Translate

Jumat, 09 November 2018

Alam Dewa Tavatimsa.




Alam Surga Tavatimsa atau Alam Dewa Tavatimsa termasuk Kamasugatibhumi, adalah merupakan alam bahagia, yang ada hanyalah kesenangan, tidak ada kesedihan, makhluk-makhluknya senantiasa menikmati kesenangan demi kesenangan, sehingga mereka tidak mampu mengenali bahwa hakekat hidup itu adalah penderitaan.
Alam Dewa Tavatimsa, adalah alam surgawi tingkat kedua. Tavatimsa artinya 33 dewa. Sehingga alam ini disebut juga alam 33 dewa atau Tavatimsabhumi. Sebagai raja di alam ini adalah dewa Sakka.
Alam ini sebelumnya merupakan tempat tinggal para asurakaya. Nama Tavatimsa baru dipakai setelah 33 pemuda di bawah pimpinan Magha nama lain dari Sakka, terlahirkan kembali di alam ini, hasil dari kebajikan yang telah dilakukannya di kehidupan sebelumnya, dan karena perbuatan-perbuatan baiknya itu mereka berhasil menyingkirkan para asurakaya.
Dahulu kala 33 pria tersebut merupakan relawan yang tidak mementingkan diri sendiri, sewaktu hidup di dunia selalu bekerjasama dalam berbuat kebajikan, secara bersama-sama membantu fakir miskin, membangun vihara, dan lain-lain. Dan setelah mereka meninggal dunia semuanya terlahir di alam ini.
Jangka waktu 100 tahun di alam manusia sama dengan satu hari satu malam di alam surga Tavatimsa.
Usia rata-rata para dewa-dewi yang terlahirkan di alam ini adalah 1.000 tahun dewa atau kira-kira sama dengan 36.000.000 tahun manusia.
Para dewa-dewi di Tavatimsabhumi itu terbagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Bhummattha : adalah kelompok yang terdiri dari dewa Sakka beserta 32 dewa pembesar.
2. Akasattha : adalah kelomok dewa dewi yang tinggal dalam istana di angkasa.
Ibukota Tavatimsa ialah Masakkasara.
Balai Sudhamma adalah tempat bagi para dewa-dewi untuk memperbincangkan Kebenaran Dhamma dibawah asuhan Sakka, yang juga dikenal sebagai Indra. Sebagai penguasa alam Tavatimsa, beliau berhasil meraih kesucian tingkat Sotapatti setelah mendengarkan Brahmajala Sutta. Dewa Sakka berdiam di istana vejayanta di ibukota kerajaan yang bernama Sudassana.
Brahma Sanamkumara kerap menjadi tamu pembabar Dhamma di alam ini.
Buddha Gotama pernah berkunjung ke alam ini, dan tinggal selama tiga bulan dalam ukuran waktu manusia untuk menerangkan Abhidhamma kepada ibunda-Nya, yang terlahirkan kembali di alam ini sebagai putra dewa di alam Tusita.
Moggallana Thera juga pernah beberapa kali pergi ke alam ini, dan dari sejumlah penghuninya, beliau memperoleh kesaksian atas perbuatan-perbuatan bajik yang membawa mereka terlahirkan kembali di alam ini. Kebajikan tersebut antara lain ialah merawat ayah-ibu, menghormat sesepuh dalam keluarga, berbicara lemah lembut, menghindari penghasutan, mengikis kekikiran, bersifat jujur dan menahan amarah.

Kamis, 08 November 2018

Alam Dewa Catumaharajika

Alam Dewa Catumaharajika, termasuk Kamasugatibhumi.

Kammasugatibhumi adalah alam bahagia, dimana makhluk-makhluk yang ada di dalamnya terus-menerus menikmati kesenangan inderawi, makhluk-makhluk ini masih terbelenggu oleh pancaindera.

Kamasugatibhumi termasuk Kammabhumi.

Kammabhumi adalah alam kehidupan dimana makhluk-makhluk yang ada di dalamnya sangat terikat dengan pancaindera, makhluk-makhluk ini selalu ingin memuaskan nafsu-nafsu inderawinya.

Alam Dewa Catumaharajika, adalah alam surgawi yang paling rendah, makhluk-makhluknya selalu mengenyam kenikmatan inderawi.

