Translate

Rabu, 13 Juni 2018

Makhluk Brahma.


Kata Brahma artinya adalah ‘besar’; menurut pengertiannya, Brahma berarti pembesar atau penguasa tiga alam, yakni ; alam manusia, alam dewa dan alam brahma. Istilah Brahma memiliki banyak pengertian lain, sesuai dengan ciri dan fungsinya, seperti : kakek (pitâmaha), bapak, bapak makhluk alam (pitu), penguasa tiga alam (lokesa), makhluk yang lebih luhur di antara para dewa (surajettha), pemelihara makhluk hidup (pajâpati), dan sebagainya.


Brahma hidup di alamnya sendiri ; alam Brahma, yang bebas nafsu gairah. ‘Brahma’ dalam pengertian sebagai sesosok makhluk, adalah makhluk-makhluk yang telah mengembangkan kebajikan besar, sehingga mampu menempati alam brahma. Brahma dalam ajaran Dhamma bukanlah mewaliki satu makhluk saja, melainkan mewakili sekelompok makhluk, dengan berbagai macam tingkatannya. Alam Brahma memiliki banyak tingkat. Tiap tingkat memiliki ciri khas, kemampuan, dan batas usia penghuninya. Makhluk Brahma, meskipun berusia amat lama, juga akan habis masa usianya (meninggal dari alamnya). Ia pun akan melanjutkan kehidupannya di alam-alam lain seperti halnya makhluk manusia dan binatang. Dan, ketika masih belum mencapai tingkat-tingkat kesucian, mereka semua tak terlepaskan dari alam Samsara.


Tathâgata, guru agung manusia & dewa, penemu ajaran Dhamma, pernah menyebut diri beliau sebagai Brahma, beliau pernah bersabda sebagai berikut : Para bhikkhu, kata brahma ini merupakan nama Tathâgata. Brahma juga dipakai untuk pengertian ‘orangtua”*). Ibu dan ayah pemelihara anak, disebut brahma, dan disebut guru awal. Brahma berarti ‘luhur’*). Memutar roda nan luhur*). Pengetahuan yang maha tahu, yang merupakan ‘brahma’ adalah dalam pengertian ‘luhur’. Brahma mengacu pada ‘empat keberadaan luhur’*). Duhai para bhikkhu, di kala itu para bhikkhu berada dalam kediaman yang luhur, yakni tempat berdiam dalam muditâ, kebebasan pikiran*).

Keberadaan Brahma sebagai sosok penentu nasib, pemberi rejeki, kesehatan, keselamatan, dan sebagainya tidak dikenal dalam pengertian Dhamma. 

Brahma bukanlah makhluk kekal, bukan pencipta, bukan penentu garis hidup makhluk lain. Brahma berasal dari makhluk yang telah mengembangkan batin hingga di tingkat rûpajjhâna dan arûpajjhâna. Kehidupannya dibatasi oleh waktu. Brahma bersifat person, bermuka satu dan tidak memiliki istri atau Shakti. Brahma dilengkapi dengan Brahmavihâradhamma. Istilah Brahma juga dipakai untuk pengertian ‘luhur’, ‘dewasa’, ‘orangtua’, dan sebagainya.

Senin, 11 Juni 2018

Kamma Baik & Buruk.


Dhamma mengajarkan kepada para penganutnya agar melakukan 10 jenis perbuatan baik (Kamma Baik), dan melarang melakukan 10 jenis perbuatan buruk (Kamma Buruk). Selain itu Dhamma sangat melarang melakukan 5 bentuk perbuatan jahat (kamma buruk paling berat).

# Sepuluh jenis Kamma Baik itu adalah :

1.      Gemar beramal dan bermurah hati, akibatnya adalah diperolehnya kekayaan dalam kehidupan ini atau di kehidupan yang akan datang.
2.      Hidup bersusila, akibatnya adalah penitisan dalam keluarga luhur yang keadaannya bahagia.
3.      Sering melakukan meditasi, akibatnya adalah penitisan di alam bahagia.
4.      Berendah hati dan hormat, akibatnya adalah penitisan dalam keluarga luhur.
5.      Berbakti, akibatnya akan diperoleh penghargaan dari masyarakat.
6.      Cenderung untuk membagi kebahagiaan kepada orang lain.
7.      Bersimpati terhadap kebahagiaan orang lain, akibatnya adalah menyebabkan terlahir dalam lingkungan yang menggembirakan.
8.      Sering mendengarkan Dhamma, akibatnya adalah berbuah dengan bertambahnya kebahagiaan.
9.      Gemar menyebarkan Dhamma, akibatnya adalah berbuah dengan bertambahnya kebijaksanaan.
10.  Meluruskan pandangan orang lain yang keliru, akibatnya berbuah dengan diperkuatnya keyakinan

