Translate

Sabtu, 25 Maret 2023

KEBODOHAN BATIN

Tahukan Anda - bahwa kebodohan batin itu hendaknya tidak kita miliki. Makin besar kebodohan batin seseorang makin besar pula ketidak-beruntungannya. Kebodohan batin bukanlah kebodohan intelektual. Orang yang memiliki kebodohan batin adalah orang yang batinnya gelap. Yang tidak memahami hukum alam. Yang tidak memahami kesunyataan. Yang tidak memahami pengetahuan spiritual yang baik dan benar. Yang gampang percaya, yang gampang diperdaya. Yang tidak memiliki keingin-tahuan yang dalam. Yang tidak terbiasa berpikir kritis. Yang sejak dini menjadi korban penerima informasi yang tidak benar dari pendahulunya. Kenyataannya banyak pula para intelektual - orang-orang yang pendidikan formalnya tinggi tetapi batin-nya bodoh, batinnya gelap. Para intelektual banyak yang perilakunya buruk, tidak bijaksana. Orang yang memiliki kecerdasan intelektual sangat tinggi ; bisa saja memiliki kegelapan batin yang sangat dalam, karena kecerdasan itelektual itu tidak selalu sejajar dengan kecerdasan spiritual. Tergantung dari informasi-informasi  yang diterima dan besarnya keingin-tahuan atas segala sesuatu yang dimiliki. Seseorang yang memiliki kegelapan batin – hampir dapat dipastikan bersifat serakah dan membenci. Pikiran-pikiran buruk dan pikiran-pikiran jahatnya ditindak-lanjuti dengan perbuatan-perbuatan jahat yang mencelakai banyak orang sebagai korbannya. Seseorang yang batinnya gelap, serakah dan membenci itu tidak paham dengan akibat yang timbul, yang merugikan diri sendiri. Ia tidak memiliki kebijaksanaan.
Demi keselamatan dimanapun dan kapanpun seseorang hendaknya selalu berupaya untuk mengurangi perbuatan jahat, menambah perbuatan baik dan tidak memiliki batin yang bodoh. Mengapa demikian? Karena hukum sebab-akibat yang merupakan salah satu dari 5 hukum universal alam semesta yang tidak bisa dinegosiasi itu - hendaknya disikapi dengan baik dan benar. Pembuat kejahatan sebagai sebab - maka kemudian penderitaanlah akibatnya. Pembuat kebaikan sebagai sebab - maka kemudian kebahagiaanlah akibatnya.

Jika di hidup ini seseorang banyak berbuat jahat ; maka di alam kehidupan berikutnya dia akan berada di alam penderitaan. Demikian pula sebaliknya, barang siapa di hidup ini banyak berbuat baik ; maka di alam kehidupan berikutnya dia akan berada di alam bahagia. Hukum alam universalnya begitu. Seseorang yang hidup di alam kehidupan apapun - akhirnya akan mati juga jika karma yang sedang dia jalani dalam kehidupannya itu sudah habis, dan akan terlahir kembali masuk ke alam kehidupan berikutnya yang kondisinya sesuai dengan karma lain sebelumnya yang dia miliki. Demikianlah yang terjadi secara terus-menerus hingga penyebab dari kelahiran kembalinya telah berhasil dihancur-leburkan tanpa sisa.

Sesungguhnya semua alam kehidupan meski disebut alam bahagia adalah alam yang tidak luput dari penderitaan – karena tidak ada sesuatu pun di alam kehidupan apapun yang tidak berubah. Perubahan adalah penderitaan, semua akan berakhir meskipun kemudian akan timbul kembali. Alam-alam kehidupan yang terdiri dari alam-alam penderitaan dan alam-alam bahagia itu jumlahnya dikelompokkan menjadi 31 alam kehidupan.

Jika Anda ingin bahagia sejati selamanya, setelah meninggal nanti - Anda harus tidak terlahir kembali ke alam kehidupan manapun. Sudah terlepas atau terbebas dari kungkungan alam kehidupan. Sudah berhasil menghancur-leburkan penyebab hidup. Caranya adalah dengan menjadi orang suci, tidak memiliki keserakahan, tidak memiliki kebencian dan tidak memiliki kebodohan batin lagi. Apakah bisa? Bisa - asalkan memiliki keseriusan berlatih meditasi Samatha dan atau meditasi Vipassana untuk melengkapi perilaku tidak serakah, tidak membenci dan tidak gelap batin sebagai penutupnya - yaitu merealisasi hasil tertinggi dari berlatih meditasi Vipassana, yaitu merealisasi capaian pencerahan sempurna, yaitu merealisasi Nibbana. Merealisasi Nibbana adalah tujuan dari kehidupan semua makhluk.

Untuk merealisasi Nibbana - kita harus berlatih meditasi Vipassana dengan serius, yaitu serius berjuang, bersemangat, berlatih terus-menerus berkesinambungan secara bijaksana, tidak dengan hawa nafsu, melainkan mengambil jalan tengah, yaitu berupaya secara serius tapi rileks.