Alam dewa atau Alam Surga itu ada enam macam atau enam tingkat kebahagiannya. Alam Dewa Catumaharajika, adalah alam surgawi yang kebahagiannya paling rendah, dibanding lima Alam Dewa atau lima alam Surga diatasnya. 

Kehidupan di alam Catumaharajika itu bisa berlangsung selama 500 tahun dewa, atau kira-kira sembilan ribu tahun manusia. Perbandingan usia di alam dewa atau alam surga itu tidak sama, tergantung tingkat alamnya. Satu hari di alam surga tertentu berbanding satu abad di alam manusia, dan di alam Surga yang lebih tinggi, umur makhluk-makhluknya lebih lama lagi, tergantung tingkatan alam Dewa atau alam Surganya.

Para dewa-dewi alam Catumaharajika ini bertempat tinggal di tiga tempat, yaitu :

1.      Di atas tanah, disebut bhumattha, yaitu bertempat tinggal di gunung, sungai, laut, rumah, dan rumah ibadah.

2.      Di pohon, disebut rukakhattha, karena bertempat tinggal di pohon maka masuk dalam kelompok bhumattha juga.

3.      Di angkasa, disebut akasattha, yaitu bertempat tinggal di bulan, bintang dan lain-lain.

Alam ini berada dalam kekuasaan empat raja dewa. Yaitu empat raja dewa yang memimpin para dewa yang mempunyai kecenderungan berpikiran jahat. Keempat raja dewa tersebut adalah :

1.          Virulhaka, adalah raja dewa yang memimpin para Kumbhanno  / Kumbhanni, yaitu para penjaga harta pusaka, penjaga hutan dan sebagainya.

2.          Dhatarattha, adalah raja dewa yang memimpin para Gandhabbo / Gandhabbi, yang berada di pohon-pohon berbau harum, yang kemudian dikenali oleh orang-orang Jawa sebagai Genderuwo. Makhluk halus ini sangat melekati tempat tinggalnya. Walaupun pohon tempat tinggalnya ditebang, ia masih tetap mengikuti ke mana pohon itu dipindahkan, tidak seperti rukkhadeva lainnya, yang akan mengungsi ke pohon lain yang masih hidup.

3.          Virupakkha, adalah raja dewa yang memimpin para Nago / Nagi yaitu, yaitu para naga yang memiliki kesaktian, yang mampu merubah wujudnya menjadi wujud makhluk lain, seperti manusia, binatang dan sebagainya.

4.          Kuvera, adalah raja dewa yang memimpin para Yakkho / Yakkhini, yaitu para raksasa yang gemar menganiaya para penghuni neraka.

Selasa, 06 November 2018

Jangan percaya.

Perbuatan baik menimbulkan hasil yang baik, perbuatan buruk menimbulkan hasil yang buruk. Jangan mengharapkan para dewa melakukan sesuatu untukmu, atau malaekat dan dewa penjaga melindungimu, atau hari yang menguntungkan untuk menolongmu. Karena semua hal ini tidak benar. Jangan percaya padanya. Jika anda percaya, anda akan menderita.
~Ajahn Chah~

Jumat, 02 November 2018

Tanya Jawab Agama.


