Translate

Kamis, 27 September 2018

Pertanyaan-pertanyaan Bagus.

Mengapa manusia berdoa?

Karena manusia yakin ada yang menciptakan & menguasai dia, mencobai, menghukum & memberi pahala, yaitu sosok super Yang Maha Kuasa.

Kenapa Yang Maha Kuasa melakukan itu semua? Kenapa Yang Maha Kuasa berkehendak seperti itu? Yang Maha Kuasa punya hajat & punya mainan dengan ciptaan-ciptaannya? Benarkah.?

Atau manusia saja, siapapun dia yang salah berpikir, berpendapat atau berilusi? Atau apakah manusia dikerjain oleh makhluk lain yang jauh lebih tinggi spiritualnya, sehingga dapat diyakinkan pengetahuan / pemahamannya seperti itu? Mungkin makhluk tersebut salah menilai atau salah memahami dirinya sendiri, dia merasa sebagai Yang Maha Kuasa, sehingga menyesatkan manusia? Jika begitu maka makhluk tersebut berdosa.

Apakah Yang Maha Kuasa itu makhluk tapi super? dan punya hajat yang sepele seperti itu? Yang namanya makhluk, itu adalah bagian dari alam semesta, berada dalam ruang & waktu, bukan diluar, bagaimana mungkin menciptakan alam semesta? Dzat atau apapun itu, tetep saja berada di alam semesta, yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata.

Apakah Yang Maha Kuasa itu alam semesta? Tidak usahlah alam yang ghaib (alam setan, alam dewa, alam surga, alam neraka, alam brahma dan lain-lain), jagad raya ini saja dimanakah batas-batasnya? Perlukah mengetahuinya? Dimanakah sang pencipta alam semesta berada? Di surga alam ciptaannya sendiri?

Apakah perlunya mengetahui semua itu? Sudah benarkah yang diketahuinya? Itu hanyalah pendapat, keyakinan & katanya saja. Boleh-boleh saja, tidak mengapa. Keyakinan itu belum tentu benar. Gambling! Bagaimana kalau tidak meyakininya karena belum tentu benar?

Marilah kita meyakini kebenaran hukum-hukum yang berlaku di alam semesta ini, baik yang fisik (dijelaskan oleh sains), maupun yang metafisik (dibabarkan oleh orang-orang suci) dengan syarat masuk di akal pikiran sehat kita, serta lulus dari berbagai diskusi yang mendalam. Setelah yakin marilah kita menyikapinya dengan baik & benar, karena kita adalah bagian dari alam semesta itu sendiri, yang tentunya tunduk kepada hukum-hukum alam semesta yang berlaku. Yang Maha Kuasa itu hukum-hukum alam semesta, yang adalah kekal, tanpa awal & tanpa akhir, karena merupakan kata sifat bukan kata benda. Hukum-hukum alam semesta itu adalah fasilitator bagi semuanya ini, sehingga semuanya ini bisa ada & bisa terjadi.

Kemampuan manusia tidak sama, bagaimana kalau keyakinan & yang dikerjakannya salah? Ya tidak apa-apa bagi orang lain, tapi bagi dia berarti mengerjakan hal-hal yang sia-sia, hal tersebut  akan menghambat kemajuan perjalanan hidupnya, dalam merealisasi tujuan akhir, tujuan hidup yang sesunguhnya, dia akan bekerja atau mengembara lebih lama dalam Samsara, dalam mejalani perjalanan kehidupannya, sampainya ke tujuan akhir hidupnya yang berkali-kali itu akan lebih lama, rangkaian kehidupannya (mati & terlahir kembali berulang-ulang) akan lebih lama.

Apakah doa bisa dikabulkan? Syaratnya apa supaya terkabul? Kalau semua manusia berdoa & minta yang mudah-mudah, yang baik-baik, yang enak-enak bagaimana Yang Maha Kuasa mempertimbangkannya? Kalau Yang Maha Kuasa mengabulkan doa berdasarkan usaha yang dilakukannya baik & benar, dan selaras dengan sains, selaras dengan teorinya, dan senantiasa berkelakuan baik, banyak berbuat baik, masih perlukah berdoa? Jikalau perlu berdoa, setidak-tidaknya perlu merubah redaksi atau kata-katanya, yang tidak meminta atau memohon, tapi berharap, dengan kata ‘semoga’. Semoga dengan segala daya upaya & kebajikan yang telah saya lakukan selama ini akan membuahkan hasil kebahagiaan & kesuksesan. Semoga Semua Makhluk Berbahagia.