Demikianlah pengetahuan spiritual ini. Semoga bermanfaat. 

Kamis, 02 Februari 2023

Punna dan Parami

Tulisan ini disunting dari karya bhikkhu Revata.

Apakah perbedaan antara Parami atau kesempurnaan dan perbuatan baik atau Punna? Istilah lain untuk punna adalah kusala kamma atau kamma baik. Kusala kamma dan Parami tidaklah sama. Pemeluk agama lain juga melakukan perbuatan baik, apakah mereka memupuk Parami?

Buddhis dan non-Buddhis melakukan kamma bajik dalam hidup mereka. Sewaktu hidup, Tathagata kadang-kadang mengunjungi alam dewa. Mereka yang terlahir di alam dewa bertemu dengan Tathagata adalah karena kamma bajik masa lampau mereka.

Buddhis adalah orang yang percaya pada hukum kamma. Ketika mereka memupuk kamma bajik, mereka melakukannya dengan keyakinan pada hukum kamma. Mereka mengumpulkan kamma bajik yang bersekutu dengan kebijaksanaan.

Non-Buddhis juga mengumpulkan kamma bajik meskipun mereka mempunyai pandangan yang keliru. Jika, kamma bajik ini membuahkan hasil pada saat menjelang ajal, mereka mungkin terlahir di alam dewa juga. Akan tetapi karena dalam melakukannya tanpa keyakinan pada hukum kamma, maka istana surgawi mereka dan tingkat kemakmuran mereka akan lebih inferior dibandingkan dengan yang Buddhis. Dan meskipun mereka tidak mempunyai keyakinan pada hukum kamma, mereka tetap saja bertanggung jawab terhadap kamma mereka dan mengalami hasil kamma mereka. Hanya mereka, dan bukan orang lain yang bertanggung jawab terhadap kamma-nya. Kamma anda pada gilirannya merupakan alasan bagi kebahagiaan dan ketidakbahagiaan anda.

Sang Tathagata juga kadang-kadang mengunjungi alam neraka, beliau melihat mereka yang terlahir disana adalah karena mereka telah mengumpulkan kamma buruk. Mereka terlahir disana bukan disebabkan oleh orang lain tetapi semata-mata karena kamma buruk mereka sendiri, seperti membunuh, mencuri, melakukan seks yang salah, berbohong, dan mengkonsumsi yang memabukkan. Semua perbuatan buruk ini bisa mengakibatkan kelahiran kembali di empat alam penderitaan. Itulah sebabnya mengapa anda harus bertanggung jawab pada diri anda sendiri. Jangan berharap orang lain bertanggung jawab untuk anda, karena tidak ada seorang pun yang bisa mengambil tanggung jawab Anda.

Sekarang, apa perbedaan antara kamma bajik dan Parami?. Ketika Anda melakukan kamma bajik, Anda mungkin melakukan itu dengan niat untuk terlahir di alam bahagia, atau menjadi seorang yang kaya, makmur, berkedudukan sosial tinggi, dan lain sebagainya. Jika itu adalah niat yang melandasi perbuatan baik anda, maka anda hanya melakukan kamma bajik. Ini bukanlah cara memenuhi Parami.

Di sisi lain, anda bisa memberi dana, menjalankan moralitas atau duduk bermeditasi dengan niat mengakhiri penderitaan, atau untuk meninggalkan sebab penderitaan. Ini adalah cara untuk memupuk Parami.

Niat terlahir di alam bahagia, atau terlahir sebagai orang kaya, makmur, berkedudukan sosial tinggi, dan lain sebagainya. Itu adalah mengambil, bukan melepas. Ini adalah karena "Saya ingin! Saya ingin! Melakukan hal itu hanya memupuk lebih banyak kamma baik.

Kita harus melakukan kebaikan dengan niat untuk pelepasan dan berpikir : 'Saya ingin meninggalkan sebab penderitaan, membersihkan kotoran batin. Saya ingin mengakhiri penderitaan.' Cara berdana dan melakukan perbuatan baik seperti ini tidaklah mengambil, tetapi melepas - melepaskan sebab kemelekatan pada makhluk hidup dan benda mati. Ini adalah pelepasan kotoran batin.

Yang mana yang lebih baik, mengambil atau memberi? Sudah tentu, memberi adalah lebih baik. Oleh karena itu, mulai saat ini, apa pun yang akan anda lakukan, agar itu menjadi cara untuk memenuhi Parami, anda hendaknya membuat suatu aspirasi seperti berikut ini, 'Dengan melakukan ini, semoga saya bisa meninggalkan sebab dari penderitaan.' Maka perbuatan anda akan menjadi cara memenuhi Parami untuk perealisasian Nibbāna, mengakhiri penderitaan, dan mencapai pembebasan.

Demikianlah tulisan ini. Semoga bermanfaat.