Translate

Kamis, 10 Mei 2018

Tuhan.



Pemahaman tentang Tuhan berikut ini mendekati kebenaran :
Bahwa Tuhan itu diam, netral, adil, senyap, di luar ruang & waktu, tidak berkondisi, tidak dapat dinalar, tanpa awal dan tanpa akhir, yang mutlak, tidak punya hajat, tidak punya pamrih, tidak rewel & pastinya tidak suka sakit hati.
Semua persoalan manusia, nasib & takdir masing-masing orang akan diselesaikan oleh hukum universal sebab-akibat atau hukum tabur-tuai yang bekerja secara otomatis.

Rabu, 09 Mei 2018

Dua Golongan.


Ada dua hal yang dilakukan oleh suatu golongan.
Golongan yang satu mempraktekkan & meyakini; bahwa untuk masuk Surga, yang mana adalah tujuan akhir hidup ini, cukuplah banyak berbuat baik dibanding berbuat jahat, mengindahkan perintah & larangan Tuhan, berterima kasih, memuja-muji & menyembah Tuhan. Dan masuk Surga itu Tuhan yang menentukan.
Golongan yang satunya lagi mengetahui & mempraktekkan; bahwa untuk mencapai tujuan akhir kehidupan (merealisasi Nirwana) itu haruslah mampu menjadi orang suci (Arahat), adalah orang yang sudah tidak memproduksi dosa baru. Hal ini bisa dicapai dengan cara mengembangkan kerelaan, kemoralan & konsentrasi (meditasi) secara tekun & berkesinambungan yang tak berbatas waktu, melewati kelahiran & kematian (kehidupan) yang berulang-ulang di berbagai alam, seturut dengan berlakunya hukum universal alam semesta, yaitu hukum sebab & akibat yang bekerja secara otomatis. Merealisasi Nirwana itu artinya telah padam, telah mencapai seberang, suatu kondisi yang kekal abadi selamanya, bebas dari belenggu Samsara, bebas dari segala penderitaan & kekecewaan yang dialami dalam kehidupan yang berulang-ulang tersebut diatas. Jadi merealisasi Nirwana itu diri sendirilah yang merealisasikannya (dengan bimbingan guru spiritual yang benar), bukan atas ketentuan Tuhan.

Minggu, 06 Mei 2018

Tingkatan Jhana.

Tingkatan Jhana, terdiri atas :

  1. Pathama-Jhana, ialah jhana tingkat pertama. Keadaan batinnya terdiri dari lima corak, yaitu vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
  2. Dutiya-Jhana, ialah jhana tingkat kedua. Keadaan batinnya terdiri dari empat corak, yaitu vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
  3. Tatiya-Jhana, ialah jhana tingkat ketiga. Keadaan batinnya terdiri dari tiga corak, yaitu, piti, sukha, dan ekaggata.
  4. Catuttha-Jhana, ialah jhana tingkat keempat. Keadaan batinnya terdiri dari dua corak, yaitu sukha dan ekaggata.
  5. Pancama-Jhana, ialah jhana tingkat kelima. Keadaan batinnya terdiri dari dua corak, yaitu upekkha dan ekaggata.
  6. Akasanancayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi ruangan yang tanpa batas.
  7. Viññanancayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi kesadaran yang tak terbatas.
  8. Akincaññayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi kekosongan.
  9. Nevasaññanasaññayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi bukan pencerapan, dan juga tidak bukan pecerapan.

Faktor-faktor Jhana.

 
  1. Vitakka, ialah penopang pikiran yang merupakan perenungan permulaan untuk memegang obyek.
  2. Vicara, ialah keadaan pikiran dalam memegang obyek dengan kuat.
  3. Piti, ialah kegiuran atau kenikmatan.
  4. Sukha, ialah kebahagiaan yang tak terhingga.
  5. Ekaggata, ialah pemusatan pikiran yang kuat.

Arti Jhana.


Jhana adalah kesadaran atau pikiran yang memusat dan melekat kuat pada obyek meditasi, yaitu kesadaran atau pikiran terkonsentrasi pada obyek dengan kekuatan konsentrasi yang mantap dan kuat. 
Ketika meditator merealisai Jhana, itu artinya meditator tersebut telah mampu menekan atau mengendapkan kekotoran batin untuk sementara waktu. Ia belum dapat melenyapkan kekotoran batin untuk selama-lamanya, karena sewaktu-waktu Jhana itu dapat merosot.

Jhana & Pencapaiannya.


"Bagai ingin menangkap ikan dalam wadah dengan air berlumpur,
Upaya menangkap dalam kekeruhan sangatlah melelahkan.
Seorang bijak hanya akan dengan waspada merendam tangannya di bawah air keruh,
Menanti ikanlah yang menabrak tangannya.”