Kamis, 20 September 2018

Jalan tengah.


Manusia tidak semuanya sama. Ada yang bisa me-manage hati / bathin (pikiran, perasaan, ingatan & kesadaran) dengan baik, banyak yang tidak bisa. Derita & bahagia itu sebenarnya bukan dunia luar penyebabnya. Dunia luar itu netral, tidak berpihak. Dunia luar itu bereaksi karena ada aksi sebelumnya. Derita & bahagia itu kita sendiri yang menciptakan. Ada kecewa, ada sakit secara fisik. Sakit fisik tidak mungkin tidak dirasakan, tapi ikhlas menerima kesakitan & berupaya untuk menyembuhkannya, itulah jalan tengahnya. Marilah kita belajar untuk selalu bisa berjalan di jalan tengah.

Senin, 17 September 2018

Agama & Sains.


Kebutuhan akan ilmu pengetahuan adalah tuntutan nurani semua orang. Perkembangan dan penggunaannya merupakan fenomena yang tidak mungkin dihentikan atau dipungkiri. Ilmu pengetahuan dan juga teknologi tidak membedakan, atau mungkin tidak mempedulikan bangsa, budaya, dan agama. Ia dikembangkan dan digunakan oleh semuanya. Ilmu pengetahuan berbicara dengan bahasa yang sama bagi semua orang, yaitu : penalaran sehat, penelitian, kebenaran, dan kebebasan. Ia berbicara dengan menumbuhkan pengertian, bukan keharusan dan juga bukan dengan ancaman.

Yang menjadi ganjalan, dunia ilmu pengetahuan masih sulit menerima norma-norma agama yang tidak mudah dicerna oleh bahasa mereka. Sama sekali tidak bijaksana bila hal ini diatasi hanya dengan pernyataan bahwa iman memang bukan ilmu. Atau, keyakinan itu memang tidak masuk akal.

Dalam dasawarsa terakhir abad XX ini, para pemuka agama seharusnya tidak terlambat meletakkan jembatan emas antara iman dan ilmu. Kita memang sedikit pun tidak akan mengubah nilai-nilai iman sebagai kebenaran hakiki yang telah diberikan oleh agama, tetapi era ini mulai menuntut kita untuk menanamkan iman itu dengan bahasa ilmu. Manusia Timur di abad XXI nanti adalah manusia modern yang sepenuhnya harus mengembangkan dan menggunakan iptek, dan sepenuhnya beriman sesuai dengan ajaran agama.

Buddha Gotama sebagai salah satu pendiri agama, 'penemu Dhamma' telah meletakkan jembatan antara iman dan akal itu. Dhamma ditemukan dengan pencapaian Penerangan Sempurna (Bodhi), bukan dengan akal. Tetapi, iman terhadap Dhamma harus dibangkitkan dengan pengertian yang menggunakan penalaran sehat. Dengan demikian tidak ada alasan bagi dunia ilmu pengetahuan untuk menyatakan bahwa agama adalah penghambat ilmu-ilmu sekuler.

(Y.M. Bhante Sri Pannavaro Mahathera).

Alam Binatang.