# Sepuluh jenis Kamma Buruk itu adalah :

1.      Pembunuhan, akibatnya pendek umur, berpenyakitan, senantiasa dalam kesedihan karena terpisah dari keadaan atau orang yang dicintai, dalam hidupnya senantiasa berada dalam ketakutan.
2.      Pencurian, akibatnya kemiskinan, dinista dan dihina, dirangsang oleh keinginan yang senantiasa tidak tercapai, penghidupannya senantiasa tergantung kepada orang lain.
3.      Perbuatan asusila, akibatnya mempunyai banyak musuh, beristri atau suami yang tidak disenangi, terlahir sebagai pria atau wanita yang tidak normal perasaan seks-nya.
4.      Berdusta, akibatnya menjadi sasaran penghinaan, tidak dipercaya khalayak ramai.
5.      Bergunjing, akibatnya kehilangan teman-teman tanpa sebab yang berarti.
6.      Kata-kata atau ucapan kasar dan kotor, akibatnya sering didakwa yang bukan-bukan oleh orang lain.
7.      Omong kosong, akibatnya bertubuh cacat, berbicara tidak tegas, tidak dipercaya oleh khalayak ramai.
8.      Keserakahan, akibatnya tidak tercapai keinginan yang sangat diharap-harapkan.
9.      Dendam, kemauan jahat / niat untuk mencelakakan makhluk lain, akibatnya rupa buruk, macam-macam penyakit, watak tercela.
10.  Pandangan salah, akibatnya tidak melihat keadaan yang sewajarnya, kurang bijaksana, kurang cerdas, penyakit yang lama sembuhnya, pendapat yang tercela.

# Lima perbuatan jahat (kamma buruk paling berat) itu adalah :

1.      Membunuh ibu,
2.      Membunuh ayah,
3.      Membunuh orang suci, Arahat, Bodhisattva,
4.      Melukai seorang Buddha,
5.      Menyebabkan perpecahan dalam Sangha (hanya berlaku untuk para bhikkhu yang mematuhi vinaya secara taat).

Semasa hidup hendaklah menjauhi kamma buruk yang tidak ada ampun ini, jika pernah melakukan salah satu diantara 5 perbuatan jahat tersebut diatas, akan berakibat terlahir di alam neraka Avici (neraka paling menyedihkan).

Minggu, 10 Juni 2018

Akal Sehat.

Karena agama, sehingga tidak mau menolong orang lain beda agama, yang sedang menderita, meskipun itu ibunya sendiri. Jangan sampai kata-kata menggerus akal sehat. Lampaui lah kata-kata atau tulisan itu dengan budi pekerti & akal yang sehat.

Sabtu, 09 Juni 2018

Makhluk Dewa.


Dewa adalah penghuni Surga. Mereka tidak hidup kekal di alam Surga, akan mati juga apabila karma baiknya telah habis. Dewa mempunyai tubuh yang lebih halus & lebih bersih dibanding manusia. Tubuh dewa tak dapat dilihat oleh mata fisik manusia biasa. Keberadaan dewa sulit dibuktikan untuk mereka yang belum memiliki kemampuan melihat alam lain, khususnya melihat alam surga. Surga bukan lah tujuan akhir ajaran Dhamma.
Makhluk di alam-alam surga ini pada suatu saat akan meninggal, atau lenyap dari alamnya masing-masing, dan terlahir kembali di alam lain, sesuai dengan karma yang masih mereka miliki. Walaupun kehidupan para dewa di alam surga lebih menyenangkan atau melebihi kehidupan manusia, namun kesucian dan kebijaksanaan dewa belum tentu melampaui kesucian dan kebijaksanaan manusia.
Makhluk-makhluk yang terlahir di alam ini berdasarkan karma baik mereka, seperti melaksanakan dana, sila dan perbuatan karma baik lain. Tapi bila karma baik mereka telah habis, dan tak sempat mengembangkan batin, dengan belajar dan melaksanakan Dharma, maka para dewa akan menemui ajal, dan terlahir kembali di alam dewa yang lebih rendah, atau di alam manusia.
Alam Surga terbagi menjadi enam alam, yaitu :
1. Câtumahârâjikâ,
2. Tâvatimsa,
3. Yâmâ,
4. Tusita,
5. Nimmânaratî,
6. Para-nimmitavasavattî.