Dengan memahami ini, kita dapat mempelajari bahwa, Jhana yang dikatakan sebagai tingkat pencapaian dalam meditasi sebenarnya justru tidak dapat dicapai, melainkan hanya mungkin tercapai.
Kata “dicapai”, berarti usaha yang dilakukan terwarnai kemelekatan dan nafsu keinginan, menekankan hasil.
Kata “tercapai”, berarti usaha yang dilakukan berdasarkan keikhlasan dan kestabilan batin, menekankan proses.


Dalam perumpamaan ikan dan wadah air berlumpur,
Bila sibuk mengejar ikan dalam wadah tersebut, justru kondisi akan semakin keruh dan menghabiskan banyak tenaga tanpa hasil.
Bila bersabar dan dengan tenang merendam tangan dalam air, menunggu dalam kewaspadaan, ketika ikan menyentuh tangan, segera menangkapnya dengan cekatan, akan jauh lebih menghemat tenaga, dan justru membuahkan hasil.
Sehingga, dengan demikian, terpahami bahwa, pengendapan lumpur adalah bagian yang sangat penting dalam tercapainya “tujuan” meditasi.
Ada yang bertanya, mengapa banyak yang belajar meditasi tidak dapat memperoleh “hasil”?
Banyak penyebab yang terlihat berbeda namun sebenarnya  bersumber sama, lumpur batin.
Sehingga, dengan demikian, terpahami bahwa, pengendapan lumpur adalah bagian yang sangat penting dalam tercapainya “tujuan” meditasi.


Apa saja yang dapat mengendapkan lumpur batin?
Apakah Samatha saja cukup? Seperti yang diajarkan Guru Agung Sakyamuni, tiga langkah menuju kebijaksanaan adalah Sila, Samadhi, dan Panna.
Dengan demikian, terpahami bahwa, upaya terpenting pertama dalam pengendapan lumpur batin, adalah menjaga sila.
Semakin sila terjaga dan termurnikan, semakin batin terjaga dan termurnikan.
Semakin halus sila dijaga, semakin halus batin terkonsentrasi.


“Sila adalah pengendap lumpur-lumpur kasar dalam batin,
Samatha adalah pengendap lumpur-lumpur halus dalam batin,
Vipassana adalah kelanjutan upaya setelah batin terjernihkan.
Ketika upaya dilanjutkan tanpa henti, tanpa ketergesa-gesaan,
Jhana terbit sealami fajar menyingsing di ufuk timur.”

Sabtu, 05 Mei 2018

Agama.


Semua ajaran agama diperoleh dari katanya, kata buku, kata manusia. Agama juga buatan manusia, atau mungkin ada yang berasal dari manusia yang berhasil berkomunikasi dengan makhluk super tertentu sebagai sumber ajaran agama yang dimaksud, bukan berasal dari Tuhan. Tuhan (Yang Maha Kuasa) yang bukan oknum atau pribadi itu yang berada diluar ruang & waktu hanya “merestuinya” saja.

Alam semesta ini sudah sempurna, sudah lengkap berkat “restu” Yang Maha Kuasa tadi. Meskipun agama itu di dunia ini ada ribuan jumlahnya tetapi hanya ada satu yang paling benar, yang diperlukan manusia, yang mestinya dipedomani bahkan oleh makhluk lain sehingga mereka bisa meniti perjalanan hidupnya menuju kearah yang benar, yang paling baik. Semua ajaran agama yang baik bisa mengantarkan pemeluknya menuju ke kehidupan di alam berikutnya yang menyenangkan yang beraneka ragam itu, kecuali mengantarkan ke kebahagiaan yang hakiki haruslah mempraktekkan satu ajaran agama yang paling benar tersebut diatas.

Cara mengetahui agama manakah yang paling benar itu adalah dengan  mempelajari kitab sucinya, membaca & merenungkannya dengan akal (logika) yang sehat, logika yang jernih, yang netral tak terkontaminasi oleh persepsi-persepsi atau pemahaman-pemahaman yang sudah ada & melekat erat di pikiran. Harus di-logika & didiskusikan dengan banyak orang yang berpikiran sehat, yang berpikiran jernih lainnya. Ajaran agama itu hendaknya dilihat, dipelajari & dibuktikan sendiri kebenarannya (ehipassiko), bukan diyakini begitu saja (diimani).

Agama yang baik tentulah mengajarkan untuk tidak serakah, tidak membenci & tidak dungu (delusi), dan mengajarkan untuk banyak berbuat baik, menghindari perbuatan jahat dan mensucikan hati & pikiran. Mempraktekkan ajaran agama yang baik pada prinsipnya adalah mengembangkan kerelaan, kemoralan & konsentrasi (meditasi) dengan benar dalam upaya mengkikis habis kekotoran bathin & mencapai kesucian yang sempurna (enlightened) menjadi Arahat (orang suci).