tergantung kadar kebajikan serta kesilaan yang dimiliki. Pernah terjadi bahwa umat manusia tidak begitu mengindahkan kebajikan serta kesilaan sehingga usia rata-rata umat manusia menjadi sependek 10 tahun.
Pada jaman Guru Agung (Tathagata), usia rata-rata umat manusia ialah 100 tahun. Diprakirakan bahwa setiap satu abad, usia manusia memendek selama satu tahun. Karena Guru Agung telah mangkat sejak dua puluh lima abad yang lampau, usia rata-rata umat manusia pada saat sekarang ini ialah 75 tahun.
Seorang Sammasambuddha, yaitu orang yang mencapai tahap ke-Buddha-an, atau orang yang telah berhasil meraih penerangan sempurna dengan usaha sendiri dan memiliki pengikut, tidak akan muncul apabila usia rata-rata manusia lebih pendek dari 100 tahun, karena kesempatan bagi kebanyakan orang untuk dapat memahami kebenaran Dhamma terlalu singkat, tetapi juga tidak akan muncul apabila lebih panjang dari 100,000 tahun, karena kebanyakan orang akan merasa sulit untuk dapat menembus hakikat ketidak-kekalan atau kefanaan hidup. Seorang Sammasambuddha hanya terlahirkan di masa Jambudipa, tidak pernah terlahirkan di tiga masa lainnya, apalagi di alam-alam kehidupan selain alam manusia.
Kitab Majjhima Nikaya bagian Mulapannasaka, memberikan penjelasan secara rinci, mengapa manusia mempunyai keadaan yang berbeda. Orang yang dalam kehidupan lampau suka membinasakan, atau membunuh makhluk lain, niscaya akan terlahirkan sebagai manusia dengan umur pendek, yang suka menganiaya atau menyiksa makhluk lain, niscaya akan dihinggapi banyak penyakit, yang suka murka atau marah, niscaya akan berparas buruk, yang suka cemburu atau irihati niscaya akan tak berwibawa, yang suka berdana atau murah hati, niscaya akan memiliki kekayaan melimpah, yang suka bersikap angkuh atau sombong, niscaya akan terlahirkan di keluarga yang rendah, yang tidak gemar menimba ilmu pengetahuan atau memperdalam pengertian Dhamma, niscaya akan terlahirkan dengan sedikit kebijaksanaan. Demikian pula kebalikannya. Selaras dengan ilmu pengetahuan modern, dalam Agganna Sutta disebutkan bahwa umat manusia di bumi ini adalah suatu hasil evolusi yang panjang. Manusia bukanlah suatu makhluk yang pada saat pertama kali muncul / lahir di dunia ini sudah berbentuk, berupa atau berwujud seperti sekarang ini. Dalam wejangan tersebut juga dijelaskan, bahwa bumi beserta isinya ini, terbentuk dalam suatu proses yang amat panjang, bukan diciptakan secara gaib selama enam hari pada sekitar 6,000 tahun yang lampau, sebagaimana yang ditafsirkan dari suatu Kitab Suci.

Saat ini.


 

Segala yang datang hadapi.
Segala yang telah pergi jangan dicari.
Segala yang belum datang jangan dinanti.

Senin, 15 Oktober 2018

Hujan.




Kita tidak bisa mengatur dunia luar kecuali diri kita sendiri. Kita tidak bisa menghentikan hujan, dan supaya tidak basah pakailah payung.

Agama Indonesia.

Agama atau kepercayaan yang diakui di Indonesia itu ada beberapa. Semua penganutnya menganggap agamanya-lah yang benar. Agama apapun itu baik-baik saja, asalkan bisa menjadikan anda baik-baik juga. Bagaimana kalau anda sering berperilaku tidak baik? Pastilah bukan agama anda yang tidak baik, karena agama mengajarkan kebaikan. "Tuhan" atau alam semesta ini telah memperkenankan banyak agama tumbuh, masing-masing menjadi banyak penganutnya. Jadi mau apa? Tinggal pilih saja kan? Apakah itu agama warisan orang tua, atau berpindah agama karena alasan tertentu (mempelajari agama lain, menikah dan sebagainya). Orang hidup yang tidak merugi, adalah bahwa semakin dewasa (semakin berumur) ~> semakin baik budi pekertinya. Inilah yang benar. Setelah manusia mati tidak-lah selesai begitu saja, tetapi masih ada kelanjutannya, bahwa yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan semua perbuatan buruk yang pernah dilakukannya semasa hidup, yang belum sempat dipertanggungjawabkan. Kalau tidak bagaimana bisa? Bagaimana mungkin alam semesta ini bekerja (beroperasi) dengan baik kalau tidak ada keadilan, tidak ada keseimbangan, tidak ada aturan, tidak ada hukum sebab-akibat?

Kamis, 11 Oktober 2018

Tuhan tidak butuh.

Menurut logika, Tuhan Anda akan lebih menghargai manusia yang bisa berguna bagi kebaikan sesama, kebaikan jasmani & rokhani sesama yang berkualitas, yaitu cukup sandang, cukup pangan, ada tempat tinggal, serta jasmani & rokhani nya sehat, dan kebaikan alam sekitar yang lestari, bukan kebaikan kepada Tuhan. Tuhan Anda itu tidak membutuhkan pengakuan, sembah & persembahan.