Di mana-mana termasuk di Indonesia, perseteruan atau perang agama itu ada. Agama menjelma menjadi masalah yang sangat sensitif, berbahaya & sangat menakutkan. Mestinya tidak demikian, justru harus sebaliknya, memberikan kedamaian & kesejukan. Jika masalah tersebut tabu untuk dicarikan solusi secara benar & tuntas, kapan masalah tersebut bisa selesai?. Solusi tepat untuk menuntaskan masalah kesensitifan agama itu adalah dengan cara buka-bukaan, yaitu tanya jawab & diskusi mendalam agama, tanpa disertai oleh rasa benci & nafsu amarah. Hal ini mestinya bisa dilakukan oleh tokoh-tokoh agama yang mestinya sudah mempunyai watak yang arif & bijaksana, bisa mengendalikan emosi atau nafsu amarah. Buka-bukaan, tanya jawab & diskusi mendalam agama adalah hal yang mustahil bisa terlaksana, hanya merupakan teori belaka. Namun apapun teorinya tidak masalah untuk dikemukakan.
Tidak ada agama sesat. Yang ada adalah kurang pas. Jika ada yang kurang pas, maka yang pas itu ada. Bisa kurang pas karena berasal dari katanya, kata orang, kata kitab suci. Sekarang ini yang disebut Tuhan itu diam saja. Ini perlu dipertanyakan, dan pahamilah sebenarnya yang dimaksud dengan Tuhan itu apa?
Agama yang benar atau yang paling benar itu ada. Namun memeluk agama apapun itu baik-baik saja asalkan berperilaku baik, jika tidak maka akan menjadi percuma memeluk agama. Ada baiknya mempelajari agama lain sampai paham benar kalau belum mengerti. Ulangi, sampai paham benar, jangan hanya persepsi sendiri. Adakan diskusi tanya jawab sampai puas untuk mencari tahu secara tulus bukan didasari kebencian tentang ajaran agama lain. Setelah diperoleh pemahaman paling dalam, barulah menyikapinya (memilih agama), atau memaklumi agama lain & tidak membencinya. Setelah didiskusikan, nanti akan kelihatan mana agama yang kurang pas & mana yang logis, meskipun itu menurut penilaian masing-masing orang. Sekali lagi ini memang teori, prakteknya adalah hal yang mustahil, namun teori apapun itu tidak ada salahnya disampaikan.
Tanya jawab (diskusi) agama sebaiknya memang dilakukan oleh tokoh atau tokoh-tokoh agama (masing-masing kubu maksimum tiga tokoh), yang sudah pasti ahli atau menguasai dengan baik seluk beluk agamanya, yang telah menguasai dengan baik ajaran agamanya teori & prkatek. Diskusi dilakukan oleh dua agama yang berbeda, dan dilakukan misalnya di acara televisi, supaya bisa ditonton (disaksikan) oleh jutaan orang. Namun harus diingat, semua pihak termasuk moderator pada setiap kesempatan harus menyampaikan permohonan kepada penonton televisi agar tetap tenang, tidak terpancing emosi, dan semua pihak harus bisa menunjukkan diskusi yang damai. Diskusi ini dimaksudkan untuk pendidikan kepada masyarakat banyak. Dan masyarakat akan bisa tahu (bisa menilai) siapa-siapa pembicara yang mumpuni, yang agak emosi, dan sebagainya. Sedikit banyak perilaku mereka dalam berdiskusi, atau melakukan tanya jawab, sedikit banyak bisa mencerminkan seperti apa ajaran agamanya, atau tepatnya seperti apa karakter pemeluk agama yang bersangkutan.
Di lain waktu dilakukan lagi diskusi (tanya jawab) dengan agama yang berbeda lagi, sampai semua agama (di Indonesia ada enam agama yang diakui secara resmi) bisa berkontribusi dalam diskusi yang dikamsud. Sekali lagi ini adalah teori, prakteknya adalah hal yang mustahil, namun teori apapun itu bisa saja disampaikan.
Pasti ada agama yang tidak bersedia berdiskusi, karena merasa tidak berkepentingan, merasa tidak mempunyai masalah apapun dengan agama lain, memaklumi bahwa dunia memang adanya seperti itu. Kecuali jika tokohnya diminta untuk membabarkan ajaran agamanya, tentu bersedia, bahkan bersedia membabarkan ajaran agamanya secara lengkap & bersedia menjawab pertanyaan apapun itu sampai puas bagi yang belum memahami atas apa yang dibabarkan. Tanya jawab, diskusi atau pembabaran ajaran agama ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat banyak, terutama kepada pemeluk agama lain, dengan tujuan untuk mengurangi perseteruan agama, karena masing-masing bisa memaklumi & menerima apa yang diyakini oleh orang lain.
Sekarang ini ada bentrokan agama karena masing-masing membenarkan ajaran agama sendiri, yang lain salah & perlu dibuat benar, atau perlu dihilangkan. Mereka itu melihat sesuatu itu dengan memakai kacamata berwarna masing-masing, yang berbeda-beda warna, mestinya tidak memakai kacamata, agar yang dilihat adalah hal-hal yang sebenarnya, apa adanya, tidak terhalang (tertutupi) oleh warna-warna tertentu.