Sebelum dijelaskan tentang Alam Binatang atau Tiracchanabhumi, mari terlebih dahulu kita lihat secara singkat tentang Kammabhumi, Apayabhumi atau 4 Alam Kemerosotan dan Kammasugatibhumi.
Kammabhumi adalah alam kehidupan dimana makhluk-makhluk yang ada di dalamnya adalah makhluk-makhluk yang sangat terikat dengan pancaindera, selalu ingin memuaskan nafsu-nafsu inderawinya. Kammabhumi terdiri dari Apayabhumi dan Kammasugatibhumi.
Apayabhumi atau 4 Alam Kemerosotan adalah alam kehidupan yang menyedihkan, makhluk-makhluk yang ada di dalamnya mengalami penderitaan. Alam terbaik dari 4 alam ini adalah Alam Binatang, yang akan diuraikan disini.
Kammasugatibhumi adalah alam kehidupan dimana makhluk-makhluk yang ada di dalamnya menikmati kesenangan inderawi, kecuali di alam manusia atau Manusabhumi dimana penghuninya yaitu manusia bisa menikmati kesenangan-kesenangan inderawi maupun didera penderitaan, hal ini sangat tergantung dari karma masing-masing dan bagaimana cara manusia bisa mengelola keinginan atau mengelola nafsu-nafsu inderawinya.
Alam Binatang atau Tiracchanabhumi merupakan salah satu dari 4 Alam Kemerosotan, atau merupakan salah satu dari 4 alam yang tergolong dalam Apayabhumi.
Yang tergolong dalam Alam Kemerosotan atau Apayabhumi adalah :
1) Alam Neraka, disebut Nirayabhumi,
2) Alam Setan, disebut Petabhumi,
3) Alam Raksasa atau Alam Iblis, disebut Asurakayabhumi, dan
4) Alam Binatang, yang disebut Tiracchanabhumi,
Sekarang akan diuraikan tentang Alam Binatang atau Tiracchanabhumi.
Binatang itu tidak mempunyai alam khusus milik mereka sendiri, melainkan hidup di alam manusia. Binatang itu memiliki kebodohan batin yang sangat tinggi, atau memiliki moha yang sangat tinggi. 'Tiracchâna' atau binatang itu terbentuk atas dua kosakata, yaitu 'tiro' yang berarti 'melintang', 'membujur', dan 'acchâna' yang berarti 'pergi', 'berjalan'.
Tiracchâna atau binatang adalah makhluk yang pada umumnya berjalan dengan melintang atau membujur, bukan berdiri tegak seperti manusia. Dalam pengertian lain, binatang disebut Tiracchâna, karena kondisinya yang dalam hal ini sebagai binatang tersebut telah merintangi jalannya sendiri, yaitu jalan dari yang bersangkutan sebagai binatang dalam menuju pencapaian Jalan hidup yang baik dan benar, dan pencapaian Pahala.
Binatang memiliki hasrat untuk menikmati kesenangan inderawi, berkembang-biak, naluri untuk mencari makan, bersarang, dan sebagainya, punya perasaan takut mati, dan mencintai kehidupannya.
Binatang tidak mempunyai kemampuan untuk membedakan kebajikan dari kejahatan, kebenaran dari kesesatan, dan sebagainya, kecuali kalau terlahirkan sebagai calon Buddha, dalam hal ini sebagai Bodhisatta yang sedang memupuk kesempurnaan.
Bodhisatta tidak akan terlahirkan sebagai binatang yang lebih kecil dari burung puyuh, semut misalnya, atau lebih besar dari gajah, dinosaurus misalnya.
Binatang mempunyai banyak jenis yang tak terhitung jumlahnya, namun secara garis besar dapat dibedakan menjadi Empat Macam, yakni :
1. Binatang yang tak berkaki seperti ular, ikan, cacing dan lain-lain, disebut Apada-tiracchana,
2. Binatang yang berkaki dua seperti ayam, bebek, burung, dan lain-lain, disebut Dvipada-tiracchana,
3. Binatang yang berkaki empat seperti gajah, kuda, kerbau, dan lain-lain, disebut Catuppada-tiracchana,
4. Binatang yang berkaki banyak seperti kelabang, udang, kepiting dan lain-lain, disebut Bahuppada-tiracchana.
Dalam pandangan agama Theistik, semua binatang akan musnah setelah kematian. Binatang tidak mempunyai roh. Binatang hanya diakui memiliki naluri atau instinct, tanpa akal budi. Karena itu, mereka tidak perlu mempertanggung-jawabkan perbuatan mereka. Kebahagiaan maupun penderitaan yang dialami bukan ditentukan oleh perbuatan mereka baik dalam kehidupan sekarang maupun kehidupan kehidupan yang lampau, melainkan merupakan wewenang serta kehendak Tuhan. Binatang diciptakan semata-mata untuk kepentingan umat manusia yang lebih luhur. Tidak ada surga maupun neraka bagi binatang. Ini menimbulkan dilemma bagi beberapa umat Nasrani yang menginginkan agar binatang peliharaannya dapat hidup bersama lagi di surga sebagaimana di bumi.